Tolak Wartawan Non-UKW, Kejaksaan Padangsidimpuan Dituding Langgar UU Pers
Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id
Dunia jurnalistik di Kota Padangsidimpuan kembali tercoreng setelah sejumlah wartawan diduga mengalami diskriminasi oleh oknum jaksa saat menjalankan tugasnya di Kantor Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan. Insiden ini terjadi pada Kamis (07/11/2024) dan diungkapkan oleh salah satu wartawan yang turut menjadi korban, Erijon Damanik.
Erijon Damanik, yang juga Anggota Utama Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), mengungkapkan bahwa ia dan rekannya datang ke kantor kejaksaan untuk melakukan upaya konfirmasi terkait Daftar Pencarian Orang (DPO) yang diduga terlibat dalam bisnis judi togel (Toto Gelap), yakni tersangka berinisial BS dan PP, yang terdaftar pada perkara nomor 388/Pid.B/2022/PN Psp.
Namun, upaya konfirmasi tersebut terhambat karena para jaksa berinisial AJ, PH, JD, dan ABH menolak memberikan wawancara kepada wartawan yang tidak memiliki sertifikasi Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dan hanya media yang terverifikasi Dewan Pers yang diizinkan untuk wawancara. “Oknum jaksa mengatakan hanya wartawan yang sudah UKW dan media yang terverifikasi Dewan Pers yang bisa melakukan wawancara,” ujar Erijon saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (09/11/2024).
Erijon menambahkan, kebebasan pers merupakan bagian dari kebebasan suara rakyat yang harus dijaga dan dihormati. “Kalau memang yang UKW bisa merekam, kita yang SKW (Sertifikasi Kompetensi Wartawan) mengalah. Tapi faktanya, saat wartawan UKW dan SKW ada di ruangan Kasi Intel, juga tidak diperbolehkan merekam. Jadi, apa gunanya pers di Republik ini?” tegas Erijon dengan nada kesal.
Dalam pernyataannya, Erijon mempertanyakan sikap tertutup dari pihak Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan terkait kasus DPO pelaku judi togel.
Ia merasa curiga dengan sikap tersebut, “Patut kita menaruh curiga terhadap Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan. Ada apa sebenarnya dengan DPO pelaku bisnis judi togel di Padangsidimpuan ini? Kenapa kejaksaan terkesan tertutup terhadap wartawan yang menanyakan kasus DPO tersebut? Rahasia apa yang ditutupi mereka dari publik mengenai kasus ini?” ujar Erijon.
Lebih lanjut, Erijon menyatakan bahwa tindakan diskriminatif ini tidak hanya mencederai profesi wartawan, tetapi juga melanggar hak publik untuk mendapatkan informasi. Ia menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum, terutama ketika menyangkut kasus-kasus yang menjadi perhatian publik.
Erijon Damanik berharap agar Jaksa Agung, ST. Burhanuddin, memberikan pembekalan dan pemahaman lebih lanjut kepada jaksa-jaksa yang bertugas di Padangsidimpuan tentang pentingnya kebebasan pers dan perlindungan terhadap hak-hak wartawan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pers.
“Kami berharap agar Jaksa Agung segera turun tangan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada para jaksa di sini agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga,” harap Erijon.
Ia juga mengajak seluruh elemen pers untuk bersatu dalam menghadapi tindakan diskriminatif ini, serta mendorong Dewan Pers dan organisasi jurnalis lainnya untuk memberikan dukungan agar hak-hak wartawan di Indonesia tetap terlindungi.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak Kejaksaan Negeri Kota Padangsidimpuan belum memberikan tanggapan terkait dugaan diskriminasi tersebut.
Para wartawan dan masyarakat masih menunggu klarifikasi resmi dari pihak kejaksaan mengenai insiden yang telah mencoreng kebebasan pers ini.
(P.Harahap)