Prof. Zainuddin Maliki Anggota DPR RI Komisi X Sesalkan Praktek Perjokian Pembuatan Karya Ilmiah Syarat Jadi Guru Besar

Jakarta –  jurnalpolisi.id

Prof. Dr. H. Zainuddin Maliki, M.Si., anggota DPR-RI periode 2019–2024 menyatakan ada praktek perjokian di dunia akademik terkait dengan pembuatan karya ilmiah sebagai syarat kelulusan. Bahkan juga perjokian pembuatan karya ilmiah sebagai syarat pembuatan gelar guru besar, sangatlah menyedihkan.

“Apa yang terjadi di perguruan tinggi negeri maupun swasta di kota-kota besar di Indonesia sungguh sesuatu yang menyedihkan dan sangat memprihatinkan,” kata Prof. Zainuddin sapaan akrabnya saat diwawancarai Gus Din wartawan senior, Selasa (14/02/2023) di Jakarta.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) mengatakan, kasus ini mengingatkan dirinya pada tulisan Kunio Yoshihara tentang Erzatz Capitalism atau kapitalisme semu. Tulisan Kunio Yoshihara ini dituangkan dalam bukunya The Rise of erzats capitalism in Southeast Asia. Munculnya kapitalisme semu di Asia Tenggara.

“Yang dia maksud dengan kapitalisme semu adalah perilaku pelaku bisnis yang menumpuk-numpuk kekayaan bukan didasarkan kepada budaya achievement dan moralitas entrepreneurship yang kuat. Melainkan didasarkan kepada jaringan kroni yang dia bangun dengan kalangan birokrat. Oleh karena itu di Indonesia kita mengenal istilah Kabir atau kapitalisme birokrat,” tutur Anggota DPR RI Komisi X ini

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh sejumlah akademisi melakukan tindakan permisif, dalam hal ini melakukan perjokian dalam pembuatan karya ilmiah adalah mirip seperti kapitalisme semu, Dimana untuk tidak mengatakan persis dengan apa yang dilakukan oleh para kapitalis semu itu.

“Mereka (red-pelaku dan pengguna jasa perjokian) berusaha mengejar gelar akademis dengan cara-cara permisif, bukan didasarkan kepada moralitas intelektual dan budaya akademik yang kuat,” sambung Prof. Zainuddin.

Katanya, dari akademisi yang bermoralitas permisif seperti ini hanya akan melahirkan manusia-manusia atau sarjana-sarjana yang bukan hanya diragukan kompetensinya tetapi juga integritasnya. Praktek perjokian ini juga hanya akan melahirkan sarjana dan guru-guru besar seolah-olah atau seolah-olah sarjana dan atau guru besar.

“Karena itu, negeri ini membutuhkan sarjana-sarjana yang autentik dengan kompetensi dan integritas yang bisa dipertanggungjawabkan,” sesal ungkap Mantan Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur ini.

Terakhir Prof. Zainuddin mengutarakan, mudah-mudahan dunia perguruan tinggi kita segera menyadari praktek-praktek permisif ini, untuk segera dihentikan. Harapannya kemudian perguruan tinggi kita bisa menyiapkan manusia-manusia yang terdidik dan bermental kuat.

“Percayalah bahwa negeri ini akan maju dan berada di halaman depan, dalam pergeseran kekuatan Global dari Barat ke Asia. Apabila negara ini dipimpin oleh manusia-manusia yang terdidik dan bermental kuat,” pungkas Mantan Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jawa Timur ini. (red)

Penulis: Syafrudin Budiman SIP / Gus Din

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *