Waduh! Diduga Penerbitan 21 Sertifikat PTSL Asli Tapi Palsu Di ATR/BPN Cimahi, Diindikasi Akan Dialihkan Ke Pemohon Lain

CIMAHI, jurnalpolisi.id

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau disebut PTSL merupakan program sertifikat tanah gratis dari pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN. Program ini bertujuan untuk mempercepat pemenuhan hak dasar rakyat agar mendapat kepastian hukum kepemilikan tanah.

Namun faktanya berbeda di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Program PTSL ini diduga jadi ajang pungutan liar (Pungli) dan Perampasan Hak Milik tanah seseorang.

Menurut informasi dari Haryanto, penerima kuasa khusus dari ahli waris pemegang hak atas tanah yang berada di Kampung Nyalindung RT 01 RW 05, Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, menyampaikan bahwa diduga besok (Senin, 10/7/2023) Ketua RW mau menemui Mamat selaku Korsub Pendaftaran Hak di Kantor ATR/BPN Kota Cimahi untuk nego yang 21 bidang.

“Karena warga pemohon menanyakan posisi sertifikat yang sudah diambil dalam status online,” ujarnya, Minggu (9/7/2023).

Selain itu, Haryanto juga menyampaikan informasi kepada jurnalpolisi.id, diindikasi sertifikat yang diduga kuat asli tapi palsu yang bukan hak pemohon PTSL yang 21 bidang akan dialihkan kepada pemohon lain.

“Ada ini nego dari dalam ke salah satu RW,” katanya, Kamis (13/7/2023).

Sebelumnya, pada Minggu (9/7/2023) jurnalpolisi.id berupaya mengkonfirmasi dua orang yang diduga terlibat melakukan Pungli dan Perampasan Hak Milik Tanah seseorang dalam program PTSL di Kota Cimahi, yakni oknum RT berinisial WM dan oknum RW berinisial RK di wilayah Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara.

Namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Hingga berita ini ditayangkan jurnalpolisi.id belum mendapatkan penjelasan resmi apapun dari oknum WM maupun RK.

Perlu diketahui, sebelumnya telah diberitakan redaksi jurnalpolisi.id, Haryanto, Penerima kuasa khusus dari ahli waris pemilik tanah yang berlokasi di RT 01 RW 05, Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi bongkar permainan sejumlah oknum. Mulai dari oknum RT, RW sampai ke oknum Pejabat Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Cimahi terkait dengan dugaan penerbitan sertifikat asli tapi palsu yang bukan hak pemohon pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL).

PTSL merupakan program sertifikat tanah gratis dari pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN. Program ini bertujuan untuk mempercepat pemenuhan hak dasar rakyat agar mendapat kepastian hukum kepemilikan tanah.

Menurut kuasa khusus ahli waris yang akrab disapa Hary menyampaikan, berawal permasalahan terjadi adanya oknum yang mengaku sebagai pemilik tanah, kemudian menjual tanah tersebut.

“Tanah itu dulunya sudah pernah dijual-jual oleh oknum hingga beralih ke 21 kepemilikan. Karena ada halangan, ada berkas yang hilang, kan tidak bisa diproses yang pertama, dan yang kedua meninggal dunia si pemilik tanah tersebut, tapi mempunyai ahli waris tunggal yang memberikan kuasa khusus ke saya,” ujarnya pada Kamis (6/7/2023).

Ahli waris ini tidak tau, sambung Hary menjelaskan, saat 21 orang ini memohon penyertifikatan tanah itu masing-masing.

“Ahli waris tidak pernah menjual atau melepaskan hak, karena masih utuh, mau diakui atau tidak itu terserah. Ditahun 2022 ada oknum BPN Cimahi namanya Agam, kerjasama lah begini-begini, dimohon dengan pengakuan hak pakai tanah adat dalam program PTSL,” terangnya.

PTSL adalah berkas pendaftaran pertama tanah, lebih lanjut Hary menuturkan, dimohonlah dengan menghilangkan sertifikat induk.

“Saya jamin, sertifikat induk ini sudah dihilangkan atau sudah dihapus, akhirnya masyarakat berani bayar berapa, kan kesana dikejarnya oleh oknum BPN ini, sekarang sudah dipecat (Agam) orang lapangannya, karena banyak sekali masalah. Nah, dalam perjalanan waktu inikan tetap diproses, komitmen dengan masyarakat yang 21 orang ini berjalan, dikoordinir oleh RT dan RW untuk penarikan masalah biaya,” katanya.

Disampaikan Hary, PTSL ini semestinya gratis alias tidak dipungut biaya. Namun, oknum-oknum ini justru memanfaatkan program PTSL untuk mendapat keuntungan dengan cara yang salah.

“Biaya yang ditarik pertama adalah biaya pengukuran, Rp500.000 per orang atau per pemohon, ada kwitansinya. Yang berikutnya adalah diminta kembali pertumbak itu kena biaya PTSL Rp800.000 per orang atau per pemohon. Contoh 12 tumbak dikali Rp800.000 jadi Rp9.600.000 dan ini 10 tumbak dikali Rp800.000 jadi Rp8.000.000,” terangnya.

Kemudian, Hary pun memperlihatkan bukti data dari 21 orang yang bersedia membayar penerbitan sertifikat asli tapi palsu yang bukan hak pemohon PTSL, termasuk resi online dan peta bidang yang sudah muncul.

“Kolektor nya oknum RT, di koordinir oleh oknum RW, berbagi dengan oknum Pejabat BPN Cimahi, itu sudah diakui oleh oknum RT. Oknum RT pun kemarin sempat nagih ke warga melalui WhatsApp, tagihan itu atasnama Agam,” imbuhnya.

Diakhir wawancara eksklusif, Hary mengungkapkan, intinya pelanggarannya adalah dasar jadinya sertifikat itu, kenapa dimohon dari tanah adat.

Yang lebih parahnya lagi, di status online, 21 orang pemohon tanah itu, diberitahukan sudah mengambil sertifikat PTSL tersebut, akan tetapi nyatanya, sertifikat tersebut masih ditahan oleh ATR/BPN Kota Cimahi.

“Di online (nasional), status sertifikat sudah diambil oleh 21 orang pemohon, mengajukan Bulan Agustus tahun 2022, selesai Januari 2023, statusnya sudah diambil. Kenyataannya tidak, ini untuk laporan saja ke nasional (ke pusat), kalau kerjaan di (ATR/BPN) Cimahi sudah beres, kenyataannya sudah ada 21 bidang, sertifikatnya di Kasi Pengukuran ATR/BPN Cimahi,” tutupnya.

Selanjutnya, jurnalpolisi.id berupaya mendatangi Kantor ATR/BPN Kota Cimahi untuk mengkonfirmasi beberapa Pejabat ATR/BPN Kota Cimahi yang diduga kuat terlibat dalam permasalahan ini yakni Mamat dan Fuad, namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

Tak berhenti sampai disitu, dihari yang sama jurnalpolisi.id juga mengkonfirmasi Ketua Fisik Program PTSL, Suryadi. Saat dikonfirmasi, ia pun menyampaikan bahwa tidak mengetahui yang terjadi dilapangan.

“Sebetulnya, saya sebagai Ketua Fisik saya tidak tau dilapangan, yang saya tau berkas itu datang ke saya, saya tandatangan. Dan masalah disitu ada induk, ada bagian pemetaan, jadi ada bagian-bagiannya, cuma dari pemetaan itu, kenyataan jadi tidak ada, itu juga apakah terplot atau tidak, berarti itukan tidak terplot,” ucapnya.

Masalah disitu ada yang sudah selesai, sambung Suryadi menuturkan, tapi kan, karena pada saat itu berhubung waktu namanya program harus selesai pertahun.

“Disini dibereskan, padahal si berkas itu belum beres, belum ditandatangan oleh wakil dan ketua yuridis (Mamat dan Fuad). Makanya kemarin saya dengar begitu ada permasalahan dilapangan, saya ambil semua berkas (Sertifikat PTSL) itu, tinggal saya mengumpulkan dengan yang punya kuasa induk, nantinya dibereskan bagaimana solusi ini, karena kalau dari induk, muncul PTSL, itukan melewati beberapa prosedur,” terangnya.

Dikonfirmasi oleh jurnalpolisi.id, Suryadi pun mengakui bahwa disitu terjadi pelanggaran.

“Kalau pelanggaran ada, seharusnya kan ada induk, harusnya kan di split dari induk. Nah, tinggal nanti kita mengklarifikasi lagi ke warga dengan yang punya induk, nantinya keluarnya itu, yang PTSL karena belum jadi disertifikatnya, walaupun secara administrasi sudah jadi, nah..itu dirubah nanti, harusnya nanti keluar itu pemilik induk,” pungkasnya.

Disindir kembali oleh jurnalpolisi.id, Suryadi tidak mengetahui adanya sertifikat induk. Dan Suryadi juga tidak mengetahui adanya informasi, bahwa ada oknum Pejabat ATR/BPN Kota Cimahi yang berupaya akan menghapus data sertifikat induk (lama).

“Awal mula saya tidak begitu mengikuti, cuma yang jelas hasil dari bawah datang ke meja saya, saya tandatangan. Berarti itu sudah clear and clean secara administrasi dikantor,” ucapnya.

Masih dengan Suryadi mengungkapkan, bahwa dirinya tidak mengetahui ada indikasi kuat pungutan liar (Pungli) yang diduga dilakukan oleh oknum RT, RW, dan oknum Pejabat ATR/BPN Kota Cimahi.

“Saya tidak mengetahui, baru dengar sekarang, mungkin yang Rp500.000, mungkin dengan petugas ngukur. Karena ada mungkin gimana, ada rasa terimakasih warga, mungkin bisa saja,” tuturnya.

Disinggung oleh jurnalpolisi.id, sertifikat PTSL yang dimohon oleh 21 orang warga atas dasar apa. Suryadi pun menjawab, “Itu melalui RT, RW, baru ke BPN”.

Dikonfirmasi kembali, permohonan garapan atau apa. Suryadi kembali menjawab, “Mungkin harus lihat dulu berkas itu”.

“Paling-paling harusnya ada warkah PTSL, mengisi dengan saksi dua orang, RT RW. Atau ada juga kadang-kadang, ada yang sudah punya akta mungkin di wilayah itu,” imbuhnya.

Diakhir konfirmasi, Suryadi menyampaikan, bahwa dirinya tidak bisa berbicara lebih jauh terkait upaya hukum yang akan dilakukan oleh pihak kuasa dari ahli waris pemilik sertifikat induk.

“Mungkin nanti saya akan koordinasi dengan pimpinan juga. Mudah-mudahan ada solusi untuk mediasi antara ahli waris dengan warga itu sendiri,” harapnya.

KADIV INVESTIGASI
DRIVANA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *