Fenomena Konflik Jelang Revitalisasi Pasar Tradisional Banyuwangi
Mei 20, 2024
BANYUWANGI – jurnalpolisi.id
Resistensi atau penolakan dari Paguyuban pedagang pasar tradisional Banyuwangi adalah wujud nyata dampak kurangnya kesiapan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi dalam merencanakan wacana Revitalisasi Pasar Tradisional Banyuwangi.
Salah satu resolusi yang ditawarkan oleh Pemkab Banyuwangi sebagai langkah awal dimulainya Revitalisasi pasar tradisional, adalah relokasi terhadap ratusan pelapak dan PKL ke lokasi yang disediakan oleh Pemkab Banyuwangi, yakni Lahan Gedung Wanita Paramitha Kencana yang terletak di Jl. RA Kartini Banyuwangi.
Alih-alih melakukan relokasi, Pemkab Banyuwangi terkesan serampangan dan tanpa kajian yang tepat berkenaan dengan sarana prasarana pasar tradisional sementara itu, walhasil hal ini memicu penolakan dari sebagian besar warga yang tergabung dalam Paguyuban PKL “Joko Tole” Pasar Banyuwangi.
“Jangan salah, kami ini sangat mendukung program revitalisasi pasar yang dilakukan pemerintah pusat, tapi mbok ya relokasilah kami dengan layak,” cetus Agus Hariyono, Ketua Paguyuban pasar Banyuwangi, pada Minggu (19/05/2024) Malam.
Hasil penelusuran B-news.id, sejumlah 352 pedagang pemilik stand pasar dan lebih dari 250 pedagang stand luar pasar Banyuwangi adalah objek pungutan retribusi pasar di keseharian mereka dalam mengais rejeki berdagang di Pasar tradisional Banyuwangi.
“Kami menolak Relokasi, selain kajian kelayakan sarana prasarana relokasi, kami juga menuntut kepastian dari Pemkab Banyuwangi bahwa kami akan mendapatkan hak yang sama, terlebih mengenai nasib kami saat revitalisasi usai dilakukan,” ungkap Agus.
Nampak sejumlah spanduk penolakan dibentangkan oleh puluhan warga khususnya pengurus Paguyuban dan sejumlah aktivis pro masyarakat di beberapa titik area pasar Banyuwangi, salah satunya tepat berada samping Mall Pelayanan Publik (MPP) Banyuwangi.
Besarnya gelombang penolakan warga pedagang pasar tradisional Banyuwangi tak membuat Endras, Aktivis pegiat sosial jebolan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Banyuwangi pun geram dan turun tangan dalam membela kepentingan warga masyarakat pedagang Paguyuban pasar Banyuwangi ini.
“Ini tidak boleh dibiarkan, kelayakan sarana prasarana lokasi relokasi pasar sementara ini terkesan ngawur dan tanpa kajian mendalam oleh Pemkab Banyuwangi,” seru Endras dihadapan warga Paguyuban Joko Tole.
Dalam narasinya, Endras ungkapkan beberapa hal mendasar yang sempat di abaikan oleh Pemkab Banyuwangi dalam upaya merelokasi warga pedagang ke lokasi pasar sementara, selain berkenaan dengan keamanan dan kenyamanan pedagang, salah satu aspek yang disoroti oleh Endras adalah tentang Amdalalin.
“Berkenaan dengan Amdalalin misalnya, Pemkab lalai menangkap potensi permasalahan di kemudian hari, sebab revitalisasi ini bukan untuk jangka waktu yang sebentar saja namun bisa satu hingga satu setengah tahun,” jlentrehnya.
Amdalalin lanjut Endras, bukan hanya berbicara tentang pengelolaan sampah atau limbah semata, namun juga tentang dampak pada hilir mudik aktivitas perdagangan yang lazim dan rutin berlaku pada sebuah pasar, Endras mencontohkan kegiatan bongkar muat.
“Pasar tanpa ketersediaan lokasi bongkar muat, saya pastikan lalu lintas akan Chaos, silahkan tilik kegiatan pasar induk Genteng, Crowded tidak, semrawut tidak lalu lintasnya di Jam aktivitas pasar, runyam, sedang Pemda ada upaya menata itu, hehehe tidak ada,” kelakarnya.
Dalam pertemuan di salah satu sudut pasar Banyuwangi malam itu, terlahirlah satu kebulatan tekad, bahwa lebih dari 80% menolak relokasi pasar dan segera akan mengadukan nasib mereka ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banyuwangi.
“Dalam kesempatan malam ini, saya selaku Ketua Paguyuban, bersama mas Endras dan hampir lebih dari 80% pedagang pasar tradisional Banyuwangi menyatakan menolak relokasi, dan kami siap turun ke jalan hingga hearing ke DPRD guna mendapatkan kejelasan nasib kami kini dan nanti pasca revitalisasi,” pungkas Agus.
Investigasi B-news.id terhenti oleh fakta mencengangkan akan ketimpangan anggaran ratusan milyar dengan wujud sarana prasarana relokasi yang tak lebih baik daripada merelokasi pasar hewan, tak pelak bila pedagang kering seperti pedagang pakaian, sembako, perhiasan, peralatan rumah tangga dan elektronik.
Bertolak belakang dengan pernyataan SekKab Banyuwangi, Mujiono beberapa waktu lalu bahwa dirinya memastikan tempat relokasi yang layak, faktanya hanya bersekat selembar triplex dibagian sisi kanan kiri yang mungkin dapat dibilang layak bagi pedagang sayur mayur, buah-buahan, ikan dan sayur.(Irw)
Boby Tri Setya Hartanto