Kontroversi Pengelolaan Air Bersih, Warga Gombong Pemalang Soroti Pengelola Cari Keuntungan Pribadi
Purbalingga, jurnalpolisi.id
Air merupakan kebutuhan dasar manusia, Air di butuhkan untuk minum, mandi dan mencuci, Air juga di butuhkan untuk kelangsungan hidup makhluk hidup lain, seperti hewan dan tumbuhan agar bisa hidup.
Sumber daya air itu sendiri merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa, untuk dapat di manfaatkan sebaik – baiknya.
Di dalam pemanfaatan dan pengelolaan air itu sendiri, pemerintah telah mengeluarkan beberapa aturan diantaranya PP No. 122 Tahun 2015 , tentang sistem penyediaan air minum dan UU No 7 Tahun 2004, yang mengatur hak guna usaha air yang dapat di berikan kepada perseorangan atau badan usaha. Namun Kendati demikian masih saja di dapati beberapa persoalan di masyarakat terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan tentang air secara liar dan komersial untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan kelompok.
seperti yang ada di Desa Gombong, Kecamatan Belik, Kabupaten Pemalang Jateng.
Terdapat paguyuban pengelolaan dan pemanfaatan air bersih untuk mengaliri rumah – rumah warga yang mengalami krisis air namun menimbulkan gejolak dan kontroversi masyarakat.
Informasi dari beberapa warga masyarakat sekitar, Paguyuban pengelolaan Tirta mandiri tidak transparan dalam pengelolaan dana retribusi air, ada indikasi dana tersebut di gunakan untuk keperluan pribadi.
” Dari 600 ( enam ratus ) pelanggan setiap bulannya ada beban dan biaya pemakaian air sebesar Rp 80.000 hingga Rp 100.000 untuk satu orang pelanggan atau yang menerima aliran air ” kata warga yang enggan di sebutkan namanya. Senin ( 30/09/2024 )
Dari keterangan beberapa pihak terkait yang berhasil di himpun oleh awak media, paguyuban pengelolaan dan pemanfaatan air Tirto mandiri bersifat mandiri tidak ada campur tangan dari pemerintah Desa, kegiatan tersebut terinisiasi warga desa yang selama ini mengalami krisis air, untuk pembangunan jaringan pipanisasi dan pembuatan instalasi sambungan rumah bersifat swadaya
Sebesar Rp 1.500.000 ( satu juta lima ratus ribu rupiah ) untuk setiap kepala keluarga penerima air bersih.
Ketua paguyuban pengelolaan air Tirto mandiri, Tarno mengatakan dirinya telah lalai dalam pengelolaan karena beberapa tahun terakhir untuk semua urusan dana retribusi di serahkan ke bagian teknisi dan tidak mengontrol keluar masuknya dana sehingga menimbulkan banyak asumsi di masyarakat pemberi retribusi
” sejak tahun 2014 pengelolaan di alihkan ke bagian teknisi, retribusi pemakaian air setiap bulannya terkumpul berapa dan jumlah kas yang ada berapa tidak tahu ” katanya.
Lebih lanjut Tarno mengungkapkan, paguyuban pengelolaan air bersih yang di ketuanya sudah berbadan hukum dan untuk Surat Ijin Pemanfaatan Air ( SIPA ) awak media di persilahkan untuk konfirmasi ke pemerintah Desa Serang Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jateng. sebagai pemilik sumber air.
Untuk retribusi pemakaian yang di bebankan ke pelanggan sebesar Rp 3.500 per kubik dengan pembagian Rp 1.500 untuk pemilik sumber mata air dan Rp 2000 untuk kas paguyuban pengelolaan air Tirto mandiri.
” Masyarakat tidak tahu berapa biaya yang sudah di keluarkan oleh pengelola untuk perbaikan dan lain – lainnya, sehingga masyarakat ada kecurigaan dana retribusi di pergunakan untuk kepentingan pribadi ” tutupnya.
Ansor