KPK: “Pencegahan Laten Korupsi Dimulai dari Keluarga Berintegritas”
JAKARTA, jurnalpolisi.id
Korupsi merupakan kejahatan melawan hukum luar biasa, yang sering kali dilakukan secara kolektif. Mirisnya, tanpa disadari, perkara tindak pidana korupsi kerap melibatkan orang dekat atau bahkan anggota keluarga. Karenanya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat menekankan bahwa pencegahan korupsi sejatinya dapat dimulai dari lingkup terkecil, yakni pembentukan keluarga berintegritas.
“Dari sisi penindakan, KPK mencatat sejumlah kasus korupsi dengan pelaku yang berasal dari 21 keluarga dalam hubungannya sebagai suami dan istri, orang tua dan anak, maupun kakak dan adik, modusnya antara lain terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan pemanfaatan ruang hingga terkait sengketa pilkada,” ujar Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK, Ipi Maryati, Selasa (4/6/2024).
Lanjut Ipi, setidaknya ada 3 fungsi keluarga, yang berperan besar dalam pembentukan keluarga berintegritas untuk menjauhi perilaku koruptif, di antaranya; fungsi afeksi, sosialisasi, dan pembentukan identitas sosial.
“Selain fungsi afeksi, keluarga juga berperan dalam melakukan internalisasi nilai-nilai integritas sebagai fungsi sosialisasi untuk menjauhi perilaku korupsi yang seyogianya dimulai dari keluarga. Selain itu, fungsi identitas sosial yang akan berpengaruh pada dimensi kesuksesan anak di masa mendatang, tidak hanya berbicara sebuah pencapaian atau kepemilikan materi, namun peduli dengan prosesnya,” tegas Ipi.
Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK menerjemahkan pencegahan korupsi di lingkup keluarga ke dalam program Keluarga Berintegritas (KERTAS). “Sejak 2012, KPK melakukan pencegahan berbasis keluarga sebagaimana program KERTAS, yang dasarnya kembali kepada keluarga, dimana peran bapak, ibu, dan anak sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai integritas dengan melakukan pendampingan agar anggota keluarga tidak melakukan korupsi,” papar Ipi.
Sementara itu, Wakil Kasatgas II Direktorat Peran Serta Masyarakat, Dion Hardika Sumarto menjelaskan tindak pidana korupsi bukan hanya merugikan diri sendiri. Bersamaan, membiasakan diri menjauhi hal-hal kecil, yang menjurus pada perilaku koruptif jadi kunci pencegahan tindak pidana korupsi.
“Kita harus pahami bagaimana upaya pemberantasan korupsi dilakukan melalui pendekatan pencegahan, pendidikan, dan penindakan. KERTAS merupakan salah satu program melalui pendekatan pencegahan, yang menyasar pasangan (keluarga) pejabat atau pemangku kebijakan. Kami berupaya mendorong para pemangku kepentingan untuk melakukan rencana aksi dalam implementasi program tersebut,” terang Dion.
Perempuan dalam Keluarga, Garda Terdepan Cegah Korupsi
Peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan oleh gerakan Saya Perempuan Antikorupsi (SPAK) Indonesia, yang memiliki pandangan luas perihal peran keluarga, khususnya sosok perempuan.
Dijelaskan Direktur SPAK Indonesia, Maria Kresentia, pencegahan korupsi yang paling mujarab dimulai dari ‘meja makan’ atau keluarga. Pun, perempuan dalam keluarga, yang secara luas di masyarakat semestinya dapat menjadi garda depan dalam memaparkan nilai-nilai antikorupsi.
“Stereotip perempuan dalam keluarga, sering kali dipandang sebelah mata. Karena itu, SPAK Indonesia turut memberikan keberdayaan bagi perempuan untuk menegaskan jika perempuan mampu ambil peran mencegah tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Meski demikian, Ipi mempertegas jika korupsi tidak pandang bulu, juga kelompok usia maupun jenis kelamin. “Perempuan memiliki kekuatan dalam pencegahan korupsi di lingkup keluarga sebagai istri (bagi suami) maupun ibu (untuk anak), dan korupsi itu bukan isu gender. Karena korupsi itu melibatkan seluruh gender, ada perempuan juga laki-laki, keduanya memiliki risiko yang sama,” pungkas Ipi.
(Drivana)