Banjir Bandang di Tano Tombangan: Aktivitas Perambahan Hutan Jadi Sorotan

Tapanuli Selatan, jurnalpolisi.id

Banjir bandang yang melanda Desa Kota Tua, Kecamatan Tano Tombangan (Tantom) Angkola, Kabupaten Tapanuli Selatan, pada Rabu (18/12/2024), menyisakan kerusakan parah dan material berupa ratusan kubik kayu hasil perambahan hutan. Kayu bulat, potongan olahan, serta tunggul berikut akar yang terbawa banjir kini menumpuk di permukiman warga, menjadi bukti nyata adanya perambahan hutan lindung di kawasan tersebut.

Hingga Kamis (19/12/2024), upaya pembersihan lokasi terdampak masih berlangsung di tengah guyuran hujan. Tim dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, Polri, aparatur pemerintah, dan masyarakat setempat bergotong royong membersihkan lumpur, sampah, serta bangkai hewan ternak. Banyak rumah warga mengalami kerusakan berat, sementara lahan pertanian dan perkebunan sudah tidak dapat digunakan.

Aktivitas perambahan hutan lindung di kawasan Tantom Angkola sebenarnya telah menjadi sorotan berbagai pihak selama lebih dari setahun. Namun, lemahnya pengawasan membuat praktik ilegal ini terus berlangsung.

“Kayu-kayu tersebut banyak diangkut dari dalam hutan melalui jalan yang dibuat oleh para ‘toke kayu’ dengan persetujuan masyarakat setempat,” kata seorang warga, R. Nainggolan.

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara dan aparat penegak hukum dinilai tidak serius menindak para pelaku perambahan hutan. Banjir bandang yang membawa kayu hasil penebangan ini dianggap sebagai akibat langsung dari lemahnya pengawasan terhadap kawasan hutan lindung.

Eri Lintang, aktivis pemerhati lingkungan, mengecam keras praktik perambahan hutan yang menjadi penyebab utama bencana ini.

“Ini bukan hanya bencana alam, tetapi juga bencana ekologis yang kita ciptakan sendiri. Hutan yang semestinya menjadi penahan air telah dirusak tanpa kendali. Akibatnya, masyarakat kecil yang tidak tahu-menahu menjadi korban,” ujarnya.

Eri meminta pemerintah daerah, Dinas Kehutanan, dan aparat penegak hukum untuk segera bertindak tegas. “Kalau tidak ada tindakan nyata, bencana seperti ini akan terus terulang. Perambahan hutan ini adalah kejahatan terhadap lingkungan dan kemanusiaan,” tegasnya.

Komunitas Pecinta Alam Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan (KOMPEL UMTS), yang diketuai Iqbal, turut hadir sebagai relawan pasca-banjir. Mereka membantu warga membersihkan lumpur, sampah, dan material kayu yang menumpuk di sekitar permukiman.

“Kami terpanggil untuk membantu saudara-saudara kami yang terdampak bencana ini. Selain membersihkan lokasi, kami juga mendistribusikan bantuan logistik yang sudah dikumpulkan oleh komunitas mahasiswa,” ujar Iqbal.

Menurut Iqbal, banjir ini adalah pengingat pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. “Hutan tidak hanya melindungi ekosistem, tetapi juga manusia. Kami berharap bencana ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih peduli terhadap kelestarian alam,” tambahnya.

Kepala Dinas Kominfo Tapanuli Selatan, Inganan Dalimunthe, memastikan bahwa hingga saat ini tidak ditemukan korban jiwa maupun luka berat. Pemerintah Kabupaten telah berkoordinasi dengan BPBD Provinsi Sumatera Utara dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mendapatkan bantuan tambahan.

“Kami mengimbau saudara-saudara di perantauan untuk turut membantu korban banjir yang saat ini membutuhkan banyak dukungan, terutama menjelang Natal dan Tahun Baru,” kata Inganan.

Sementara itu, Eri Lintang dan Iqbal sepakat bahwa pemulihan pasca-bencana bukan hanya soal memperbaiki infrastruktur, tetapi juga memperbaiki hubungan dengan alam. “Hutan adalah penyangga kehidupan. Menjaganya adalah tanggung jawab kita bersama,” pungkas mereka.
(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *