Gubernur dan DPR Aceh Seharusnya Punya Rasa Malu

Februari 16, 2021

ACEH TIMUR – jurnalpolisi.id

Terkait carut marutnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh yang sejatinya dijadwalkan berlangsung pada tahun 2022, eksekutif dan legislatif di Aceh adalah pihak yang paling bertanggung jawab.

Ketua Komunitas Investigasi dan Advokasi Nangggroe Aceh (KANA), Muzakir mengatakan, Gubernur Aceh Nova Iriansyah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dinilai telah gagal menjalankan amanah masyarakat.

Amanah yang dimaksud adalah butir-butir perjanjian damai antara Republik Indonesia (RI) dngan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau MoU Helsinki yang tertuang ke dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).

“Gubernur Aceh dan DPR Aceh seharusnya punya rasa malu karena telah gagal menjalankan amanah masyarakat, yaitu menjaga keutuhan UUPA. Aceh tidak punya harga diri sama sekali,” kata Muzakir di Aceh Timur, Senin, 15 Februari 2021.

Muzakir juga menyoroti khusus kinerja Komisi A DPR Aceh yang membidangi bidang hukum, politik dan keamanan. Komisi A dikatakan Muzakir seharusnya lebih baik mundur saja dari jabatannya.

“Legislatif kan tugasnya mengawasi, seharusnya fungsi pengawasan itu dilakukan dengan baik. Gubernur Aceh juga sama, seharusnya dia juga membantu mengawal agar kita tidak sering ‘dikebiri’ seperti ini. Saat semuanya sudah menjadi bubur (terlambat_red), baru heboh kesana kemari,” ucapnya.
KPU RI
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebelumnya telah menyatakan bahwa tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilihan yang telah ditetapkan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh tidak dapat dilaksanakan pada 2022.

Hal itu sebagaimana tertuang dalam surat KPU Nomor: 151/PP.01.2-SD/01/KPU/II/2021 tanggal 11 Februari 2021 yang ditandatangani Pelaksana Tugas Ketua KPU RI Ilham Saputra.

Surat tersebut adalah balasan surat KIP Aceh Nomor: 0016/PP01.2-SD/11/Prov/1/202 perihal penyampaian rancangan keputusan tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilihan tahun 2022 tertanggal 6 Januari 2021.

KPU juga meminta penyelenggara pemilihan di Aceh untuk tidak melaksanakan tahapan sampai adanya keputusan sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2020.

“KIP Aceh dan KIP kabupaten/kota agar tidak menjalankan tahapan pemilihan apa pun sampai ada putusan sesuai dengan UU Nomor 6 Tahun 2020,” kata Ilham, Jumat (12/2).
Komisi II DPR RI
Pada Rabu (10/2) lalu, Komisi II DPR RI telah menerima kunjungan audiensi Anggota Dewan Perwakilan Aceh (DPRA), dalam rangka penyerapan aspirasi terkait revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Komisi II DPR RI menyadari keistimewaan Provinsi Aceh dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Tahun 2006, sehingga ada hal yang perlu diperhatikan dengan baik terkait pelaksanaan Pemilu.

Ketua Komisi II DPR RI Achmad Doli Kurnia Tandjung memastikan pihaknya telah menerima dengan baik aspirasi para anggota Parlemen Aceh.

“Kami menerima Anggota DPRA dalam rangka menjadi bahan kami menyangkut revisi UU Pemilu dan Pilkada, apa yang disampaikan akan menjadi bahan diskusi kami,” komitmen Doli usai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta.

Doli mengatakan, Komisi II DPR RI akan mempelajari sejauh mana kekhususan UU Aceh, apakah ada aturan Pilkada. Sebab bicara terkait Pemilu sudah memliki aturannya sendiri.

Oleh karena itu audiensi dengan DPRA akan menjadi bahan pertimbangan Komisi II DPR RI untuk melakukan rapat dengan Kementerian Dalam Negeri terkait revisi UU Pemilu, dalam rangka mengetahui pandangan pemerintah mengenai isu ini.

“Soal Pilkada serentak itu juga hampir semua Fraksi sudah menyampaikan pendapatnya. Bahwa konsentrasi pemerintah dan DPR energinya telah diluangkan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Maka revisi UU ini ditunda sampai waktu yang akan ditentukan,” tandas politisi Partai Golkar itu.

Adapun ia juga menekankan segala peraturan perundang-undangan yang ada memerlukan koordinasi antar penanggung jawab baik pemerintah pusat maupun daerah.

Oleh karena itu sebelum menggodok dan merevisi UU yang ada, maka lembaga legislatif perlu mendengarkan berbagai pandangan baik dari pemerintah maupun parlemen di tingkat daerah. ( Zainal Abidin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *