Surga Illegal Fishing di Pantai Barat Sumut: Nelayan Kecil Terhimpit, Penegakan Hukum Dipertanyakan

Sibolga, jurnalpolisi.id


Perairan Pantai Barat Sumatera Utara, khususnya wilayah Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Kepulauan Nias, telah lama menjadi ‘surga’ bagi oknum pengusaha yang terlibat dalam kegiatan Illegal Fishing. Metode penangkapan ilegal seperti penggunaan Pukat Trawl dan Bom Ikan semakin marak terjadi, meskipun dampaknya terhadap lingkungan sangat merugikan. Hal ini diungkapkan oleh HS, salah satu anggota Satuan Tugas (SATGAS) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Tapanuli Tengah, dalam pernyataannya kepada awak media pada Selasa, 10 September 2024.

Menurut HS, kegiatan pengeboman ikan jelas melanggar Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, yang memperbarui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dimana pengeboman ikan dilarang keras. “Keberadaan Satgas HNSI di sini adalah untuk memantau kegiatan Illegal Fishing sesuai perintah dari DPC HNSI Tapteng,” ujar HS, merujuk pada Surat Perintah Tugas Nomor 001/SP/HNSI/TT/IX/2024.

HS menambahkan, Satgas HNSI datang untuk memverifikasi laporan masyarakat mengenai keberadaan kapal yang diduga terlibat dalam kegiatan bom ikan. Kapal tersebut diduga bersandar di tangkahan setelah melakukan bongkar muatan hasil tangkapan ikan.

Kegiatan Bom Ikan sangat meresahkan nelayan kecil di sepanjang pesisir Pantai Barat Sumatera Utara. Dampak terhadap lingkungan sangat besar, dan tidak jarang kecelakaan terjadi di antara anak buah kapal yang mengoperasikan bom ikan, yang berakibat pada luka serius, bahkan kematian. Illegal Fishing ini telah menimbulkan ketakutan dan keresahan di kalangan nelayan tradisional yang mengandalkan laut untuk mata pencaharian mereka.

HS menegaskan bahwa Satgas HNSI, sesuai dengan instruksi Pimpinan Pusat HNSI, berkomitmen untuk memberantas kegiatan Illegal Fishing dengan bekerjasama dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dan instansi terkait. “Kami akan segera melaporkan temuan ini kepada pimpinan untuk menentukan langkah selanjutnya,” ujarnya.

Saat disinggung mengenai temuan Satgas, HS mengkonfirmasi bahwa memang ditemukan kapal yang diduga digunakan untuk kegiatan bom ikan. Kapal tersebut, menurut HS, tidak memiliki Nomor Selar dan Nomor Lambung, yang seharusnya dimiliki oleh setiap kapal penangkap ikan resmi.

“Kami menemukan kapal tersebut tidak memiliki izin resmi dan ini tentu akan kami pertanyakan kepada instansi terkait,” tegas HS. Kapal ini diduga dimiliki oleh oknum berinisial AMR.B, yang dikenal sebagai pengusaha lokal.

Dengan temuan ini, Satgas HNSI berencana menyurati instansi terkait dan tak menutup kemungkinan untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum guna menindak lebih lanjut kegiatan ilegal ini. HS berharap agar aparat benar-benar menegakkan hukum dan memberantas Illegal Fishing di wilayah Pantai Barat Sumatera Utara yang selama ini meresahkan masyarakat.

Ironisnya, meskipun undang-undang telah jelas melarang praktek-praktek Illegal Fishing, kenyataan di lapangan menunjukkan lemahnya penegakan hukum. Oknum-oknum yang terlibat seringkali tidak tersentuh oleh hukum karena berbagai alasan, termasuk kemungkinan adanya perlindungan dari pihak berwenang atau ketidakpedulian pemerintah daerah. Kondisi ini membuat para nelayan tradisional semakin kehilangan harapan dan menambah derita mereka yang telah dirundung oleh persaingan tidak sehat dari para pengusaha besar yang menggunakan cara-cara ilegal.

HS menegaskan bahwa aparat penegak hukum dan pemerintah harus bertindak lebih tegas dan tidak memberikan ruang bagi pelaku llegal Fishingyang semakin merajalela. Jika tindakan ini dibiarkan terus terjadi, ekosistem laut akan hancur dan mata pencaharian nelayan kecil akan semakin terancam. Sudah saatnya pemerintah dan aparat hukum bertindak nyata untuk menghentikan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab ini. (P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *