Pertahankan Tanah Sendiri, Amaq Sahir Justru di Polisikan, Dipaksa Tanda Tangan Perdamaian oleh Oknum Polisi.
Mei 20, 2022
Lombok Timur – jurnalpolisi.id
Sahir seorang Warga Dusun Darma, Desa Tanak Kakan, Kecamatan Sakra Barat, Kabupaten Lombok Timur, dituduh menghalang-halangi pembangunan rumah di lahan yang secara administrasi masih merupakan milik ahli waris H. Safi’i (Alm).
Amaq Sahir merupakan salah satu ahli waris dari H. Safi’i (almr) tersebut akhirnya dilaporkan ke Polisi oleh SR (inisial) yang mengklaim bahwa telah membeli tanah itu seluas 18 are milik H Safi’i dari salah satu ahli warisnya (anak saudara sepupu Sahir).
Merasa telah menjadi haknya, SR yang merasa diganggu atas pembangunan rumah di tanah tersebut yakni di jalan raya Sakra Barat itu akhirnya melaporkan Sahir ke Polres Lombok Timur atas tuduhan penggeregahan atas rumah yang akan dibangun SR.
Saat diwawancara media, Sahir yang merupakan salah satu cucu Kandung dari 9 anak H Safi’i mengatakan bahwa ia tidak pernah merasa mengganggu. Apalagi mengancam. Sebab baginya, lahan warisan kakeknya itu belum dibagi kepada semua ahli waris, jelasnya
“Lahan atas nama Almarhum H Safi’i ini seluas 4 hektare lebih. Nah, 20 are yang berada samping rumah saya (Sahir) itu juga belum dipecah. Jadi masih hak semua ahli waris. Kok tiba-tiba ngaku sudah dibelinya? Mana akte jual belinya? Mana bisa juga BPN menerbitkan sertifikatnya?” kata dia heran.
Didampingi beberapa ahli waris lainnya, Sahir membenarkan bahwa memang ada salah satu saudaranya yang tidak sepaham dengan mereka. Akan Tetapi tidak mungkin melakukan penjualan sebagian lahan dari sekitar 4 hektare lahan milik H Safi’i. Lantaran keseluruhan lahan ini belum bersertifikat hak milik. Namun SPPT – nya masih atas nama H Safi’i dan PBB-nya pun tetap dibayarkan seluas 8.519 meter persegi tersebut oleh ahli waris sampai tahun 2022 ini .
“Luas lahan tersebut tidak berkurang sedikitpun, dari awal H Safi’i masih hidup hingga saat ini luasnya tetap. Lalu bagaimana SR mengklaim telah membeli 18 are dari lahan tersebut, sedang luas di SPPT tersebut tetap hingga kini,” ujar pria parobaya itu heran.
Kemudian lanjutnya, bagaimana mungkin saudara SR yang merupakan oknum advokat itu melaporkan dirinya atas tuduhan mengganggu pembangunan rumah di lahannya. Sementara dari seluruh ahli waris, tidak pernah menandatangani surat jual beli kepada SR.
Namun atas laporan tersebut, Sahir mengaku sempat didatangi oleh pihak kepolisian Polres Lombok Timur untuk disuruh menandatangani surat perjanjian damai.
“Saya kaget, saya kan tidak pernah bentrok dengan siapapun. Kenapa harus ada surat damai? Karena adanya tekanan dari oknum polisi tersebut, akhirnya saya menandatangani surat yang saya sendiri tidak baca apa isinya. Di samping itu saat polisi ke rumah, saya sedang sakit. Tetapi waktu itu saya dipaksa menandatangani surat yang kata Polisi tersebut surat damai bahwa bapak tidak akan mengancam dan mengganggu pembangunan rumah yang dibangun SR di atas lahan miliknya tersebut,” ulas Sahir meniru ucapan oknum polisi itu.
Usai waktu itu, Sahir dan Keluarganya tetap ngotot tidak merelakan tanah warisan keluarganya diambil paksa tanpa ada surat jual beli yang sah.
“Saya tantang pihak manapun yang mengklaim saya ganggu lahannya ini. Kalau memang merasa punya mereka silakan tuntut saya dan keluarga. Kami yakin karena ini memang masih hak saya dan semua ahli waris lainnya,” tantangnya balik.
Melihat proses tersebut Sahir menduga bahwa oknum polisi tersebut berpihak kepada saudara SR.
Hingga berita ini diturunkan, SR belum bisa dihubungi untuk mendapatkan konfirmasi terkait masalah ini. Begitu pula dengan Kepala Desa Tanak Kakan maupun juga oknum Polisi yang diduga telah memaksa Sahir menandatangani surat perdamaian.
(GJI)