Keturunan Omp. Tianggor Siregar Desak Penegakan Hukum atas Sengketa Lahan di Batu Sorpi
Tapanuli Selatan, jurnalpolisi.id
Konflik perebutan lahan adat di Batu Sorpi/Liang Loba, Desa Padang Mandailing Garugur, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan, kini semakin mendapat perhatian. Keturunan Omp. Tianggor Siregar dengan tegas menyampaikan keberatan mereka atas penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) kepada pihak pemegang izin PHAT, Muhammad Nur Batubara, yang dinilai melanggar hak-hak adat mereka.
Dalam pertemuan keluarga, salah satu keturunan Omp. Tianggor Siregar, Asrin Siregar, menyampaikan kekecewaannya atas situasi ini.
“Kami sangat kecewa dan merasa dikhianati. Tanah adat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan kami turun-temurun. Pohon durian dan petai yang selama ini menjadi sumber penghidupan kami ditebang begitu saja tanpa izin. Bahkan, kepala desa yang seharusnya melindungi masyarakat justru seakan berpihak kepada pihak lain,” ungkap Asrin dengan nada tegas.
Menurut Asrin, lahan tersebut memiliki nilai historis dan emosional yang mendalam bagi keluarga mereka. Selain menjadi sumber penghidupan, tanah adat ini juga merupakan simbol warisan leluhur yang harus dijaga kelestariannya.
“Tanah ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal identitas kami sebagai keturunan Omp. Tianggor Siregar. Kami tidak bisa tinggal diam ketika hak kami dirampas. Kami mendesak pihak berwenang untuk segera menyelesaikan kasus ini secara adil,” tambahnya.
Asrin juga menyatakan harapannya agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dapat bertindak tegas terhadap siapa pun yang mencoba mengganggu hak-hak adat masyarakat.
“Kami hanya meminta keadilan. Kami berharap aparat kepolisian dan pemerintah setempat benar-benar mendengar jeritan hati kami. Jangan sampai masyarakat kecil seperti kami terus-menerus menjadi korban,” katanya.
Melalui surat pengaduan yang telah disampaikan kepada Kapolres Tapanuli Selatan, keturunan Omp. Tianggor Siregar berharap agar tanah adat mereka segera dikembalikan dan aktivitas ilegal yang dilakukan di atas tanah tersebut dihentikan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemegang PHAT dan pemerintah desa belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan yang diajukan oleh keturunan Omp. Tianggor Siregar.
“Kami hanya ingin hak kami dihormati. Jangan biarkan warisan leluhur kami hilang begitu saja,” pungkas Asrin.
(P.Harahap)