Banyaknya Temuan BPK, Bukti Inspektorat Lampung Lemah.
Lampung – jurnalpolisi.id
Provinsi Lampung, banyaknya temuan BPK atas laporan keuangan Pemprov Lampung tahun 2022, yang mengungkap penyimpangan atas ketentuan perundang-undangan serta praktik berindikasi korupsi di lingkaran perangkat daerah, membuktikan lemahnya Inspektorat dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Demikian dikatakan Direktur Masyarakat Peduli Demokrasi & Hukum (MPDH) Provinsi Lampung, Jupri Karim, Minggu (3/9/2023).
“Jika Inspektorat Lampung bekerja sesuai tugas dan fungsinya sebagaimana Peraturan Gubernur Lampung Nomor 61 Tahun 2016, saya optimis kinerja jajaran perangkat daerah di lingkungan Pemprov Lampung akan terus membaik. Sekaligus bisa terwujud reformasi birokrasi secara terukur yang berdampak nyata pada semakin berkurangnya temuan BPK pada setiap tahun anggaran,” urai Jupri Karim.
Seperti dikutip dari KBNI
Dikatakan, pada Pergub Nomor 61 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tatakerja Inspektorat Provinsi Lampung, pada pasal 5 ayat (2) huruf h dinyatakan, Inspektorat melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan reformasi birokrasi dan pencegahan korupsi. Sedang pada huruf i dinyatakan, Inspektorat melaksanakan pembinaan dan pengawasan sistem pengendalian internal pemerintah.
“Menilik dari pasal 5 ayat (2) Pergub Nomor 61 Tahun 2016 itu saja, bisa sama-sama dipahami oleh seluruh masyarakat Lampung bahwa masih banyaknya program pembangunan Pemprov Lampung yang bermasalah selama ini dan menjadi temuan BPK, ya karena pejabat di Inspektorat yang lemah. Atau bahkan bisa saja tidak memahami tentang tugas dan fungsi institusinya sendiri,” sambung pengamat politik, hukum, dan pemerintahan dari UIN Radin Inten Lampung ini.
Mengacu pada Pergub 61/2016, Jupri Karim menilai, sebenarnya keberadaan Inspektorat sangat strategis dalam membangun reformasi birokrasi yang bersih dari berbagai penyimpangan, utamanya terkait penggunaan anggaran.
“Sangat disesalkan selama ini Inspektorat yang menurut aturan bertanggungjawab langsung kepada gubernur, realitanya sangat lemah dalam implementasi tugas dan fungsi serta tatakerjanya. Akibatnya, dari tahun ke tahun bisa dibilang tidak ada perbaikan dalam tatanan birokrasi di lingkungan Pemprov Lampung,” tambah Jupri Karim.
Mengenai faktor yang membuat Inspektorat selama ini lemah dalam menegakkan aturan, aktivis muda ini menjelaskan, ada beberapa. Mulai dari penempatan pejabat yang kurang tepat, hingga adanya “tradisi” turun-temurun di lingkungan perangkat daerah menyiapkan “saving dana” spesial bagi tim Inspektorat yang melakukan pemeriksaan.
“Kalau faktor pejabatnya kurang tepat ditempatkan di Inspektorat, nilainya kecil. Karena mereka bisa belajar. Faktor terbesar yang membuat Inspektorat lemah, tidak lain adalah adanya ‘uang pemeriksaan’ yang telah disiapkan secara khusus oleh setiap perangkat daerah untuk tim yang melakukan pemeriksaan. Hal ini sudah menjadi tradisi dan semua ASN di Pemprov Lampung juga tahu,” imbuhnya.
Dijelaskan, bila Inspektorat yang merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintah daerah saja banyak menerima upeti, maka jangan disalahkan perangkat daerah lainnya terus menerus melakukan penyimpangan.
“Yang pasti, akibat lemahnya Inspektorat dalam menjalankan tugas dan fungsinya, membuat reformasi birokrasi pada perangkat daerah di lingkungan Pemprov Lampung, tidak berjalan,” tutur Jupri Karim.
Ia mencontohkan lemahnya kinerja Inspektorat terkait dengan temuan BPK RI Perwakilan Lampung menyangkut pemberian beasiswa selama lima tahun berturut-turut kepada SMA Kebangsaan dengan total mencapai belasan miliar rupiah. Lalu adanya tim pengawas pelaksanaan BOS 2022 yang terbukti menerima sejumlah uang dari para kepala sekolah.
“Yang sangat memalukan adalah adanya pegawai d Bapenda Lampung yang sudah mendapat insentif tetapi masih menerima TPP, yang menurut temuan BPK jumlahnya hampir Rp 1 miliar dalam setahun. Kalau hal-hal semacam ini dianggap peristiwa biasa, tentu sangat disesalkan,” kata Jupri Karim seraya mengingatkan, semua kekuasaan ada akhirnya dan kematian akan datang untuk kemudian masing-masing dimintai pertanggungjawaban pada pengadilan Tuhan.
Seperti diberitakan sebelumnya, akibat amburadulnya tata kelola penggunaan APBD pada perangkat daerah di lingkungan Pemprov Lampung era Gubernur Arinal Djunaidi, serta lemahnya pengendalian internal dari Inspektorat, terungkap beberapa masalah dari ketidakprofesionalan ASN yang mendapat tugas mengelola keuangan.
Misalnya, sekitar 128 ASN di lingkungan Pemprov Lampung yang tengah cuti besar pada tahun 2022 lalu, tetap mendapat pembayaran tunjangan umum dan tunjangan fungsional.
Tak ayal, hal semacam ini menjadi temuan BPK RI Perwakilan Lampung atas Laporan Keuangan Pemprov Lampung Tahun 2022. Diuraikan oleh BPK, akibat tata kelola keuangan tidak sesuai ketentuan tersebut, terdapat kelebihan pembayaran sebanyak Rp 140.580.000. Akibat lemahnya pengawasan sistem pengendalian internal ini, ke-128 ASN harus mengembalikan uang tunjangan yang sudah mereka terima.
Yang paling parah terjadi pada seorang pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lampung.
BPK mengungkap adanya pembayaran insentif pemungutan pajak dan retribusi daerah kepada satu orang ASN yang bertugas di Bapenda Lampung, dan juga menerima tambahan penghasilan pegawai (TPP) berdasarkan beban kerja sebesar Rp 929.518.160 selama satu tahun. Jumlah dana ini setelah dikurangi potongan BPJS dan PPh Psl 21.
Atas adanya kelebihan pembayaran uang rakyat pada APBD Lampung hampir Rp 1 miliar itu, BPK merekomendasikan yang bersangkutan mengembalikan ke kas daerah.
Rekomendasi BPK atas tata kelola penggunaan keuangan yang tidak sesuai ketentuan ini, mengacu pada Peraturan Gubernur Lampung Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pemberian Tambahan Penghasilan Bagi ASN di Lingkungan Pemprov Lampung, dimana terdapat aturan yang menyatakan bahwa kepada penerima tambahan penghasilan berupa jasa pelayanan, insentif pemungutan pajak dan retribusi serta tunjangan sertifikasi, tidak dapat diberikan TPP berdasarkan beban kerja atau kondisi kerja.
Siapa pegawai Bapenda Lampung yang mendapat kucuran insentif pajak sekaligus TPP hampir Rp 1 miliar dalam satu tahun tersebut? Sumber media ini menduga, ia merupakan salah satu petinggi di instansi pimpinan Adi Erlansyah itu.
“Termasuk bos di Bapenda. Kalau mau tahu siapa orangnya, langsung saja tanya ke Kepala Bapenda,” kata sumber itu.
Sayangnya, Adi Erlansyah belum dapat dikonfirmasi. Menurut staf Bapenda, Adi sangat jarang ke kantor Bapenda, karena lebih konsentrasi menjalankan tugas sebagai Pj Bupati Pringsewu.
Buruknya tata kelola penggunaan keuangan pada perangkat daerah hasil temuan BPK RI Perwakilan Lampung yang dikeluarkan Mei 2023, juga menyangkut adanya pembayaran gaji kepada satu orang pegawai di lingkungan Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Lampung, yang telah diberikan hukuman disiplin penurunan pangkat. Menurut BPK, telah terjadi kelebihan pembayaran kepada ASN tersebut sebesar Rp 1.624.188.
Hal hampir sama juga terjadi pada seorang ASN di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral. Yang bersangkutan telah diberhentikan karena hukuman disiplin, namun bendahara tetap melakukan pembayaran gajinya. Sehingga terdapat realisasi pembayaran gaji setelah SK pemberhentian dikeluarkan sebesar Rp 15.470.000.
Pun terjadi kelebihan pembayaran tunjangan umum kepada dua ASN pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang tengah tugas belajar, sebanyak Rp 7.215.000.
Menurut temuan BPK, realisasi belanja pegawai pada tahun anggaran 2022 yang tidak sesuai ketentuan mencapai Rp 1.094.507.348, dengan jumlah ASN yang terlibat dalam hal ini sebanyak 133 orang.
Ironisnya, dari temuan Rp 1.094.407.348 itu, sampai April 2023 para pihak terkait baru mengembalikan kelebihan pembayaran dengan menyetor ke kas daerah sebesar Rp 6.300.000. Yaitu dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan sebanyak Rp 3.780.000 pada tanggal 17 April 2023, dan dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Rp 2.520.000 yang disetorkan juga pada tanggal 17 April 2023.
Dengan demikian, kelebihan pembayaran akibat amburadulnya tata kelola keuangan dan lemahnya pengawasan sistem pengendalian internal pemerintah sebagai salah satu tugas Inspektorat, dana tercecer yang belum dikembalikan kepada kas daerah sebanyak Rp 1.088.107.348.
Tarman. Karo Lampung Jurnalpolisi.id