LARM-GAK ; Brotoseno Tidak Dipecat Oleh Polri Mencerminkan Buruknya Semangat Anti Korupsi
Surabaya – jurnalpolisi.id
Lembaga Advokasi Rakyat Merdeka Gerakan Anti Korupsi (LARM-GAK) melayangkan kritik keras kepada Polri lantaran masih menerima AKBP Raden Brotoseno sebagai anggota meskipun yang bersangkutan merupakan mantan narapidana kasus suap, LARM-GAK memandang langkah Mabes Polri yang tidak kunjung memecat Brotoseno itu mencerminkan rendahnya semangat pemberantasan korupsi dalam tubuh Korps Bhayangkara, mengingat Brotoseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan praktik korupsi dan dikenakan hukuman selama lima tahun penjara.
Kembalinya yang bersangkutan sebagai anggota kepolisian aktif menjelaskan semangat antikorupsi yang sangat buruk di institusi Polri, ujar Sekjen LARM-GAK, Baihaki Akbar, Jumat (3/6/2022).
Padahal menurut LARM-GAK, pemecatan Brotoseno dari kepolisian seharusnya sudah tidak lagi dipersoalkan dan menjadi keputusan mutlak pasca penetapan vonis dari pengadilan. Hal itu juga dinilai telah termuat dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam aturan tersebut secara jelas telah disebutkan bahwa Anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat apabila dipidana penjara berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.
Dalam konteks Brotoseno, LARM-GAK memandang syarat pertama telah terpenuhi lewat putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap yang bersangkutan.
Sedangkan satu syarat lainnya atau yang kerap disebut sebagai sidang kode etik mestinya langsung memberhentikan Brotoseno karena ia melakukan kejahatan dalam jabatan dan telah dibuktikan saat proses persidangan, jelasnya.
Karenanya, LARM-GAK menilai alasan Polri terkait keaktifan Brotoseno karena telah divonis bebas pada tahun 2018 lalu terkesan dipaksakan dengan argumentasi yang sangat mengada-ngada.
Lantaran bersifat kontradiktif dengan poin pertama putusan etik Brotoseno yang menegaskan adanya perbuatan menerima suap dari tersangka saat ia menjabat sebagai Kepala Unit V Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
“Pertanyaan lanjutannya, mengapa hasil putusan etik menyatakan Brotoseno terbukti melakukan perbuatan korupsi, lalu dalam kesempatan lain seolah-olah diabaikan dengan dalih pihak Penyuap telah divonis bebas,” tuturnya.
Selain itu, LARM-GAK juga mempertanyakan alasan perilaku Brotoseno yang dinilai baik saat menjalani masa pemidanaan di lapas yang dijadikan sebagai salah satu pertimbangan, LARM-GAK menilai reward bagi terpidana yang berkelakuan baik bukanlah urusan Polri, melainkan Pemerintah melalui rekomendasi dari lapas.
Lebih jauh, pernyataan Brotoseno yang dinilai berprestasi selama menjalankan dinas di kepolisian pun dirasa janggal oleh LARM-GAK, mereka memandang, yang seharusnya dipertimbangkan ialah substansi kejahatannya, bukan malah berkaitan dengan masa lalu Brotoseno.
Bagaimana mungkin seseorang yang menggunakan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum dianggap berprestasi, bukankah perbuatan itu justru merendahkan institusi Polri sendiri, Pungkasnya.
( Joko )