Dugaan Monopoli dalam Pembangunan Septik Tank Desa Perkebunan Marpinggan,Kepala Desa Dituding Langgar Aturan
Tapanuli Selatan , jurnalpolisi.id
Pembangunan tanki septik individual untuk minimal 50 kepala keluarga (KK) di Desa Perkebunan Marpinggan, Kecamatan Angkola Selatan, yang didanai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Infrastruktur Sanitasi Tahun Anggaran 2024, menuai kontroversi. Proyek ini diduga dimonopoli oleh Kepala Desa (Kades), dengan melanggar prinsip pengelolaan yang semestinya dipegang oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
Seharusnya, sesuai aturan, KSM sebagai badan yang ditunjuk untuk melaksanakan proyek ini berhak mengelola anggaran dan pelaksanaan secara mandiri. Namun, ditemukan indikasi bahwa seluruh kendali proyek justru berada di tangan Kepala Desa. Pengurus KSM Durian yang ditunjuk untuk proyek ini juga diduga terdiri dari perangkat desa, dengan bendahara merupakan anak kandung Kepala Desa bernama Agung. Hal ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Desa, yang menyatakan bahwa perangkat desa dilarang merangkap jabatan dalam lembaga swadaya masyarakat.
Lebih jauh lagi, pembentukan pengurus KSM dilakukan tanpa proses pemilihan yang demokratis, hanya melalui penunjukan langsung oleh Kepala Desa, yang tentunya bertentangan dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) pengelolaan DAK Bidang Infrastruktur Sanitasi. Juklak tersebut secara tegas menyebutkan bahwa pengurus KSM tidak boleh berasal dari aparat pemerintahan.
Proses pembangunan tanki septik ini diduga tidak melibatkan masyarakat secara luas. Kegiatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama justru hanya dijalankan oleh Kepala Desa beserta anaknya, Agung, dan perangkat desa lainnya.
Aktivis anti-korupsi, Burhanuddin Hutasuhut, mengecam tindakan Kepala Desa ini. Menurutnya, pengelolaan DAK harus sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan, termasuk pemilihan pengurus KSM yang harus melibatkan masyarakat tanpa melibatkan aparat pemerintahan secara langsung.
“Penunjukan langsung oleh Kepala Desa merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan, apalagi ketika melibatkan keluarganya sendiri,” tegas Burhanuddin.
Ia menekankan bahwa hal semacam ini tidak boleh dibiarkan, karena jelas bertentangan dengan semangat keterbukaan dan transparansi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam pelaksanaan anggaran negara.
Selain itu, penunjukan keluarga sebagai pengurus KSM tanpa melibatkan partisipasi masyarakat dinilai semakin memperkuat dugaan adanya praktik nepotisme dalam proyek ini.
Sementara itu, pantauan di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan kamar mandi berukuran 1×1,5 meter dengan tinggi sekitar 2 meter masih dalam proses. Proyek ini akan berlanjut dengan pemasangan tanki setelah pencairan dana tahap kedua.
Namun, hingga saat ini, Kepala Desa Perkebunan Marpinggan, Tarso, tidak memberikan tanggapan apapun terkait dugaan penyimpangan dalam proyek tersebut ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Proyek ini, yang seharusnya menjadi upaya peningkatan kualitas sanitasi desa, kini justru menimbulkan keresahan di tengah masyarakat akibat adanya indikasi ketidakberesan dalam pengelolaannya.
Pemerintah daerah diharapkan segera turun tangan untuk mengawasi pelaksanaan proyek ini agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.(P.Harahap)