Tuduhan Pungli Menghantui SMAN 2 Padangsidimpuan: Transparansi Jadi Kunci
Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id
Isu dugaan pungutan liar (pungli) di SMAN 2 Padangsidimpuan semakin memicu keprihatinan publik, terutama di kalangan pemerhati pendidikan dan masyarakat setempat. Dilansir dari Salah satu media Online pada 24 Oktober 2024, pungutan bervariasi diduga terjadi di sekolah tersebut dengan besaran mulai dari Rp. 24.000,00 hingga Rp. 70.000,00. Sampai saat ini, peruntukan dari pungutan tersebut belum sepenuhnya jelas, sehingga memunculkan pertanyaan serius mengenai tata kelola dan transparansi pengelolaan dana pendidikan.
Salah satu narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya menyatakan bahwa pengutipan sebesar Rp. 70.000,00 per murid telah dilakukan. “Sebelum ada perubahan dan kesepakatan komite serta orang tua murid, uang kutipan ini sebelumnya hanya sebesar Rp. 50.000,00,” ungkapnya. Pernyataan ini menambah kompleksitas permasalahan, mengingat pungutan tambahan di luar dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) seharusnya memiliki mekanisme penetapan yang jelas dan sesuai peraturan yang berlaku.
Kepala Sekolah SMAN 2 Padangsidimpuan, Akhiruddin Halomoan Hrp, S.Sos., M.Pd., saat di konfirmasi melalui Pesan WA membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, pemberitaan terkait dugaan pungli tidak berdasar.
“Yang ada sebenarnya di SMAN 2 Padangsidimpuan adalah sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang proses dan mekanismenya telah sesuai dengan peraturan perundangan, yaitu PP No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa besaran sumbangan ditetapkan melalui rapat bersama orang tua siswa dan pengurus komite sekolah, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing orang tua.
Salam, aktivis mahasiswa dan tokoh dari Lembaga Riset dan Study Pembangunan Daerah (BANGSA INSTITUTE), menyampaikan pandangannya terkait isu ini.
Ia menegaskan bahwa meskipun kepala sekolah menyatakan adanya rapat dan persetujuan, transparansi serta validitas persetujuan itu perlu dipastikan. “Jika sumbangan yang disebut SPP itu bersifat memaksa dan tidak benar-benar disetujui oleh semua pihak secara sukarela, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai pungli yang melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016,” tegasnya.
Sorotan Terhadap Penggunaan Dana
Pungutan yang dilakukan tanpa perincian peruntukan yang jelas menimbulkan kekhawatiran tentang penyalahgunaan dana.
Berdasarkan laporan dari media tersebut, belum ada kejelasan terkait penggunaan dana tersebut. Hal ini membuka peluang terjadinya praktik penyimpangan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan.
Berbagai pihak menyerukan agar Aparat Penegak Hukum (APH) melakukan investigasi mendalam dan audit independen terhadap pengelolaan dana di SMAN 2 Padangsidimpuan. Tindakan ini diharapkan dapat mengungkap kebenaran dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
Publik berharap adanya transparansi yang lebih baik dalam pengelolaan dana pendidikan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat. “Semoga investigasi ini dapat mengungkap fakta yang sesungguhnya dan memberikan contoh bagi sekolah-sekolah lain tentang pentingnya akuntabilitas dalam sistem pendidikan,” tutup Salam.
Dengan langkah-langkah tegas dari pihak terkait, diharapkan seluruh praktik pengelolaan dana di sekolah bisa lebih terbuka, adil, dan mematuhi peraturan, sehingga dana yang ada benar-benar dimanfaatkan untuk kepentingan siswa.(P.Harahap)