Dugaan Perusakan Hutan Lindung oleh PT. Wijaya Inti Nusantara: Nurlan SH Ketum LSM LPMT SULTRA Minta KLHK Bertindak Tegas Aduan Masyarakat

Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara – jurnalpolisi.id
Dugaan perusakan hutan lindung di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, oleh PT. Wijaya Inti Nusantara (WIN) mencuat setelah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Pemuda Masyarakat Tolaki Sulawesi Tenggara (LPMT SULTRA) melakukan investigasi mendalam terhadap aktivitas perusahaan tersebut.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat LPMT SULTRA, Nurlan, S.H, dalam pernyataannya menegaskan bahwa pihaknya telah mengantongi bukti kuat terkait dugaan aktivitas ilegal tersebut. Menurutnya, PT. WIN menggunakan modus dengan mengelabui masyarakat, seolah-olah hanya membantu pembuatan empang untuk seorang warga setempat, Sudirman Kadir. Namun, investigasi di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan sebenarnya melibatkan penggalian dan pengambilan ore nikel secara ilegal di kawasan hutan lindung.
Modus Operandi PT. WIN
Berdasarkan hasil investigasi, PT. WIN diduga menggunakan alat berat untuk menggali tanah di luar Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mereka. Sebelum melakukan penggalian, perusahaan lebih dulu membangun pematang besar guna menahan air laut, mengingat lokasi tambang mereka lebih rendah dari permukaan laut.
“Perusahaan ini menyamarkan aktivitas penambangan ilegal dengan dalih membuatkan empang bagi warga. Padahal, mereka menggali dan menimbun kembali tanah di kawasan hutan lindung setelah mengeruk nikel di dalamnya,” ujar Nurlan. Kamis, (30/1/2025).
Dugaan kegiatan ilegal ini terjadi antara Maret hingga Mei 2023. Investigasi menemukan bahwa hasil penambangan yang diambil dari kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Lindung pada bulan Maret mencapai 7.140 metrik ton, sementara pada April jumlahnya melonjak menjadi 21.947 metrik ton. Untuk bulan Mei, jumlah ore nikel yang diangkut tidak dapat dipastikan karena kegiatan mereka mulai terendus oleh masyarakat dan seorang karyawan perusahaan.
“Kegiatan ini baru terhenti setelah salah satu Kepala Divisi di PT. WIN, Saudara Rusli, mengetahui aktivitas tersebut dan menegur tim penambang. Namun, hingga kini, belum ada tindakan hukum yang signifikan terhadap perusahaan tersebut,” lanjut Nurlan.
Fakta Lapangan dan Bukti Investigasi
Pada Agustus 2023, LPMT SULTRA melaporkan dugaan perusakan hutan lindung ini ke Polres Konawe Selatan dan UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit XXIV Gularaya. Dalam laporan tersebut, delapan titik koordinat disampaikan untuk diverifikasi.
Hasilnya, dua titik koordinat terkonfirmasi berada di kawasan hutan lindung, sementara satu titik berada di APL. Temuan ini diperkuat oleh klarifikasi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah XXII Sulawesi Tenggara, yang mengeluarkan surat resmi tertanggal 10 Januari 2025.
Namun, laporan ini sempat bocor ke pihak yang dilaporkan. Salah satu petugas UPTD, Ramlan, diduga mengirimkan foto koordinat via WhatsApp kepada Ketua LSM LPMT SULTRA, yang saat itu menjadi pelapor.
“Kami menemukan bahwa ada upaya untuk menutupi kasus ini. Bahkan, PT. WIN melalui beberapa media online telah mengakui adanya aktivitas alat berat mereka di luar WIUP, tapi mereka berdalih bahwa kegiatan tersebut hanya untuk pembuatan empang,” ujar Nurlan.
Menurutnya, pengakuan tersebut bertolak belakang dengan temuan di lapangan yang menunjukkan bahwa lokasi tersebut memiliki kandungan nikel tinggi, yang diduga menjadi alasan utama PT. WIN melakukan penggalian secara diam-diam.
Tuntutan dan Rekomendasi LPMT SULTRA
Berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, LPMT SULTRA mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk segera membentuk tim penyelidik guna mengusut dugaan perusakan hutan lindung ini.
Mereka juga meminta Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum LHK) segera melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT. WIN, Frans Salim Kalalo, serta oknum masyarakat yang diduga terlibat, yaitu Sudirman Kadir.
“PT. WIN telah berulang kali dilaporkan atas berbagai pelanggaran, tetapi hingga kini belum ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Ini menciptakan kesan bahwa perusahaan ini kebal hukum,” kata Nurlan dengan tegas.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa laporan ini bukan hanya sekadar tuduhan, melainkan bukti permulaan sebagaimana diatur dalam PP No. 43 Tahun 2018 tentang tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Kami berharap laporan ini menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk memulai penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut. Jika dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan kawasan hutan lindung di Indonesia,” pungkasnya.
Laporan ini juga telah ditembuskan ke Presiden RI, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna memastikan adanya tindak lanjut dari pihak berwenang.
Kasus ini menjadi perhatian serius di Sulawesi Tenggara, mengingat eksploitasi sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab dapat berdampak buruk pada lingkungan dan ekosistem setempat.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari pemerintah dalam menangani dugaan kejahatan lingkungan ini.
Editor: Ismail