PT. Selera Asli Diduga Langgar Aturan Ketenagakerjaan: Hak Karyawan Terabaikan?

Padangsidimpuan, jurnalpolisi.id
Rabu,(09/10/2024),PT. Selera Asli, distributor makanan ringan dan mainan cabang di Kota Padangsidimpuan, diduga telah melanggar aturan ketenagakerjaan. Dugaan ini mencuat setelah salah satu mantan karyawan perusahaan melaporkan bahwa mereka tidak menerima uang kompensasi, tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, dan menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR).

Menurut laporan narasumber tersebut, hak-hak dasar yang seharusnya diterima oleh karyawan, seperti BPJS Ketenagakerjaan dan gaji sesuai dengan ketentuan UMR, diabaikan oleh perusahaan. Pengaduan ini mendorong media untuk meminta konfirmasi kepada pihak PT. Selera Asli per Tanggal (25/09/2024). Namun, ketika dimintai keterangan terkait pengaduan tersebut, pihak perusahaan tidak memberikan tanggapan yang memadai.

Suprianto Harahap, yang dipercaya memimpin cabang PT. Selera Asli di Padangsidimpuan, hanya memberikan jawaban singkat, “Tunggu kabar dari atasan saya di Medan, saya tidak bisa menjawab, saya hanya karyawan,” tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai masalah yang dilaporkan.

Menanggapi situasi ini, Abdul Salam, Sekretaris Umum Jaringan Pengawal Hak Buruh Pekerja dan Karyawan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap tindakan perusahaan. “PT. Selera Asli adalah perusahaan yang telah berdiri lebih dari 10 tahun. Mereka bukanlah perusahaan mikro yang baru merintis, sehingga tidak ada alasan bagi mereka untuk mengabaikan hak-hak karyawan. Perusahaan wajib memberikan segala sesuatu yang menjadi hak karyawan,” tegasnya.

Salam juga mendesak agar Dinas Ketenagakerjaan segera turun tangan dengan memberikan teguran dan melakukan penertiban terhadap PT. Selera Asli. Ia mengingatkan bahwa hak-hak buruh adalah bagian yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, terutama terkait pembayaran gaji sesuai dengan UMR dan perlindungan melalui BPJS Ketenagakerjaan.

Tindakan PT. Selera Asli, jika terbukti, melanggar beberapa aturan ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satunya adalah Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mewajibkan perusahaan untuk membayar upah sesuai dengan UMR yang berlaku di daerah setempat. Selain itu, perusahaan juga diwajibkan mendaftarkan seluruh karyawannya dalam BPJS Ketenagakerjaan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Pasal 88 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 juga menegaskan bahwa setiap pekerja berhak atas penghasilan yang layak, dengan upah minimum menjadi jaminan dasar. Selain itu, Pasal 15 Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 menegaskan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya ke BPJS, sebagai bentuk perlindungan terhadap risiko kerja.

Salam berharap agar pihak berwenang tidak tinggal diam dalam menghadapi kasus ini. “Jika dalam waktu dekat tidak ada tindakan tegas dari Dinas Ketenagakerjaan, kami dari Jaringan Pengawal Hak Buruh Pekerja dan Karyawan akan turun ke lapangan melakukan aksi besar-besaran. Kami akan mendatangi Kantor DPRD agar masalah ini menjadi pembahasan serius. Kami juga akan menuntut pencabutan izin perusahaan dan meminta pihak berwajib menangkap oknum yang telah melanggar hak-hak buruh,” tutup Salam.

Kasus ini menambah daftar panjang pelanggaran hak buruh di Indonesia, dan diharapkan dapat menjadi perhatian serius pemerintah daerah agar segera menyelesaikan permasalahan tersebut serta memastikan keadilan bagi para pekerja.(P.Harahap)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *