Menunggu Jawaban Kurikulum Sekolah Penggerak
Oleh : Sudarman
Kepala SMP Negeri 1 Giri BanyuwangiKetua Pengurus PGRI Kab. Banyuwangi BANYUWANGI -JURNAL POLISI.id Langit media sosial Indonesia utamanya dunia pendidikan dipenuhi oleh Program Merdeka Belajar yang saat ini memasuki episode ke 7 ( tujuh ) yaitu Kurikulum Sekolah Penggerak. Sejak awal dicanangkan Pogram Medeka Belajar menawarkan 11 ( sebelas ) episode yaitu : 1.Kebijakan USBN,UN, RPP dan PPDB, 2. Merdeka Kampus, 3. Skema Penyaluran Dana BOS, 4. Program Organisasi Penggerak ( POP ) yang sampai sekarang masih berjalan di tempat dan Muhamadiyah,Nahdatul Ulama dan PGRI mundur dari keanggotaan, 5. Guru Penggerak, 6. Kebijakan Transformasi dana Pemerintah untuk Pendidikan Tinggi, 7. Sekolah Penggerak, 8. SMK Pusat Keunggulan, 9. KIP-K ( Kartu Indonesia Pintar Kuliah ), 10. Perluasan Program Beasiswa LPDP dan yang terakhir adalah Kampus Merdeka Vokasi Seminggu sebelum PGRI mundur dari keanggotaan POP ( Program Organisasi Penggerak ) penulis pernah membuat opini yang berjudul “ Gajah 20 Milyar “. Sebagai Negara yang selalu menghargai perjalanan sejarah maka penulis mengajak para pembaca untuk mengenang sejarah perjalanan pendidikan di Indonesia terhadap penamaan dan labelisasi sekolah mulai sekolah RSBI ( Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ), Sekolah Rujukan Nasional atau nama lain yang akhirnya berhenti karena di gugat oleh banyak kalangan dan dianggap memunculkan Kastanisasi sekolah. Sekedar informasi untuk mengingatkan kita semua bahwa Mahkamah Konstitusi dalam sidang putusan pembatalan pasal 50 ayat 3 Undang – Undang 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan pasal yang mengatur RSBI/SBI yang berada di sekolah – sekolah pemerintah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dalam pertimbangannya MK juga menyatakan bahwa RSBI memunculkan dualisme pendidikan, mahalnya beaya pendidikan, adanya DISKRIMINATIF pendidikan, pembedaan antara RSBI/SBI dan Non RSBI/SBI akan menimbulkan KASTANISASI pendidikan. Pertimbangan lainnya yaitu penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar mata pelajaran dianggap sebagai bentuk pengkikisan jati diri bangsa dan melunturkan kebanggaan generasi muda terhadap penggunaan dan pelestarian bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa. Adapun bunyi pasal 50 ayat (3) UU 20 /2003 “ Pemerintah dan /atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Munculnya program zonasi sekolah adalah kebijakan paling masuk akal dan diterima oleh banyak kalangan sebagai “ pemusnah “ kastanisasi sekolah, meski diakui masih ada blank spot yang harus selalu disempurnakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah karena factor geografi Indonesia yang memang sangat heterogen terkait kerapatan dan kepadatan penduduk serta jarak antar sekolah. Bagaimana dengan sekolah penggerak yang di dalamnya masih menampilkan 3 jenis /label sekolah? Pada bab yang lain di Undang –Undang 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab III tentang Prrisip penyelenggaraan pendidikan pasal 4 ayat 1 berbunyi “ Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta *tidak dikriminatif* dengan menjujung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajemukan bangsa”. Bagaimana kita bisa menjelaskan bahwa program sekolah penggerak yang di dalamnya ada labelisasi dan kastanisasi sekolah tidak termasuk *diskriminatif?* Sekolah penggerak melahirkan produk baru yaitu KSP ( Kurikulum Sekolah Penggerak ) yang dikalim oleh pemerintah ( kemendikbudristek ) bukan kurikulum baru tetapi kurikulum khusus. Lagi – lagi penulis ingin mengajak para pembaca mengingat sejarah lahirnya kurikulum 2013 yang penuh kontroversi dan perdebatan. Namun akhirnya bisa mengerucut dan diterima oleh masyarakat karena memang melewati syarat analisis kebijakan publik dan kajian akademik. Menurut Profesor Said Hamid Hasan yang ikut menuyusun kurikulum 2013 yang dimaksud kebijakan publik adalah melibatkan publik dalam analisis kebijakannya dan melihat kebutuhan public tentang kegunaan dan kemanfaatan kurikulum yang akan digunakan. Lebih lanjut beliau mengatakan benang merah antara evaluasi kurikulum 2013 dan kajian akademik kurikulum sekolah penggerak harus menyatu dan sinergis kemudian diuji cobakan di beberapa sekolah. Jika dirasa baik dan diterima masyarakat baru ditarik secara nasional untuk disosialisasikan dengan beberapa revisi sesuai masukan masyarakat saat ujicoba. Bagaimana dengan kurikulum sekolah penggerak?. Per 12 Juli 2021 saat hari pertama masuk sekolah di tahun pembelajaran 2021/2022 sudah dijalankan di 2.500 ( dua ribu lima ratus ) sekolah di 111 ( seratus sebelas ) kabupaten kota se Indonesia. Tahun 2022/2023 akan melibatkan 10.000 sekolah penggerak di 34 provinsi dan 250 kabupaten kota, pada tahun 2023/2024 melibatkan 20.000 satuan pendidikan di 514 kabupaten kota serta pada akhirnya semua sekolah di tanah air. Diskusi virtual yang diselenggarakan oleh APKS ( Asosiasi Profesi dan Keahlian Sejenis ) PGRI menampilkan judul APKS PGRI satu frekuensi yang dikuti oleh pakar – pakar Pendidikan dan anggota Komisi pendidikan DPRI RI membahas Kurikulum Sekolah Penggerak berkah atau musibah?? Penulis berharap semoga lompatan Kemendikbud Ristek dengan Merdeka Belajar episode yang ke 7 ini membawa berkah bagi kemajuan pendidikan di Indonesia dengan lapang dada menerima masukan dari masyarakat. Di akhir tulisan ini penulis hanya ingin menyampaikan mari kita semua menunggu teks lengkap kurikulum sekolah penggerak agar kita juga bisa memberi masukan pada pemrintah demi menjaga tujuan dari lahirnya kurikulum baru ini yaitu melahirkan dan mencetak pelajar pancasila. Kita bukan anti perubahan kita mendukung perubahan dengan selalu mengedepankan analisis kebijakan dan kajian akademik. Kurikulum Sekolah Penggerak lahir di waktu yang kurang elok, saat semua kekuatan bangsa dan pemerintah daerah dioptimalkan untuk mengatasi penyeberan Covid 19 yang semakin hari semakin cerdas bermutasi dengan varian baru. Selamat menggunakan teropong untuk melihat visi misi ke depan namun jangan tinggalkan spion untuk sekedar melihat sejarah masa lalu. Eyang KakungBanyuwangi