ANTISIPASI DAMPAK UMBUL TELOMOYO DI BOR, TOKOH MASYARAKAT ADAT DESA KEBONDOWO DIRIKAN POS KOORDINASI

Kab. Semarang – jurnalpolisi.id

Tokoh Masyarakat Adat Banyubiru berinisiatif dirikan Pos Koordinasi atau Posko Masyarakat terkait tindak lanjud rencana Proyek Exsplorasi Panas Bumi sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang berlokasi di Candi Umbul Telomoyo,

Sebagaimana sosialisasi yang telah dilaksanakan oleh PT. Geo Dipa Energi selaku stakeholder pada 17 Juli 2023 yang dihadiri oleh sejumlah tokoh masyarakat dan pemerintah desa di Aula Kecamatan Banyubiru. Sosialisasi tahap awal yang dilaksanakan dan di hadiri oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Semarang, Suratno, SH.MH, PT Geo Dipa Energi selaku stakeholder, Scofindo selaku konsultan lingkungan, Forkopincam Banyubiru mendapat respon serta beragam tanggapan dari berbagai elemen masyarakat yang hadir, baik yang pro maupun kontra akan dampak-dampak tentang adanya rencana pengeboran sumber panas bumi di Desa Kemambang dan Wirogomo tersebut.

Dalam acara sesi tanya jawab yang awak media rangkum secara ringkas dari salah satu tokoh masyarakat serta adat Desa Kebondowo yaitu Dr. H. Anis Supriyadi, atau yang akrab di panggil “Anis” tersebut memberikan pertanyaan juga himbauan kepada para nara sumber yang hadir waktu itu dengan menyatakan,

“Masyarakat harus selalu waspada, bukan hanya empat desa saja yang nantinya akan berdampak (Banyubiru, Kebondowo, Kemambang dan Wirogomo), Jika kajian dan regulasinya dilaksanakan tidak secara sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin nantinya Banyubiru pada umumnya yang akan mendapatkan efek negatifnya”.

Sambungnya,“Himbauan saya jangan sampai kegiatan exsplorasi panas bumi ini berdampak sebagaimana pengeboran gas bumi yang terjadi di Lapindo, oleh sebab itu dinas-dinas terkait baik itu kabupaten dan provinsi harus turut hadir memberikan sosialisasi, diskusi terbuka dengan masyarakat serta benar-benar melakukan kajian dan pengawasan yang mendalam sebagaimana Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Semarang. Amdal harus sejalan dengan Mitigasinya secara kontinyu, jangan sampai mitigasi hanya dilakukan diatas meja saja, supaya proyek tersebut nantinya benar-benar aman, nyaman dan bermanfaat untuk masyarakat”.

Anis juga menegaskan, “Sudah menjadi hal biasa jika nanti permasalahan pasti munculnya ada dipertengahan jalan, sehingga jangan sampai saat nanti masyarakat melakukan protes dan kritis dari akibat yang kurang tepat, maka masyarakat akan dianggap sebagai provokator”.

Didapati keterangan Dr. H. Anis Supriyadi adalah Ketua DPC Lembaga Aliansi Indonesia (LAI) Kab semarang, sekaligus mantan ketua komisi A. DPRD Kabupaten Semarang, maka tidak salah dan sudah barang tentu jika sikap kritisnya tersebut adalah bentuk kontrol sosial akan tanggung jawabnya, serta kepedulian akan dampak yang semisal terjadi dikemudian hari.

Dalam wawancara terpisah, Anis menambahakan pula dari sudut pandang sejarah, “Jika dulunya wilayah banyubiru adalah sebuah gunung purba atau disebut gunung Kelir, Dan lokasi tempat yang akan dilakukan pengeboran itu, adalah lereng daripada gunung kelir itu sendiri. Dalam kaitan apakah hal tersebut benar-benar sudah dilakukan kajian yang mendalam, gunung Kelir adalah gunung besar pada masanya, letusanya mengakibatkan terjadinya daratan yang sekarang ini kita tempati,“ Pungkasnya.

Dari tanggung jawab besar sebagai tokoh dilingkunganya, baik segi sosial serta kebudayaan tersebutlah maka, Anis menginisiatori terbentuknya pos koordinasi atau posko masyarakat di Rumahnya, Lingkungan Kauman, desa Kebondowo. Rumah Pos Koordinasi harapanya nanti dapat menampung aspirasi dan informasi bagi masyarakat Banyubiru, serta menjadikan wadah bagi kepentingan dari berbagai pihak, baik masyarakat Banyubiru pada umumnya maupun pemangku kepentingan.

Harus di akui dan disadari bersama oleh berbagai pihak, dalam kebijakan memanfaatkan dan mengembangkan sumber energi panas bumi atau geotermal memang bukanlah hal yang mudah, tentu ada resiko eksplorasi, isu lingkungan hidup dan yang paling pentingnya lagi adalah, para pihak serta pemerintah melaksanakan kebijakan yang tepat, sehingga akan benar-benar berdampak positif di masyarakat, bahkan dapat menjadikan masyarakat sebagai pihak yang paling diuntungkan sebagaimana amanat undang-undang Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

(Kordinator liputan Jateng & Diy Muchyidin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *