Dugaan Pembiaran oleh Denpom I/3 Pekanbaru Terhadap 4 Oknum TNI Tersangka Pembunuhan
Pekanbaru, jurnalpolisi.id
15 November 2024 – Detasemen Polisi Militer (Denpom) I/3 Pekanbaru diduga terkesan membiarkan kasus pengeroyokan dan penganiayaan yang melibatkan empat oknum anggota TNI.
Tuduhan ini disampaikan oleh Martalena Sitompul, istri almarhum Ridwan Sihombing, yang menjadi korban tewas dalam insiden tragis tersebut.
Martalena, yang beralamat di Jl. Harapan Jaya, Kelurahan Bencah Lesung, Kecamatan Tenayan Raya, Pekanbaru, mengungkapkan bahwa suaminya, Ridwan Sihombing (lahir di Pekanbaru, 20 September 1978), meninggal dunia pada Jumat, 26 Juli 2024, sekitar pukul 01.00 WIB. Insiden nahas tersebut terjadi di Jl. Kuantan No. 125, Kecamatan Lima Puluh, Kota Pekanbaru.
Berdasarkan keterangan dari pihak Polresta Pekanbaru, almarhum Ridwan diduga menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok masyarakat sipil bersama beberapa oknum TNI.
“Informasi ini kami dapatkan langsung dari Polresta Pekanbaru setelah mereka melakukan penyidikan dan pengembangan dari tersangka sipil yang sudah ditahan,” ungkap Martalena dengan suara bergetar menahan kesedihan.
Namun, Martalena mengungkapkan bahwa Polresta Pekanbaru mengaku tidak dapat menindaklanjuti kasus yang melibatkan empat oknum TNI karena keterbatasan wewenang, sebab berkas sudah dilimpahkan ke Denpom I/3 Pekanbaru.
“Kami sudah melaporkan kasus ini ke Denpom I/3, tetapi hingga kini, lebih dari empat bulan berlalu, tidak ada tindakan tegas. Keempat oknum TNI yang terlibat masih berkeliaran bebas seolah-olah tidak bersalah. Rasanya seperti ada upaya untuk menutup-nutupi kasus ini,” ujar Martalena.
Ironisnya, Ridwan Sihombing meninggalkan tiga anak yang masih membutuhkan biaya pendidikan. Keluarga ini kini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, mengingat almarhum merupakan satu-satunya tulang punggung keluarga. “Anak-anak saya masih kecil dan butuh biaya sekolah.
Sekarang semua beban ada di pundak saya, padahal saya tidak tahu harus memulai dari mana. Suami saya adalah harapan kami satu-satunya,” tutur Martalena dengan tangis.
Dalam pernyataannya, Martalena juga memohon perhatian dari Kapolri, Panglima TNI, Kapolda Riau, dan Pangdam I/Bukit Barisan untuk membantu mengusut tuntas kasus ini demi keadilan bagi suaminya.
“Kami hanya ingin keadilan untuk almarhum suami saya. Jangan biarkan kasus ini hilang begitu saja. Kami sudah terlalu lama menunggu, dan setiap hari kami merasa semakin diperlakukan tidak adil,” pintanya dengan penuh harap.
Kasus ini mendapat sorotan tajam dari masyarakat yang mendesak adanya transparansi dan penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang terlibat.
Hal ini menjadi ujian bagi institusi TNI dan kepolisian dalam membuktikan komitmen mereka terhadap hukum yang berlaku di Indonesia.
Dalam upaya mendapatkan klarifikasi, awak media mencoba menghubungi Komandan Denpom I/3 Pekanbaru, Letkol CPM Junilham Sitorus, S.H., melalui pesan WhatsApp.
Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada respons dari yang bersangkutan, dan Denpom I/3 Pekanbaru belum memberikan pernyataan resmi terkait perkembangan penanganan kasus ini.
Masyarakat luas berharap agar tidak ada lagi praktik pembiaran dan pengistimewaan terhadap anggota militer yang terlibat tindak kriminal.
Kasus ini menjadi refleksi mendalam tentang bagaimana seharusnya penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait keterlibatan aparat negara, dijalankan berdasarkan prinsip keadilan dan transparansi.
Pertanyaan besarnya, apakah panggilan keadilan dari keluarga korban ini akan segera mendapat respons dari para pemangku kepentingan? Ataukah kasus ini justru akan menjadi bagian dari deretan kasus yang terlupakan? Kita tunggu bersama kelanjutannya. (P. Harahap)