Headlines

Ancaman Konflik Sosial! Sengketa Lahan PLTA Simarboru Belum Juga Diselesaikan

Tapanuli Selatan, jurnalpolisi.id

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Simarboru berkapasitas 510 MW yang sedang dikerjakan oleh PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) berada di tiga wilayah kecamatan, yaitu Sipirok, Marancar, dan Batang Toru (Simarboru), Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

Lokasi lahan yang digunakan untuk pembangunan PLTA ini merupakan bagian dari Keluatan (Tanah Wilayat) Sipirok.

Namun, sejak peresmian proyek PLTA pada tahun 2012 hingga saat ini, pihak pengelola proyek tidak pernah mengajukan permintaan resmi kepada Raja Luat Sipirok terkait penggunaan lahan tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Wim Raja Parmuhunan Siregar, sebagai perwakilan dari Keluatan Sipirok, menyampaikan keluhannya kepada Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Elang Tiga Hambalang NKRI Sumut, Ardi Yunus Siregar.

“Pihak pengelola PLTA Simarboru tidak menghargai Raja Luat Sipirok yang memiliki hak atas tanah Keluatan Sipirok. Sampai saat ini, tidak ada komunikasi ataupun izin resmi yang diminta kepada pihak yang berhak,” ujar Wim Siregar pada Selasa (25/03/25).

Ia menambahkan bahwa pembangunan PLTA tersebut sepenuhnya berada dalam wilayah Keluatan Sipirok.

Oleh karena itu, penyelesaian sengketa lahan ini menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan ketegangan di masyarakat.

“Sengketa lahan ini harus segera diselesaikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam proyek ini. Jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan memunculkan konflik sosial yang lebih luas di wilayah-wilayah yang terkena dampak,” tegas Wim Siregar.

Menyikapi persoalan ini, Ketua DPP Elang Tiga Hambalang NKRI Sumatera Utara, Ardi Yunus Siregar, mendesak Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, untuk segera turun tangan dalam menyelesaikan sengketa ini.

Ia juga meminta pihak pengelola PLTA Simarboru untuk memberikan penjelasan kepada pihak Keluatan Sipirok mengenai penggunaan lahan yang telah dimanfaatkan dalam proyek ini.

“Penyelesaian permasalahan ini sangat krusial. Oleh karena itu, Bupati Tapanuli Selatan yang baru, Gus Irawan Pasaribu, memiliki tanggung jawab besar untuk bersikap bijak dan tegas dalam menyikapi potensi konflik sosial yang bisa muncul akibat proyek ini,” tutup Ardi Yunus Siregar.

Dengan adanya desakan dari berbagai pihak, diharapkan penyelesaian sengketa lahan ini dapat segera dilakukan demi menjaga kondusivitas sosial dan memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat tetap dihormati dalam pembangunan infrastruktur berskala besar.(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *