Kisah Kuli Pengangkut Gula Asal Desa Terpencil di Sulsel Lulus Polisi, Sempat Dihina karena Kurang Mampu
Juli 9, 2024
Makassar – jurnalpolisi.id
Perjuangan keras menjadi motivasi dan penyemangat pemuda bernama Rahmat Daniel asal desa terpencil di Sulawesi Selatan (Sulsel) untuk mewujudkan mimpinya sebagai abdi negara.
Pemuda berusia 19 tahun yang terlahir dari keluarga ekonomi menengah ke bawah itu dinyatakan lulus sebagai anggota Polri tahun anggaran (TA) 2024, setelah melalui perjuangan yang menguras air mata.
Rahmat merupakan putra bungsu dari lima orang bersaudara. Rahmat lahir dari pasangan suami istri bernama Hasanuddin dan Nurmiah, yang kesehariannya bekerja sebagai buruh serabutan di salah satu desa terpencil, yakni Desa Tapong, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Pastinya untuk mewujudkan mimpi itu, Rahmat harus melalui perjuangan ekstra dan ketekunan. Ditambah impitan ekonomi keluarga yang sempat membuat ragu Rahmat mewujudkan mimpinya.
Ditemui awak media usai dirinya dinyatakan lolos masuk pendidikan bintara Polri TA 2024 Polda Sulsel, pada Minggu (7/7/2024), Rahmat tidak bisa menyembunyikan rasa harunya.
Dia bercerita, awal mula dirinya berani mendaftarkan diri sebagai anggota Polri. Saat itu, kata dia, beberapa personel Polda Sulsel datang di sekolah Rahmat untuk memberikan sosialisasi dan informasi terkait perekrutan anggota Polri.
“Waktu itu saya sudah mau lulus sekolah, ada panita pendaftaran datang kasih informasi bahwa akan dibuka pendaftaran (Polri). Saya pertama ragu karena orangtua saya tidak ada biaya,” ucap Rahmat.
Setelah itu, Rahmat akhirnya meminta restu kedua orangtuanya untuk mendaftarkan diri. Kedua orangtua Rahmat pun juga menyetujui kemauan putra bungsunya tersebut.
Rahmat sadar, dengan kondisi kedua orangtuanya yang memasuki usai senja dan hanya bekerja serabutan menjadi buruh tani hingga buruh bangunan tidak dapat mencukupi biaya pendaftaran.
“Saya sekolah di kota karena di desa saya itu tidak ada SMA, jadi saya cuma sampai sekolah SMP di desa. Itu juga waktu SMA saya menumpang tinggal di rumah keluarga di kota,” bebernya.
Jika memasuki waktu libur sekolah, Rahmat menyempatkan diri untuk pulang ke desanya dan harus menempuh waktu sampai 4 jam dari kota Kabupaten Barru.
Di sana, Rahmat membantu ekonomi keluarga sekaligus menabung untuk biaya pendaftaran sebagai anggota Polri kala itu.
“Saya waktu urus berkas untuk dapat uang itu, saya pergi bantu-bantu orang angkat gula, bantu panen padi, di situ upah saya kumpul untuk urus administrasi,” kata Rahmat.
Rahmat berharap, usai dinyatakan lolos dan bakal mengikuti pendidikan Polri TA 2024 di Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua Polda Sulsel pada 22 Juli mendatang, dia mampu membanggakan kedua orangtuanya.
“Sekarang saya anak gunung pedalaman bisa mengangkat derajat orangtua, apalagi di desa saya sendiri ini kampung terpencil. Itu mimpi besar saya mau jadikan motivasi para pemuda di desa saya agar jangan menyerah kejar mimpi,” ungkapnya.
Sementara, ibu Rahmat yakni Nurmiah tak bisa menahan air matanya saat mengetahui sang putra bisa lolos menjadi anggota Polri.
Dia bercerita, saat awal sang putra kesayangannya itu meminta restu untuk ikut mendaftar dirinya sempat ragu dengan biaya. Namun, keraguan Nurmiah hilang saat melihat kegigihan sang putra.
“Saya juga tidak ada kerja pak, jadi kalau ada (warga) berkebun tanami kacang, dia (Rahmat) juga bantu saya kalau dia datang dari sekolah. Kalau ada suruh dia pergi angkat gula biar itu hujan pergi juga, biar itu banjir sungai pergi juga,” ungkap Nurmiah.
“Pakaian, perlengkapan itu dipinjam untuk dipakai mendaftar, bolak-balik ke Bone (biaya) saya pinjamkan dulu (ke tetangga), nanti kalau ada pendapatan kita ganti,” tambahnya.
Selama pendaftaran, Rahmat disebut hampir tidak pernah meminta biaya kepada kedua orangtuanya. Rahmat bekerja mandiri mengangkat hasil panen gula warga desa menuju pengepul.
“Tidak pernah dia kasian minta uang sama saya karena dia tahu saya tidak ada pendapatanku. Jadi, dia itu kalau mau pergi saya bilang ada uang, bilang (iya) cukup ji ma,” ungkap Nurmiah.
Nurmiah hanya bisa mengucap rasa syukur melihat sang buah hati bisa meraih mimpinya walaupun dengan proses yang sangat luar biasa.
“Saya syukuri sekali (lulus) karena saya itu di sini kampung tidak ada sekali apa-apa (tidak mampu). Harapan saya dia bisa tetap berbakti kepada orangtua, kepada negara, kepada semua masyarakat. Saya mendoakan supaya anak saya ini bisa menjalankan tugasnya dengan baik,” ujar dia.
Selain itu, keluarga Rahmat bahkan sempat mendapatkan ejekan dari beberapa orang lantaran dinilai tidak mampu dari segi ekonomi untuk mendaftar sebagai anggota Polri.
“Saat itu banyak yang ragu-ragu, karena seperti diketahui mendaftar Polisi tidak gampang dan tidak mudah. Ketika mendaftar ini, banyak kasihan warga yang mengejek-ejek. Dianggap keluarga yang tidak mampu, bahkan dia penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH),” kata kerabat Rahmat, Ridwan, saat ditemui terpisah.
Bahkan, Rahmat sempat dilarang mendaftar oleh teman-teman sekolahnya. Namun, dorongan keluarga dan orangtua membuat Rahmat tetap kekeh untuk mendaftar.
“Banyak yang hina, katanya janganmi (tidak usah) mendaftar, dimanaki (dari mana) mau ambil uang, karena mendaftar itu pakai uang. Tapi, saya tetap dorong kasihan agar ini anak tetap mendaftar,” ucap Ridwan.
Ridwan yang juga merupakan Kepala Desa Tapong tempat Rahmat besar mengungkapkan bahwa diterimanya Rahmat menjadi anggota Polri menjadi suatu kebanggaan tersendiri.
Bagaimana tidak, desa terpencil dan baru merasakan listrik pada 2018 silam itu Rahmat lah putra pertama yang bisa menjadi anggota Polri.
“Alhamdulillah, dia (Rahmat) orang pertama di Desa Tapong yang diberikan kesempatan mengikuti pendidikan Polisi. Kami juga bisa mengatakan bahwa apa yang dikatakan orang di luar sana tidak benar. Keluarga tidak mampu, terbukti mendaftar polisi, tidak ada dibayar apapun tapi bisa lolos,” ungkapnya.