Dugaan Administrasi Fiktif pada Permohonan Bansos Dampak Pembangunan Jalan Keliling Lapangan MTQ Simarpinggan

November 29, 2024

Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id

Polemik terkait dugaan penyimpangan anggaran dalam pembangunan Jalan Keliling Lapangan MTQ Simarpinggan, Kecamatan Angkola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan, kembali mencuat ke publik. Dugaan ini muncul setelah laporan dari masyarakat dan investigasi awal yang mengungkap sejumlah kejanggalan. Proyek senilai Rp 7.110.000.000,00 yang dilaksanakan pada tahun 2019 tersebut diduga menyisakan potensi kerugian negara sebesar Rp 5.112.000.000,00.

Polemik ini semakin memanas setelah terungkapnya masalah terkait administrasi pada daftar permohonan bantuan sosial (Bansos) yang berkaitan dengan dampak pembangunan jalan keliling tersebut. Permohonan Bansos yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat terdampak diduga bermasalah secara administratif.

Solahuddin, seorang aktivis yang terlibat dalam investigasi kasus ini, saat diwawancarai oleh Jurnalpolisi.id pada Kamis (28/11/2024), mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan dalam proses pembayaran yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tapanuli Selatan terhadap pemohon Bansos tersebut.

“Dari data yang saya miliki, ada tiga orang penerima Bansos. Berdasarkan investigasi tim kami di lapangan, dua penerima mengaku menerima uang sebesar Rp 15 juta secara langsung dari Dinas PUPR. Namun, penerima lainnya tidak mendapatkan bantuan karena statusnya hanya sebagai penjaga kebun,” kata Solahuddin.

Solahuddin juga menyoroti dugaan penggunaan nomor rekening fiktif dalam pencairan dana Bansos. Berdasarkan Nota Dinas Nomor 108.45/2823/2019, Bupati Tapanuli Selatan melalui Sekretaris Daerah menginstruksikan pencairan dana pada 13 Desember 2019, yang menyebutkan bahwa penerima atas nama MRS menerima Rp 30 juta, sementara LG menerima Rp 14 juta. Namun, Solahuddin mencurigai bahwa nomor rekening yang dicantumkan atas nama kedua penerima tersebut tidak terdaftar secara resmi.

“MRS dan LG bahkan mengaku tidak mengetahui nomor rekening yang dicantumkan dalam permohonan Bansos tersebut,” ujarnya.

Lebih jauh, Solahuddin menegaskan bahwa temuan ini hanya merupakan sebagian kecil dari potensi masalah yang lebih besar terkait pengelolaan anggaran proyek tersebut. “Jika ini ditelusuri lebih dalam, saya yakin akan ada lebih banyak temuan yang menunjukkan indikasi penyimpangan. Ini harus menjadi perhatian serius,” tegasnya.

Ia pun meminta aparat penegak hukum (APH) di Kabupaten Tapanuli Selatan untuk memanggil pihak-pihak yang terlibat guna mengusut dugaan penyimpangan dalam pencairan Bansos ini. Solahuddin menekankan pentingnya transparansi dalam penggunaan dana Bansos yang berasal dari anggaran publik agar tidak terjadi penyalahgunaan yang merugikan masyarakat.

Ketika dimintai keterangan terkait hal tersebut, Bendahara PUPR Tapanuli Selatan mengaku tidak mengetahui permasalahan tersebut. “Langsung tanyakan saja kepada yang bersangkutan, Chairul Rizal, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR,” tulisnya melalui pesan WhatsApp. Chairul Rizal kini menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Tapanuli Selatan.

Hingga berita ini diterbitkan, Chairul Rizal belum memberikan tanggapan terkait dugaan penyimpangan dalam pembangunan jalan keliling Lapangan MTQ Simarpinggan. Beberapa pihak yang dihubungi oleh tim investigasi juga belum memberikan klarifikasi atas keterlibatan mereka.

Pembangunan jalan keliling Lapangan MTQ Simarpinggan yang diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas dan perekonomian masyarakat sekitar, kini tengah menjadi sorotan. Jika terbukti terdapat penyalahgunaan dana Bansos, hal ini dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap amanah publik. Masyarakat sekitar berharap agar dugaan ini segera diusut tuntas dan pihak yang bertanggung jawab dapat dimintai pertanggungjawaban.

Pengamat kebijakan publik, Aulia Ramadhan, menilai bahwa kasus ini menunjukkan lemahnya pengawasan dalam pengelolaan anggaran daerah. “Jika benar terbukti ada penyimpangan sebesar ini, maka ini adalah tamparan keras bagi pengelolaan keuangan publik di tingkat daerah. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk mencegah hal serupa di masa depan,” ujarnya.(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *