Forkompimcam Lembang Fasilitasi Gelar Data Sangketa Kepemilikan Tanah Atas Lahan Di Blok Pasir Malang Desa Mekarwangi, PPWI KBB Nyatakan “Kawal”
Maret 17, 2024
BANDUNG BARAT, jurnalpolisi.id
Masalah pertanahan pada umumnya adalah mengenai sengketa hak atas tanah. Sengketa hak atas tanah sekarang ini semakin berkembang, seiring munculnya permasalahan-permasalahan di masyarakat terutama bagi para pencari keadilan.
Adanya ketimpangan status kepemilikan, penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menyebabkan meningkatnya konflik pertanahan di beberapa daerah Provinsi Jawa Barat.
Belakangan ini, mencuat banyak kasus mengenai pertanahan. Terlebih, setelah terkuaknya beberapa kasus yang melibatkan empat Kepala Desa di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang terjerat hukum. Sehingga, publik pun semakin disajikan dengan aneka dugaan dan indikasi bobroknya pengelolaan tanah di wilayah Kecamatan Lembang, KBB.
Kali ini, sangketa kepemilikan tanah terjadi atas lahan seluas 14.000 m², Persil 52 Kohir 523 yang terletak di Blok Pasir Malang, Desa Mekarwangi atasnama Marna Odi/Oneng.
Hal itu diketahui berdasarkan musyawarah yang digelar di aula Kantor Kecamatan Lembang, pada Jum’at (15/3/2024).
Menurut data yang dihimpun Tim Investigasi, tanah atas lahan seluas 14.000 m² yang berada di Blok Pasir Malang itu di klaim oleh Pemerintah Desa Mekarwangi, bahwa tanah tersebut adalah Aset Desa berdasarkan pelimpahan Aset dari hasil Pemekaran Desa Pagerwangi pada tahun 1983.
Di sisi lain, tanah tersebut juga di klaim oleh ketiga anak dari pihak ahli waris (Alm) Iding Junaedi yang merupakan cucu dari (Alm) Marna Bin Iyo dan (Almh) Oneng Bin Maja. Ketiga anak tersebut yakni, Asep Yuyu Sugara, Hendaryat dan Yaya Heryana.
Dari hasil musyawarah yang digelar, silang sangketa atas klaim antar pihak yang mengaku sebagai pemilik atas lahan yang terletak di Blok Pasir Malang, Desa Mekarwangi itu belum menemukan titik terang.
Oleh karenanya berbagai pihak yang berkepentingan atas lahan seluas 14.000 m² di Persil 52 Kohir 523 secara yuridis sosiologis dituntut harus mampu membuktikan kepemilikan atas lahan tersebut menurut peraturan yang sah dan mengikat, baik bukti yuridis maupun bukti administrasi.
Hal ini dipandang perlu sebagaimana dimaklum, bahwa sangketa kepemilikan atas lahan itu diharapkan agar dapat memberi kepastian hukum terhadap siapapun yang berhak atasnya. Setidaknya persoalan yang muncul tersebut sedikit banyak mempengaruhi kredibilitas dan akuntabilitas para pihak yang terkait dan berkepentingan atas lahan yang disangketakan.
Usai memfasilitasi gelar data kepemilikan lahan tersebut, ketika dikonfirmasi oleh awak media Camat Lembang Drs. Bambang Eko Setyowahjudi menyampaikan, bahwa Camat dalam hal ini hanya memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Kita undang Pemerintah Desa Mekarwangi, kita undang para pihak yang terlibat, dan alhamdulillah ada yang masih hidup sampai saat ini, itu salah satu dari panitia sembilan namanya Pak Wawan, alhamdulillah tadi memberikan keterangan. Nah.. masalah kejadian yang dulu kita tidak tahu semua, apa yang terjadi tidak tahu, hanya memang ada prosedur yang sedikit dilanggar atau sedikit di langkahi yaitu tentang ketentuan Pedoman Aset Desa yang dikeluarkan oleh Pak Menteri Dalam Negeri pada waktu itu Nomor 3 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Aset Desa,” ujarnya.
Seharusnya, sambung Bambang Eko menegaskan, ada proses yang wajib dilalui kalau jual beli Aset Desa, kemudian rislah, tukar guling dan sebagainya itu harus melalui proses yang disetujui sekurang-kurangnya oleh Bupati.
Disinggung awak media soal tanah atas lahan yang berada di Blok Pasir Malang Desa Mekarwangi itu kini di kelola oleh Desa atau pihak lain, Bambang Eko mengatakan, kalau aset desa itu seyogyanya di kelola oleh Desa.
“Dan itu bisa di masukan dalam penyertaan modal ke BUMDes atau ke pihak lain. Bisa dikerjasamakan harus sepengetahuan dan mendapatkan persetujuan dari Bupati,” imbuhnya.
Dikonfirmasi kembali oleh awak media, kini lahan tersebut apakah sudah diketahui dan telah mendapatkan persetujuan dari Bupati tentang pengelolaannya, Bambang Eko menuturkan, bahwa aset desa itu dulunya kita tidak tahu.
“Kita tidak tahu dulu, kan saya bilang tadi ada proses yang dilangkahi, dilewati saat itu, yang mungkin pada waktu itu tidak melalui apa yang saya sebutkan tadi Permendagri Nomor 3 Tahun 1982 tentang Pengelolaan Aset Desa,” tukasnya.
Menurut Bambang Eko, meskipun ada proses yang dilangkahi dalam pengadaan tanah untuk Aset Desa berdasarkan Permendagri Nomor 3 Tahun 1982, tanah atas lahan seluas 14.000 m² itu tetap sah menjadi Aset Desa Mekarwangi berdasarkan pelimpahan Aset Desa dari Desa Pagerwangi.
“Kita kembali pada hak asal usul Desa, itu diatur dalam Permendes Nomor 1 Tahun 2015 tentang Hak Asal Usul Desa. Tanah milik Desa itu adalah tanah yang diperoleh dari warisan Pemerintahan Desa yang sebelumnya, atau hasil beli dari beban anggaran pendapatan dan keuangan Desa, atau hibah pemberian dari pihak lain atau lain-lain yang sah, kalau ini yang terjadi, ini adalah bentuk warisan dari Desa sebelumnya yaitu Desa Pagerwangi, pada saat pembebasan lahan, Desa itu belum mekar menjadi Desa Mekarwangi dan masih menjadi Desa Pagerwangi. Tahun 1983 baru terpisah atau dimekarkan menjadi Desa Mekarwangi, nah.. pada saat mekar itu Desa Mekarwangi sudah mendapatkan Aset atau warisan berupa aset tanah Desa yang terletak di persil 52 itu, dan tanah-tanah itu sudah tercantum dalam buku C Desa, untuk merubah buku C Desa itu memang mudah, tapi prosesnya tidak semudah seperti yang dibayangkan, harus ada alasan, harus ada dasar tentang perubahan itu,” jelasnya.
Lebih lanjut Bambang Eko memaparkan, diketahui atau tidak oleh Bupati adanya tanah atas lahan di Blok Pasir Malang yang kini menjadi Aset Desa Mekarwangi, ia menyebut jamannya sudah berbeda.
“Tahun 1983 kita tidak tahu yang terjadi pada tahun itu seperti apa, yang tahu kita adalah tanah tersebut sudah dicantumkan dalam buku C Desa, terkait prosesnya seperti apa kita tidak tahu,” pungkasnya.
Diakhir wawancara eksklusif dengan awak media, Bambang Eko menyampaikan 2 opsi yang sebelumnya juga disampaikan dalam musyawarah gelar data atas lahan di Blok Pasir Malang seluas 14.000 m².
“Pertama, kita sih berharap karena kasihan sama pelaku-pelaku yang sudah tidak ada, sudah meninggal dunia, sebaiknya dari para pihak bisa mengikhlaskan itu, dan toh tanahnya juga bukan untuk kepentingan pribadi, itu untuk kepentingan umum, kepentingan masyarakat, kepentingan semua lah, jadi tidak ada yang dihilangkan itu, mudah-mudahan ini menjadi pahala amal ibadah dari para pihak terdahulu, sehingga bisa hidup damai. Opsi yang kedua, kalau namanya manusia kita tidak bisa batasin kan, kalau ada unsur yang tidak suka, tidak setuju dengan hasil musyawarah ini ya silahkan ada wadahnya yaitu jalur hukum. Kalau ada pidana ya ke Polisi, ke Kejaksaan, kalau perdata ya ke Pengadilan, silahkan,” katanya.
Sementara dihari yang sama, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) KBB Yusman Andrian menyatakan, bahwa pihaknya akan mengawal sejumlah polemik pertanahan di wilayah Kecamatan Lembang yang terindikasi adanya campur tangan MAFIA TANAH.
“Tentu saja kami sebagai jurnalis adalah kontrol di masyarakat dan ini adalah tugas kami untuk mengawal, kemudian menginformasikan ke masyarakat Lembang tentang keadaan yang terjadi sebenarnya, agar masyarakat Lembang mengetahui kebenaran itu. Seperti sejumlah pembangunan area wisata yang diduga banyak yang tidak memiliki izin, kami juga memiliki sumber yang jelas tentang informasi backup dibelakang para pengusaha yang diduga banyak merugikan masyarakat Lembang ini,” tegasnya.
Turut hadir dalam musyawarah tersebut, Forkompimcam Kecamatan Lembang, Drs. Bambang Eko Setyowahjudi, Kompol Hadi Mulyana, S.H,.M.H., beserta jajaran dan Lettu Caj (K) Eno Nia Ratnaningsih beserta jajaran.
Selain itu, turut hadir dalam musyawarah tersebut, Plt Kepala Desa Mekarwangi Rustandi didampingi oleh BPD, Kepala Desa Pagerwangi Agus Ruhidayat yang didampingi Sekretarisnya, tokoh masyarakat dan tamu undangan lainnya.
KADIV INVESTIGASI
DRIVANA