Astaga! Selain Adanya Dugaan Korupsi Pada Pembangunan Ruang Praktik Siswa, SMKN 1 Cipendeuy Juga Diduga Banyak Menahan Ijazah Siswa

BANDUNG BARAT, jurnalpolisi.id

Selain adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Program Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Pembangunan Ruang Praktik Siswa (RPS) Kompetensi Keahlian Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKRO) di SMK Negeri 1 Cipendeuy.

SMK Negeri yang memakai tanah Pemerintah Desa Margalaksana, Kecamatan Cipendeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB) seluas 1 hektare lebih itu juga diduga banyak melakukan penahanan ijazah siswa/ siswi yang telah lulus sekolah dengan modus belum membayar pungutan pembangunan masjid.

Hal itu disampaikan langsung oleh narasumber yang identitasnya tidak ingin diketahui, usai Tim Investigasi Jurnal Polisi News melakukan penelusuran dan upaya konfirmasi ke SMK Negeri 1 Cipendeuy, pada Senin (16/10/2023).

Meskipun Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat telah menyampaikan surat edaran terkait cara pengisian Blanko Ijazah Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Tahun Pelajaran 2020/2021, yang dimana dalam surat tersebut dicantumkan poin larangan menahan ijazah siswa.

Dalam hal ini menindaklanjuti Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2020 tentang Spesifikasi Teknis, Bentuk dan Tata pengisian Blanko Ijazah. Namun, Peraturan dan surat edaran tersebut diindikasi dikangkangi oleh pihak SMK Negeri 1 Cipendeuy.

Selain adanya dugaan penahanan ijazah siswa, narasumber juga menyampaikan, belum lama ini banyak orangtua siswa yang keberatan sekaligus menjadi keluhan soal study tour siswa ke Yogyakarta dengan biaya sebesar Rp1.250.000,- per orang yang dilaksanakan oleh pihak sekolah.

“Apalagi sekarang ekonomi lagi sesulit ini, coba apa bisa tidak, sekarang study tournya diwilayah kita (Jawa Barat), di Bandung banyak, industri sekarang Cikarang banyak, universitas di wilayah kita kurang bagaimana. Buat apa ke Yogya, sama kok,” katanya.

Sekarang begini, sambung narasumber menuturkan, ongkos Rp1.200.000, terus uang jajan (siswa) berapa, kalau dipakai beli beras berapa banyak.

Tak cukup sampai disitu, narasumber juga membeberkan, bahwa komite sekolah SMK Negeri 1 Cipendeuy yang diketahui bernama Agus diidentifikasi bukan seorang warga Desa Margalaksana, dan diduga kuat bukan juga orangtua siswa.

“Agus orang Desa Cipendeuy. Itu LPMD Desa Cipendeuy,” ucapnya.

Hingga kedua kalinya berita ini diturunkan, pihak sekolah maupun komite masih belum memberikan penjelasan apapun kepada Jurnal Polisi News.

Perlu diketahui, berdasarkan ketentuan Pasal 3 Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, dapat menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif.

Masyarakat dalam hal ini sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2), yang dimaksud masyarakat adalah peserta didik, orang tua atau wali peserta didik.

Kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 10 ayat (2) bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.

Lantas seperti apa nasib masyarakat kalangan bawah kedepannya yang tidak mendapatkan bantuan biaya dari Pemerintah, apakah hanya bermodalkan niat saja untuk mencapai pendidikan yang tinggi?

Lalu, bagaimana dengan komitmen Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia realisasikan Program Wajib Belajar 12 Tahun untuk mewujudkan Generasi Emas di tahun 2045? Namun, fakta dilapangan pihak sekokah masih membebani para siswa/siswi dengan biaya ataupun pungutan yang memberatkan orangtuanya.

Dan perlu diingatkan, Pemerintah menyelenggarakan Program Wajib Belajar 12 tahun bukan tanpa alasan. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan Mutu Pendidikan Nasional dari sumber daya manusia. Sebab, tantangan Indonesia saat ini semakin Kompleks terutama pada bidang pendidikan.

Jika belajar di negeri ini tidak memiliki kecerdasan memahami hal tersebut, maka mereka akan kehilangan identitas dan berimbas pada hancurnya Generasi Bangsa. Padahal Indonesia sudah memiliki cita-cita untuk mewujudkan generasi emas di tahun 2045. Jadi program wajib belajar 12 tahun merupakan salah satu upaya untuk mencapai cita-cita tersebut.

Dengan adanya program 12 tahun wajib belajar bisa meningkatkan kesempatan penciptaan lapangan kerja di masa mendatang. Hanya berdasarkan ilmu dasar saja pasti akan kesulitan untuk mengembangkan berbagai macam hal. Pada akhirnya, pelajar tamatan SMP belum tentu bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan menghasilkan karena minimnya bekal dan pengetahuan pada pendidikan.

Dengan menghasilkan pelajar yang mandiri, kreatif, dan bisa menciptakan lapangan pekerjaan, pemerintah menggalakkan Program Wajib Belajar selama 12 tahun.

Selanjutnya, melalui pemberitaan ini, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Barat dan Inspektorat Provinsi Jawa Barat diharapkan bisa membantu para siswa/ siswi untuk mendapatkan haknya berupa ijazah, sekaligus melidik dan mengaudit semua kebijakan dan kegiatan di SMK Negeri 1 Cipendeuy.**(DRIVANA).

RED (TIM INVESTIGASI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *