Lahan Segera Di-Appraisal, Warga Wadas Menatap Harapan Baru
Maret 6, 2022
Purworejo – jurnalpolisi.id Progres pembangunan Bendungan Bener memasuki babak baru. BPN Kabupaten Purworejo beserta sejumlah tokoh telah melaksanakan Penandatanganan Berkas Yuridis Inventarisasi dan Identifikasi Bidang Tanah Quarry dalam rangka Pembangunan Bendungan Bener Tahap II. Kegiatan itu bertempat di rumah Sekdes Kaliwader Kecamatan Bener, Sri Mulyani, pada Sabtu (5/3/2022) pagi.Sejumlah tokoh dan pejabat yang hadir antara lain dari BPN Purworejo, Nurhasyim (Lurah Cacaban Kidul), aktivis LBH Nyi Ageng Serang, serta Sabar (Korlap Wadas Cerdas). Penandatanganan Tahap II tersebut semula menargetkan 136 berkas bidang tanah milik warga Desa Wadas. Namun, terdapat 2 warga tidak hadir sehingga total yang ditandatangani hanya sebanyak 134 bidang. Sedangkan dalam Penandatanganan Tahap I, dilakukan terhadap 163 berkas bidang lahan warga. Dari kedua kegiatan ini, total 297 lahan telah ditandatangani berkas yuridis inventarisasi dan identifikasi lahannya. Penandatanganan ini membuka harapan warga di Wadas, lahannya segera di-appraisal dan dibayar oleh pemerintah. Sebab, penandatanganan berkas yuridis merupakan awal dari kegiatan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menaksir (apraisal) nilai lahan warga. Setidaknya terdapat tiga penjelasan utama pentingnya proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener untuk kemajuan bangsa sekaligus memenuhi harapan warga. Pertama, mereka amat mengharapkan lahan yang dinilai tinggi akan memberikan modal untuk membuka usaha baru dan membeli lahan pengganti di tempat lain. Maklum, selama ini proyek strategis nasional selalu dikenal memberi ganti untung pada lahan warga yang dibebaskan untuk kepentingan proyek tersebut. Kedua, penambangan andesit di desa Wadas menciptakan penghematan yang luar biasa bagi pembangunan bendungan Bener. Konon 1,9 triliun rupiah bisa dihemat pemerintah bila penambangan dilakukan di desa Wadas. Kesediaan warga Wadas yang merelakan desa mereka dijadikan lahan tambang andesit merupakan salah satu bentuk pengorbanan dan patriotisme yang bernilai tinggi. Nilai 1,9 triliun yang dihemat, dapat dialokasikan pemerintah untuk kegiatan lain yang juga meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ketiga, proyek Bendungan Bener merupakan harapan baru bagi warga khususnya di Jawa Tengah bagian selatan. Proyek ini memberikan harapan bagi perkembangan ekonomi warga karena akan mengairi lahan seluas 15.069 Ha, mengurangi debit banjir sebesar 210 M³/detik dan menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 M³/detik. Keempat, tenaga listrik yang dihasilkan dari proyek bendungan ini diperkirakan mencapai sebesar 6 Mega Watt. Jumlah energi listrik yang fantastis karena dapat mendukung cadangan listrik dari sejumlah daerah di Jawa Tengah bahkan sebagian Jawa barat. Warga Wadas yang pro penambangan andesit juga menyadari, setiap perubahan akan membawa dampak. Namun apabila sisi positif jauh lebih besar daripada dampak negatif, maka sebuah perubahan tak ada salahnya tetap dilaksanakan. Bukankah ada tenaga ahli berkompeten yang juga dilibatkan untuk menganalisa dampak lingkungan dari perubahan dimaksud dalam hal ini proyek strategis nasional Bendungan Bener? Bukankah pemerintah membangun sebuah proyek strategis nasional ditujukan untuk kebaikan warga negaranya? Bukankah para wakil rakyat juga menyuarakan kepentingan masyarakat bila ada sesuatu yang tak beres dengan proyek ini? Warga Wadas pro penambangan andesit sepertinya telah belajar dari sejumlah penentang pembangunan proyek Semen Rembang. Proyek strategis nasional di timur Jawa Tengah itu juga sempat diramaikan pro-kontra. Sejumlah penentang ditambah kepentingan mafia tanah membuat proyek tersebut sempat terhenti. Para pemuda yang kerap berdemo menentang proyek pembangunan pabrik Semen Rembang menatap fakta baru. Mereka kebingungan karena banyak remaja lain memperoleh pekerjaan di pabrik semen itu. Kesejahteraan para pekerja pabrik meningkat bahkan tak ragu memamerkan motor baru hasil jerih payahnya sebagai pekerja pabrik. Sementara mereka sendiri tak beranjak dari status pengangguran dan kesulitan menemukan lahan pekerjaan di daerah mereka sendiri. Ketika ditanya alasan tak turut menjadi pekerja pabrik, para remaja yang dulu menentang itu menyatakan terlanjur malu. “Kami malu karena dulu sangat getol menentang pembangunan pabrik Semen Rembang,” kata mereka. “Kami memang butuh pekerjaan, tapi kalau harus melamar ke Semen Rembang, kami terlanjur malu,” ujar mereka malu-malu. (Arif JPN)