Kakanwil Kemenkumham Aceh Menilai Pembentukan RUU Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi (GAAR) Bersifat Urgen
Februari 23, 2022
Banda Aceh – jurnalpolisi.id Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Aceh menggelar acara Obrolan Peneliti (OPini) Tahun 2022 tentang Urgensi Pembentukan RUU Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi pada hari ini, Rabu (23/2/2022). Digelar secara daring, kegiatan ini menghadirkan narasumber yaitu Sujatmiko, S.H., M.Si (Analis Kebijakan Ahli Madya Balitbang Hukum dan HAM), Surya Denta (Perwakilan Kejaksaan Tinggi Aceh), dan Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA (Guru Besar UIN Ar-Raniry). Mengawali kegiatan, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh, Meurah Budiman mengatakan regulasi dibidang Grasi, Amnesti, Abolisi dan Rehabilitasi (GAAR) bersifat urgen. Menurutnya hal itu tidak berlebihan mengingat kondisi Indonesia dihadapi dengan kompleksnya persoalan hukum serta semakin berkembang berbagai jenis tindak pidana baru, “Maka regulasi dan peraturan perundang-undangan pun sudah seharusnya mengikuti perkembangan tersebut,” ungkap Meurah Budiman. Selain itu, urgensi pembentukan GAAR didasari oleh adanya regulasi dibidang kebutuhan hukum masyarakat dan adanya perubahan ketatanegaraan. Sehingga Meurah Budiman berharap kegiatan ini akan menampung banyak masukan dari narasumber dan peserta yang terlibat. Kemudian, Sri Puguh Budi Utami, Kepala Badan Litbang Kementerian Hukum dan HAM dalam sambutannya menjelaskan hak prerogratif presiden dalam bidang yudisial adalah membuat keputusan terkait dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. “RUU ini diharapkan membantu Presiden dalam menggunakan hak prerogratifnya serta memastikan bahwa setiap pengambilan keputusan terdapat asas akuntabilitas, transparasi, publik sebagai wujud good governance,” ujarnya. RUU ini juga merupakan bentuk penyederhanaan regulasi dengan metode simplifikasi. Belum lagi terkait dengan pelaksanaan rehabilitasi belum diatur sehingga Kemenkumham menginisiasi pembentukan RUU dengan meletakkan hak preogratif presiden dalam Undang-Undang. “Semoga diskusi ini akan menciptakan sebuah rekomendasi yang tepat untuk solusi pada satu permasalahan,” tambah Kepala Balitbang Hukum dan HAM tersebut. Kegiatan ini diikuti oleh ratusan peserta yang terdiri dari 33 Kantor Wilayah dan Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan/Imigrasi di seluruh Indonesia, mahasiswa, hingga masyarakat umum (Zai)