DIAWALI RADEN FATAH ORANG JAWA KEHILANGAN KEJAWAAN DAN MEMUDARNYA AJARAN LELUHURNYA

Catatan Budaya : KP Norman Hadinegoro.

Jakarta – jurnalpolisi.id

Tulisan ini diambil dari ramkuman dari pemikiran rekan rekan pemerhati budaya dan KP Norman Hadinegoro menuliskan kembali bahwa orang jawa kehilangan kejawaannya, dimulai dari Raden Fatah.

Orang jawa itu sangat menjunjung tinggi rasionalitas alias akal sehatnya. Karena itu orang Jawa akan sangat tersinggung dan sangat marah, jika ada orang tidak dikenal/asing kok berani-berani pegang kepalanya. Karena di kepala itu tempatnya akal sehat.

Bagi orang jawa betapa tingginya penghormatan manusia Jawa itu pada orang tua atau leluhurnya sendiri, hingga jika ingin tahu dan melihat gambaran nyata dari Tuhan itu ya ada di orang tua kita sendiri. Orang tua yang memberi kita hidup, sangat menyayangi dan selalu memberi yang terbaik untuk kita.

Kenapa saya bisa berkesimpulan demikian ?
Secara realitas politik diawali zaman Raden Fatah ini, untuk pertama kalinya raja Jawa kehilangan kemerdekaannya dan kedaulatan. Seperti kita tahu, kerajaan Demak itu ada dibawah kekuasaan kesultanan/kekhalifahan Turki Ustmaniyah.

Dan ketika berkuasa, raden Fatah-pun bergelar Sultan Syah Alam Akbar al Fatah (1455-1518). Raden Fatah adalah penguasa Jawa pertama yang memakai gelar “Sultan”. Sebelum itu manusia Jawa tidak kenal kosa kata “Sultan” , karena “sultan” memang sebutan yang lazim dipakai di Timur Tengah bukan di Jawa. Disini manusia Jawa kehilangan ke-Jawaannya!.

Tapi di zaman raden Fatah inilah, pemujaan-penghormatan pada orang tua sendiri mulai luntur dianggap syirik dan musyirk dan rakyatnya diajar untuk lebih hormat dan memuja-muji leluhur bangsa lain yang nun jauh diseberang lautan sana yang tidak jelas apa kontribusinya dalam keseharian hidup kita. Disinilah manusia Jawa semakin kehilangan ke-Jawaannya!.

Manusia Jawa percaya Tuhan itu ada dimana-mana juga di hati kita. Jadi pemahaman manusia Jawa tentang Tuhan itu sangat dekat dan ada dikeseharian hidup kita dan berfirman perdetak nadi. Tapi raden Fatah meyakini Tuhan ada di langit, dan firman-firmannya hanya apa yang tertulis di kitab suci bangsa Arab. Disini manusia Jawa kehilangan ke-Jawaannya!.

Lalu apa yang membuat raden Fatah dan Demak bisa takluk dengan Kesultanan Turki Ustmaniyah?. Ya, karena mental inferiornya dihadapan bangsa lain. Akal sehatnya takluk hanya oleh dongeng aneka mujijat dan ancaman siksa neraka dan janji-janji delusif surgawi. Disini manusia jawa kehilangan ke-Jawaannya!.

Karena kecerdasan dan akal sehatnya itu manusia jawa mampu membangun candi-candi yang luar biasa besar, indah, orisinal dan presisi. Kecerdasannya dan keyakinan Tuhan ada dalam diri itu membuat manusia Jawa sangat percaya diri. Maka ketika kekasiaran Mongol yang super power mau meng-invansi Jawa, manusia Jawa tidak gentar sedikitpun.

Lalu apa yang membuat raden Fatah dan Demak bisa takluk dengan Kesultanan Turki Ustmaniyah?. Ya, karena mental inferiornya dihadapan bangsa lain. Akal sehatnya takluk hanya oleh dongeng aneka mujijat dan ancaman siksa neraka dan janji-janji delusif surgawi. Disini manusia jawa kehilangan ke-Jawaannya!.

Manusia Jawa itu penuh keaneka-ragaman bahasa simbol. Tabur bunga, bakar dupa, ruwat desa, larung sesaji dan sebagainya itu adalah bahasa simbol manusia jawa dalam memuliakan sang penciptaNya. Disitu ada doa, harapan dan petuah-petuah. Tapi semua itu dianggap syirik-musryikkan diganti doa-doa hapalan di mulut yang seragam ala Timur-tengah. Disini manusia kehilangan ke-Jawaannya!.

Dan sekarang semakin banyak orang yang kehilangan ke-Jawaanya!. Prosesnya sama, yaitu dimulai dengan lupa leluhur sendiri, lupa bahasa, lupa busana, akhirnya bahkan juga lupa jika punya tanah air-sendiri.

Lupa dengan jatidirinya sendiri sebagai insan merdeka dan lebih bangga menjadi bangsa mental budak-inferior dihadapan bangsa lain. Disitulah Orang Jawa kehilangan Ke-Jawaannya yang paling hakiki !
semoga bermemfaat sebagai renungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *