Viral.. Ibu Hamil Alami Keguguran Akibat Teror Debt Collector di Cipondoh, Angelia dan Keluarga Tuntut Kerja Nyata Polisi

Kota Tangerang – jurnalpolisi.id

Sebuah tragedi memilukan terjadi pada Erna Angelia, warga Perumahan Green Lake City, Cipondoh, Kota Tangerang, yang mengalami keguguran akibat teror yang dilakukan oleh puluhan debt collector.

Peristiwa tragis ini berlangsung pada Februari 2024, ketika puluhan penagih hutang mendatangi rumahnya dengan kasar dan berulang kali menggedor pintu rumahnya, menyebabkan trauma berat pada Erna yang saat itu sedang hamil tiga bulan.

“Mereka datang selama 4 hari berturut-turut, menggedor pintu rumah dan berteriak-teriak dengan kasar. Saya sangat terguncang, apalagi saat itu saya hamil tiga bulan. Anak saya pun ketakutan,” ujar Erna dengan suara gemetar dan penuh isak tangis saat menceritakan kejadian tersebut kepada media pada Kamis, (03/10/2024).

Pada saat kejadian, suami Erna, Peter Budiman, sedang berada di luar kota untuk urusan pekerjaan, sehingga Erna harus menghadapi teror tersebut sendirian bersama anaknya yang masih kecil. Tekanan luar biasa yang dialami selama beberapa hari tersebut menyebabkan Erna mengalami keguguran, kehilangan calon anaknya yang masih dalam kandungan.

“Hanya karena keterlambatan pembayaran satu bulan, mereka datang dengan cara brutal dan bahkan mencuri mobil kami. Saya tidak mengerti mengapa harus sebrutal itu, seolah-olah kami penjahat besar,” tambahnya dengan penuh kesedihan.

Suami Korban Tuntut Keadilan

Peter Budiman, suami Erna, menyatakan bahwa kejadian ini telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencurian, sebagaimana tercatat dalam laporan polisi nomor LP/B/1430/III/2024/SPKT Polda Metro Jaya, tertanggal 13 Maret 2024. Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Polres Metro Tangerang Kota, karena tempat kejadian berada di wilayah Cipondoh. Saat ini, sebanyak 10 tersangka telah teridentifikasi oleh pihak kepolisian.

Namun, Peter merasa sangat kecewa karena meskipun sudah ada 10 tersangka yang teridentifikasi, tidak satu pun dari mereka yang ditahan oleh pihak berwenang.

“Bayangkan, 10 tersangka yang sudah jelas identitasnya masih bebas berkeliaran. Bahkan, pejabat BNI Finance Alam Sutera yang terlibat pun tidak ditahan. Mana keadilan di negara ini? Istri saya keguguran, siapa yang akan bertanggung jawab atas kematian anak kami?” ujar Peter dengan nada penuh emosi saat berbicara kepada media.

Peter menambahkan bahwa selain menuntut keadilan atas perbuatan yang mengakibatkan trauma mendalam bagi keluarganya, ia juga meminta agar mobil yang dicuri oleh para debt collector segera dikembalikan.

“Ini bukan hanya soal kerugian materil, tetapi juga soal harga diri dan hak kami sebagai warga negara yang taat hukum. Mobil kami dicuri, dan kami berhak atas pengembaliannya,” tegasnya.

Pertanyaan atas Proses Hukum yang Berlarut

Sementara itu, penyelidikan terhadap kasus ini masih berlanjut, dan barang bukti berupa mobil BMW yang dicuri tersebut kini berada di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rubasan). Namun, keputusan penyidik untuk tidak menahan para tersangka menuai kritik keras dari keluarga korban.

Peter mempertanyakan bagaimana mungkin dalam kasus yang melibatkan pasal 363 KUHP—dengan ancaman hukuman di atas lima tahun—para tersangka bisa mendapatkan penangguhan penahanan.

“Bagaimana bisa ada penangguhan penahanan? Pasal 363 jelas ancaman hukumannya di atas lima tahun, dan tidak seharusnya ada penangguhan bagi mereka. Polisi sebagai penegak hukum justru melanggar hukum. Ini benar-benar merusak kepercayaan kami pada penegakan hukum,” kata Peter dengan penuh kegeraman.

Peter juga menuntut kejelasan dari pihak penyidik mengenai siapa saja peserta gelar perkara yang menolak permintaan keluarga untuk meminjam barang bukti mobil yang merupakan hak milik mereka secara sah.

“Hak pemilik sah untuk menggunakan barang bukti itu diatur oleh undang-undang, dan kami berhak mendapatkannya kembali. Siapa yang menolak itu? Semua yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut harus dipidana,” tambah Peter.

Kritik Peter semakin tajam ketika ia menuding adanya ketidakadilan dalam proses penegakan hukum, terutama terkait dengan para tersangka yang dianggap kooperatif selama pemeriksaan.

“Kooperatif atau tidak, hukum harus ditegakkan. Mereka telah melakukan teror, pencurian, dan mengakibatkan keguguran. Tidak ada alasan untuk membiarkan mereka bebas berkeliaran,” tutup Peter dengan nada penuh kemarahan.

Keluarga korban berharap agar kasus ini segera dituntaskan dan para pelaku dihukum sesuai hukum yang berlaku, tanpa ada diskriminasi atau perlakuan istimewa. Keadilan dinanti, sementara trauma yang dialami Erna Angel dan keluarganya masih terus menghantui.

(Ismail Marjuki JPN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *