SD Negeri 2 Jambudipa Diduga Melakukan Sejumlah Pungutan Liar, Ada Apa Dengan Sektor Pendidikan di Bandung Barat?

BANDUNG BARAT, jurnalpolisi.id

Pungutan yang dibebankan pihak sekolah kepada orangtua murid pada satuan pendidikan dasar utamanya SD dan SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat (KBB) diindikasi sudah tergolong masif, terstruktur dan terorganisir. Pungutan dengan menciptakan ragam kegiatan ini diidentifikasi terinfeksi virus yang menggerogoti sendi-sendi perekonomian masyarakat, dan merusak citra pemerintah, khususnya dunia pendidikan.

Baru saja beberapa hari Jurnal Polisi News memberitakan dugaan praktik pungutan liar (Pungli) di SMP Negeri 3 Cisarua dan baru jarak satu mingguan memberitakan dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Parahyangan dengan cara memark up jumlah siswa.

Kali ini giliran SD Negeri 2 Jambudipa yang berlokasi di Jalan Kolonel Masturi No. 583 Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, KBB diduga kuat lakukan pungli berkedok uang kas dan uang swadaya.

Menurut informasi yang diterima Jurnal Polisi News dari narasumber yang identitasnya tidak ingin diketahui menyampaikan, bahwa orangtua siswa diwajibkan membayar uang swadaya setiap bulannya.

“Ada uang swadaya sebulannya Rp10.000,- kalau yang anak didiknya satu, kalau (orantua siswa) yang anak didiknya lebih dari satu, misalnya dua atau tiga dikurangi. Misal anaknya ini dua, satunya Rp7.500,- berarti sebulan Rp15.000,- itu perbulannya,” ungkapnya, Kamis (19/10/2023).

Terus, sambung narasumber mengatakan, ada uang kas yang harus dibayar oleh orangtua siswa sebesar Rp5.000,- per siswa.

“Itu untuk keperluan murid-murid jika ada yang sakit, jika ada keperluan mendadak,” ucapnya.

Selain adanya pungutan itu, disinggung Jurnal Polisi News, apakah ada pungutan yang lain di SD Negeri 2 Jambudipa. Menurut narasumber, biasanya kalau setiap ada kenaikan kelas atau perpisahan, pihak sekolah melakukan pungutan untuk kegiatan tersebut kurang lebih sebesar Rp10.000,- sampai dengan Rp15.000,- per siswa.

Masih dengan narasumber menuturkan, diberlakukannya pungutan-pungutan itu sudah atau telah berjalan kurang lebih dua tahun lamanya. Sedangkan pada jaman kakaknya saat menempuh pendidikan disekolah yang sama kurang lebih sekitar tiga tahun yang lalu tidak ada pungutan uang kas maupun pungutan uang swadaya.

“Tidak ada uang kas dulu mah, tidak ada uang swadaya, tidak ada uang kas. Cuma dapat Program Indonesia Pintar (PIP),” imbuhnya.

Yang lebih parahnya lagi, Tahun 2023 ini SD Negeri 2 Jambudipa telah mendapatkan bantuan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah untuk rehabilitasi 5 ruang kelas rusak dengan tingkat kerusakan minimal sedang beserta perabotannya sebesar Rp658.630.000,-. Dengan berjalannya progres rehabilitasi 5 ruang kelas itu, lebih lanjut narasumber menyampaikan, bahwa orangtua siswa kelas IV, V dan VI dipungut uang kembali oleh pihak sekolah sebanyak Rp10.000,- dengan modus untuk biaya pembangunan.

Terpisah, dihari yang sama Jurnal Polisi News berupaya mengkonfirmasi pihak sekolah SD Negeri 2 Jambudipa, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Salah satu guru yang diketahui bernama Iwan selaku guru olahraga menyampaikan bahwa dirinya tidak mengetahui soal adanya pungutan itu, dan Kepala Sekolah SD Negeri 2 Jambudipa juga baru-baru ini pensiun.

Perlu diingatkan, pemerintah sudah menghapus biaya pendidikan sampai jenjang SMA/SMK/MA. Namun masih saja ada dana yang masih harus dikeluarkan oleh orangtua siswa. Yang katanya di sekolah negeri itu gratis, hanya membayar uang seragam. Akan tetapi orangtua siswa masih harus membayar uang-uang yang lain agar anaknya bisa sekolah.

Lantas bagaimana nasib masyarakat kalangan bawah yang tidak mendapatkan bantuan biaya dari Pemerintah, apakah hanya bermodalkan niat saja untuk mencapai pendidikan yang tinggi? masa depannya pun belum terjamin.

Dan perlu diketahui juga, banyak anak-anak di Indonesia yang putus sekolah, bahkan tidak bersekolah karena alasan ekonomi. Mereka menghabiskan kesehariannya dengan mencari uang untuk biaya kehidupan sehari-hari yang seharusnya dilakukan oleh orangtua mereka, namun karena alasan ekonomi, mereka dituntut akan hal tersebut.

Semakin mahalnya biaya pendidikan di Indonesia dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah yang menerapkan sistem MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang realitanya dimaknai sebagai upaya untuk mobilisasi dana.

Sehingga dibentuklah komite sekolah dan segala bentuk pungutan uang sekolah lebih teratur. Namun, pada tingkat implementasinya, diindikasi tidak trasparan karena biasanya yang dipilih untuk menjadi komite sekolah adalah orang-orang yang dekat dengan kepala sekolah.

Dan, maraknya dugaan Pungli di dunia pendidikan khususnya di wilayah Pemkab Bandung Barat ini, diharapkan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 87 Tahun 2016 menunjukkan efektivitasnya untuk melakukan: sosialisasi, pencegahan dan penindakan, serta yustisi.

Pasalnya, Kepala Dinas Pendidikan KBB, beserta jajarannya hingga tingkat Kepala Sekolah diduga tidak paham atau tidak tau apa sesungguhnya alasan diterbitkannya Perpres tersebut, karena masih ditemukannya dugaan pungli yang membuat resah orangtua siswa pada satuan pendidikan dasar.

Selanjutnya, PJ Bupati Bandung Barat Arsan Latif masih sangat diharapkan menjadi tumpuan untuk mengevaluasi kinerja Kepala Dinas Pendidikan KBB beserta jajarannya. Sebab patut diduga adanya dugaan korupsi dan dugaan pungli di lini sektor pendidikan KBB, diindikasi adanya kolaborasi yang tersistematis dan terorganisir antara Dinas Pendidikan KBB dengan sekolah-sekolah.

Melalui pemberitaan ini juga, diharapkan Aparat Penegak Hukum memanggil pihak-pihak terkait untuk melidik semua kegiatan di Dinas Pendidikan KBB, karena diduga adanya unsur penyalahgunaan wewenang demi meraup keuntungan pribadi, kelompok maupun golongannya.

RED – INVESTIGASI
DRIVANA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *