Dugaan Kriminalisasi Bisnis! Kuasa Hukum Tantang Polisi di Praperadilan Heruwanto Joni

Jakarta – jurnalpolisi.id
Sidang praperadilan yang diajukan pengusaha Heruwanto Joni di Pengadilan Negeri Jakarta Utara terus menjadi sorotan. Melalui tim kuasa hukumnya dari LBH Indonesia Satu, Joni menantang keabsahan penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik Polres Metro Jakarta Utara. Kuasa hukum menilai ada banyak kejanggalan dalam proses hukum ini, yang mengarah pada dugaan kriminalisasi bisnis.
Sidang praperadilan ini merupakan langkah hukum untuk menguji apakah penetapan tersangka terhadap Heruwanto Joni sudah sesuai dengan prosedur atau tidak. Menurut Nur Riyanto Hamzah, S.H., M.H., M.Kn., atau yang akrab disapa Riyan, kasus ini menunjukkan adanya ketidakwajaran dalam proses hukum yang dilakukan kepolisian.
Dari Saksi Jadi Tersangka dalam Sehari, Ada Apa?
Menurut Riyan, penetapan status tersangka terhadap kliennya dilakukan secara mendadak tanpa adanya pemeriksaan awal yang memadai.
“Klien kami datang ke Polres Metro Jakarta Utara sebagai saksi, tapi pulang-pulang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Tidak ada pemeriksaan lanjutan, tidak ada kesempatan membela diri, bahkan surat perintah penyelidikan pun tidak jelas. Ini prosedur yang sangat bermasalah,” ujar Riyan saat ditemui usai sidang, Senin (17/2).
Kuasa hukum juga menyoroti pemanggilan yang tidak sesuai aturan. “Pemanggilan terhadap Heruwanto Joni hanya dilakukan via WhatsApp pada hari yang sama dengan pemeriksaan. Seharusnya, pemanggilan dilakukan secara resmi dengan surat yang sah,” tegas Riyan.
Penyidik Diduga Abaikan Bukti yang Menguntungkan Joni
Kuasa hukum menuding penyidik hanya berfokus pada bukti yang diajukan oleh pelapor tanpa mempertimbangkan fakta yang bisa meringankan Heruwanto Joni.
“Klien kami adalah pihak yang juga mengalami kerugian dalam transaksi ini. Ia sudah membayar USD 25.000 secara bertahap kepada PT. TOP, bahkan menawarkan unit apartemen sebagai jaminan. Tapi kenapa hanya dia yang dijadikan tersangka?” ujar Hardiansyah, S.H., salah satu kuasa hukum Joni.
Lebih lanjut, tim pengacara mengungkapkan bahwa penyidik seolah mengabaikan fakta bahwa pembayaran dari pihak pembeli di Azerbaijan, Solifa Group, belum diterima sepenuhnya. “Keterlambatan pembayaran ini bukan niat jahat, melainkan murni masalah bisnis. Tapi anehnya, justru polisi malah menjadikannya kasus pidana,” tambahnya.
Pengusaha Waspada! Kriminalisasi Bisnis Bisa Terjadi pada Siapa Saja
Kasus ini menjadi perhatian banyak pihak, terutama para pelaku usaha. Menurut Riyan, jika tren kriminalisasi bisnis seperti ini terus terjadi, maka setiap pengusaha di Indonesia bisa terancam terseret kasus pidana hanya karena sengketa bisnis.
“Penyelesaian sengketa bisnis harusnya melalui jalur perdata, bukan pidana. Jika setiap keterlambatan pembayaran bisa dijadikan dasar untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka dunia usaha di Indonesia dalam bahaya,” kata Riyan.
Tim kuasa hukum berharap Pengadilan Negeri Jakarta Utara dapat mengabulkan permohonan praperadilan dan membatalkan status tersangka terhadap Heruwanto Joni. “Kami ingin keadilan ditegakkan. Jangan sampai hukum dipakai untuk menekan pengusaha yang sebenarnya beritikad baik,” tutup Riyan.
Sidang praperadilan ini masih berlanjut, dan semua mata tertuju pada putusan hakim yang akan menentukan nasib Heruwanto Joni serta dampaknya terhadap dunia bisnis di Indonesia. Jurnal Polisi News akan terus mengawal perkembangan kasus ini.
Ismail