Devisi Hukum dan Humas LRPPN- BI Banyuwangi Buka Suara. Beberkan Kronologi Lengkap Kematian Residen di Panti Rehabilitasi Narkotika

Banyuwangi – jurnalpolisi.id

Pihak IPWL LRPPN BI Banyuwangi akhirnya buka suara terkait kematian salah satu penghuni panti rehabilitasi narkoba berinisial ADC (23).

Melalui Divisi Hukum dan Humas IPWL LRPPN BI Banyuwangi, H Agus Dwi Hariyanto, SH.MH. diungkap bahwa kematian ADC itu karena diduga mengakhiri hidupnya sendiri.

Sebelum peristiwa mengejutkan pada Sabtu (12/10/2024) itu terjadi, Agus Dwi Hariyanto, memaparkan rangkaian atau kontruksi kejadiannya.”

Pada 27 Juli 2024, orang tua korban yang bernama Sariani (52), menghubungi pimpinan IPWL LRPPN BI Banyuwangi, Muhamad Hiksan, menanyakan tentang sistematika rehabilitasi penyalahguna narkotika.

Orang tua korban juga menceritakan bahwa ADC memiliki gejala cenderung pemalas, kurang memperhatikan diri sendiri, hidup tidak teratur dan memiliki tanda-tanda dini kehilangan minat dengan pergaulan atau olahraga dan banyak indikator lainnya.

“Bahkan ada sebuah peristiwa korban pernah mencekik ibunya karena meminta uang tidak diberi. Korban juga pernah mengalami halusinasi dan berusaha untuk menghilangkan nyawa dirinya sendiri (bunuh diri),” terang pengacara asal Desa Kaligung, Kecamatan Blimbingsari, Banyuwangi itu.

“Dari ciri-ciri tersebut korban patut diduga merupakan penyalahguna narkotika sehingga orang tuanya menginginkan anaknya untuk direhabilitasi dan dijemput oleh Tim Reaksi Cepat IPWL LRPPN BI Banyuwangi di kediamannya di Kecamatan Gambiran.

“Ketika tim reaksi cepat datang ke rumah korban, sang ibu berubah pikiran dan berkata akan mengantarkan anaknya sendiri ke panti rehab LRPPN BI Banyuwangi,” imbuh H Agus Dwi Hariyanto pada Selasa (15/10/2024).

Janji itu ditepati dan akhirnya korban dibawa ke panti rehabilitasi narkoba yang ada di Jalan Kepiting No 89, Kelurahan Tukangkayu, Banyuwangi.”

Seperti biasa petugas kemudian melakukan pendataan administrasi serta pemeriksaan awal pada fisik dan kesehatan yang dinyatakan oleh medis cukup sehat.

Sesuai aturan standart pemeriksaan di panti rehabilitasi narkoba, korban juga menjalani tes urine tiga parameter dan dinyatakan positif menggunakan benzodiazepine yang terdapat pada jenis obat- obatan Trihexyphenidyl yang diperoleh tanpa resep dokter.

Untuk memutus kecanduan zat adiktif karena penggunakan obat- obatan dan narkoba dilakukan detoksifikasi selama 39 hari terhitung dari tanggal 27 Juli 2024 sampai dengan 4 September 2024,” bebernya.

Detoksifikasi bisa disebut sebagai tahapan rehabilitasi medis dimana pengguna narkoba akan diperiksa secara menyeluruh kesehatannya seperti fisik dan mental oleh dokter.

Adapun polanya, pertama meliputi evaluasi dimana tim medis melakukan pemeriksaan pada pasien untuk mengetahui masalah kesehatan fisik dan mental. Kemudian, dokter menggunakan tes darah untuk mengukur jumlah obat dalam sistem tubuh pasien.

Hal tersebut dilakukan untuk membantu menentukan tingkat obat yang dibutuhkan. Selain itu, terdapat tinjauan komprehensif tentang riwayat obat, medis, dan psikiatris. Informasi tersebut menjadi dasar rencana pengobatan jangka panjang pasien.

“Kedua, stabilisasi dijalankan usai dilakukan tahap evaluasi. Menstabilkan pasien ini dengan jalan terapi medis dan psikologis yang bertujuan untuk mencegah segala bentuk bahaya pada pasien.

Dokter bisa meresepkan obat untuk memulihkan kecanduan obat untuk mencegah komplikasi dan mengurangi gejala penarikan diri.

Tiga, persiapan perawatan yang dijalankan dengan program pengobatan. Dokter akan mengarahkan pasien untuk melakukan proses pengobatan supaya terbiasa dan sesuai dengan harapan. Rehabilitasi dilakukan secara rawat inap karena akan jauh lebih efektif untuk berhasil pulih setelah detoksifikasi”

Detoksifikasi medis sangat penting untuk dilakukan karena mendapat pengawasan medis. Sehingga pasien akan berada di lingkungan yang aman dan nyaman. Detoksifikasi yang diawasi secara medis mencegah terjadinya komplikasi berbahaya ketika berhenti mengkonsumsi obat dan alkohol.

“Selama proses detoksifikasi korban mengalami beberapa gejala seperti, muncul perasaan gugup dan cemas, mengalami permasalahan tidur (Insomnia), merasakan mual, merasa tidak nyaman pada tubuh, mengalami perubahan suasana hati, kualitas tidur buruk dan kurang fokus atau sulit konsentrasi, dan untuk mengurangi gejala tersebut dokter telah memberikan obat standart medis,” terang mantan lawyer yang sering menangani perkara di luar kota ini.

“Empat, usai menjalani masa detoksifikasi (rehabilitasi medis) tahap selanjutnya korban menjalani rehabilitasi non medis (primary) yang berisi kegiatan-kegiatan positif seperti konseling, penyuluhan keagamaan, terapi kelompok, dan lain-lain.

Dalam menjalani program primary awalnya korban masih bisa beradaptasi meskipun sulit lalu mengalami banyak kemunduran semisal menolak mengikuti program yang dijalankan tidak menjaga kebersihan diri, seringkali menolak makan, beberapa kali berusaha melukai diri sendiri.

Bahkan, Ia kerapkali menyatakan ingin mengakhiri hidupnya hingga berusaha untuk kabur dengan cara mendorong petugas saat memasuki entry unit sehingga korban dimasukkan kembali dalam ruang stabilisasi untuk dilakukan detoksifikasi ulang.”

Bahwa selama detoksifikasi ulang korban dilakukan pendampingan secara intensif oleh tim medis dan konselor sampai dengan kejadian peristiwa menghilangkan nyawa dirinya sendiri (bunuh diri) pada Sabtu (12/10/2024).

Menurut H Agus Dwi Hariyanto, pukul 02:00 WIB korban masih terlihat oleh petugas melakukan Salat Tahajud di dalam ruang stabilisasi yang sangat steril dari alat berbahaya yang berpotensi digunakan untuk melarikan diri atau mengakhiri hidup.

“Di dalam ruangan itu hanya terdapat sarana mandi, cuci, baju dan sarung untuk saat serta kitab suci Alquran,” imbuhnya.

Setelah melakukan pemeriksaan ruangan petugas LRPPN BI Banyuwangi kembali ke kamar untuk beristirahat. Ketika pukul 06:30 WIB petugas membuka pintu kamar semua residen untuk melakukan kegiatan function.

“Ketika petugas membuka kamar korban terlihat sudah mengakhiri hidup menggunakan sarung yang biasa digunakan untuk ibadah,” tambah H Agus Dwi Hariyanto.

Petugas LRPPN BI Banyuwangi langsung melapor ke Polsek Kota Banyuwangi dan ditindaklanjuti dengan menggelar olah TKP yang melibatkan Tim Inafis Polresta Banyuwangi. Korban juga dilarikan ke RSUD Blambangan Banyuwangi untuk dilakukan visum et repertum

“Kami juga menghubungi keluarga korban yang selanjutnya menolak untuk dilakukan autopsi. Untuk kasus ini kami sepenuhnya menyerahkan kepada aparat Polresta Banyuwangi,” pungkas mantan karyawan PT Bumi Sarisuksesindo (BSI).
Pewarta : Boby

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *