Mediasi Gagal, Kasus Remaja di Padangsidimpuan Jadi Sorotan Publik

Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id

Sebuah video yang memperlihatkan seorang ayah bersama anaknya di Kota Padangsidimpuan meminta keadilan menjadi viral di media sosial. Sang ayah terlihat mendesak aparat kepolisian agar memberikan keadilan atas kasus yang menjerat anaknya sebagai tersangka. Menanggapi hal tersebut, Polda Sumatera Utara (Sumut) pun angkat bicara.

Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, menjelaskan bahwa kasus ini merupakan perkara saling lapor yang melibatkan dua keluarga. “Kasus ini sudah ditangani oleh Polres Padangsidimpuan dengan upaya mediasi sebanyak tiga kali selama penyelidikan, dan diversi dua kali saat proses penyidikan. Namun, kedua belah pihak tidak berhasil mencapai kesepakatan,” ungkap Hadi, Selasa (12/11/2024).

Kombes Hadi mengungkapkan, kasus ini bermula dari hubungan asmara antara dua remaja, MRST dan SRP. Pada 13 April 2024, SRP mengirimkan foto dirinya berpakaian ketat kepada MRST yang sedang berada di sebuah hotel. Sebagai balasan, MRST merekam video dirinya di kamar mandi hotel dan mengirimkannya ke SRP sebanyak tiga kali.

“Video tersebut kemudian dilihat oleh SRP, abangnya SP, serta dua saksi lainnya, ZM dan SR. Bahkan, SRP mengakui bahwa video tersebut juga dikirimkan ke SP dan FS, mantan kekasih MRST, yang kemudian menyebar luas. Menyadari hal ini, kedua keluarga melaporkan kejadian tersebut ke polisi,” jelas Hadi.

•Laporan pertama (Nomor: LP/B/78/V/2024) pada 24 Mei 2024, diajukan oleh TSP melaporkan MRST.

•Laporan kedua (Nomor: LP/87/VI/2024) pada 20 Juni 2024, diajukan oleh JT melaporkan SRP.

Upaya mediasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian ternyata menemui jalan buntu. “Penyidik sudah melakukan berbagai upaya mediasi, namun tidak ada titik temu karena keluarga SRP meminta ganti rugi lebih dari Rp100 juta, sedangkan keluarga MRST hanya mampu menyediakan Rp15-20 juta,” ungkap Kombes Hadi.

Pada 7 November 2024, kasus ini dibawa ke rapat di Bagwasidik Dit Reskrimum Polda Sumut. Hasil rapat tersebut merekomendasikan penyelesaian secara kekeluargaan. Namun, keluarga SRP tetap bersikukuh agar kasus ini dilanjutkan secara hukum.

Hadi juga menjelaskan bahwa kedua remaja yang terlibat kini telah ditetapkan sebagai tersangka. “Namun, karena mereka masih di bawah umur, proses penyidikan dihentikan sementara untuk memberikan kesempatan penyelesaian secara kekeluargaan,” tambahnya.

Ia berharap agar kedua belah pihak dapat segera mencapai kesepakatan damai demi masa depan anak-anak yang terlibat. “Kami mengutamakan pendekatan kekeluargaan agar masalah ini tidak merusak masa depan kedua remaja tersebut,” tutup Hadi.

Masyarakat yang mengikuti perkembangan kasus ini berharap agar penyelesaian yang diambil bisa memberikan keadilan bagi kedua pihak, tanpa harus mengorbankan masa depan anak-anak yang masih di bawah umur.

Banyak pihak mendesak agar pendekatan yang lebih bijaksana dan humanis dilakukan, sehingga masalah ini dapat diselesaikan secara damai.

“Kami berharap kedua keluarga bisa berdamai dan fokus pada masa depan anak-anak mereka. Semoga mediasi berikutnya dapat menghasilkan solusi yang lebih baik tanpa perlu berlarut-larut di jalur hukum,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.

Diharapkan, dengan adanya itikad baik dari kedua belah pihak, permasalahan ini dapat segera terselesaikan. Semua pihak berharap agar proses hukum yang ada tidak menambah beban psikologis bagi para remaja yang terlibat, sehingga mereka bisa melanjutkan kehidupan dan pendidikan mereka dengan baik. (P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *