Saat Sampah Menjadi Bom Waktu: Warga Padangsidimpuan Butuh Solusi Nyata
Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id
Keputusan Untuk Tetap menjadikan TPA Batu Bola sebagai tempat pemrosesan sampah Kota Padangsidimpuan menuai kritik tajam dari warga dan pemerhati lingkungan.
Lokasi TPA yang berada di atas aliran sungai menuju permukiman warga, khususnya di Kecamatan Batunadua, dianggap tidak layak dan berpotensi menciptakan krisis lingkungan yang lebih besar.
Saat diwawancarai pada Selasa (7/1/2025), Kepala Bidang Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Padangsidimpuan, Muktar Arifin Harahap, mengungkapkan bahwa lahan untuk pembangunan TPA sebenarnya sudah disediakan sejak 2019 di Desa Batang Bahal, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua. Namun, hingga kini, belum ada proses pembangunan yang dilakukan.
“Sejak tahun 2022, kami sudah berusaha mengajukan usulan ke Kementerian PUPR agar mengalokasikan dana untukt pembangunan TPA. Namun, hingga saat ini, belum ada titik terang mengenai realisasi usulan tersebut,” ujarnya.
Ketika pemerintah kota hanya “menunggu” pusat, masyarakat dan lingkungan justru menjadi korban.
Sampah yang tidak tertangani memengaruhi kesehatan publik, mencemari lingkungan, dan merusak estetika kota. Di mana peran pemimpin yang seharusnya mengupayakan solusi inovatif?
Keputusan untuk tetap menggunakan TPA Batu Bola menuai sorotan tajam karena lokasinya yang berada di atas aliran sungai.
Air sungai tersebut mengalir ke permukiman warga di Kecamatan Batunadua dan sekitarnya, Sebagaian warga mengandalkan air sungai sebagai sumber utama kebutuhan sehari-hari.
Solahuddin Siregar, S.Pd., salah satu Pengurus LSM Bangsa Institute, sebuah lembaga studi pembangunan daerah, menyoroti risiko besar yang ditimbulkan jika TPA tetap dibangun di lokasi tersebut.
“Tanpa pengelolaan yang sesuai standar, leachate (air lindi) dari TPA bisa mencemari aliran sungai. Ini akan berdampak pada ekosistem sungai, kualitas air bersih, dan kesehatan masyarakat di hilir,” tegasnya.
Solahuddin juga menekankan bahwa pembangunan TPA seharusnya mempertimbangkan analisis dampak lingkungan (AMDAL) yang matang.
“Jika AMDAL menunjukkan risiko tinggi, pemerintah wajib mencari alternatif lokasi yang lebih aman,” tambahnya.
persoalan ini bukan hanya tentang ketiadaan dana, tetapi juga ketidakmampuan pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi lain.
“Jika pusat lambat merespons, kenapa tidak menggunakan APBD atau menggandeng pihak swasta? Ini menunjukkan lemahnya inisiatif pemerintah kota,” tegasnya.
Sola menambahkan bahwa banyak daerah lain berhasil mengelola sampah melalui kemitraan dengan swasta atau pemanfaatan teknologi sederhana.
Sayangnya, Padangsidimpuan tampaknya memilih jalan “menunggu pusat,” yang akhirnya mengorbankan warganya.
Selain mengganti lokasi, pemerintah didorong untuk mempertimbangkan teknologi pengolahan sampah modern yang lebih ramah lingkungan.
Kerja sama dengan pihak swasta atau pengembangan pusat daur ulang sampah dapat menjadi alternatif yang lebih baik dibanding hanya mengandalkan TPA konvensional.
Jika rencana TPA Batu Bola tetap dilanjutkan , Kota Padangsidimpuan tidak hanya menghadapi tantangan pengelolaan sampah, tetapi juga ancaman pencemaran lingkungan dan protes warga yang semakin meluas.
Saatnya pemerintah bertindak bijak, bukan hanya mengejar solusi cepat tanpa memikirkan dampaknya.
(P.Harahap)