PETI Rugikan Negara Triliyunan Rupiah, Ketua Umum Fast Respon Nusantara (FRN) Counter Polri Minta Pemerintah Tangani Tambang Ilegal
Jakarta – jurnalpolisi.id
Tambang merupakan salah satu kekayaan negara yang dikuasai oleh pemerintah,”artinya, pelaksanaan aktivitas pertambangan diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan pelaksana, sedangkan pemerintah berperan mengawasi pelaksanaan aktivitas pertambangan.
Pemerintah berhak memberikan dan mencabut izin pelaksanaan kegiatan pertambangan dinilai tidak memenuhi persyaratan dan prosedur yang berlaku. Hingga kini, masih ada masalah yang belum bisa terungkap yaitu masalah tambang ilegal atau pertambangan tanpa izin (PETI).
Menurut Ketua umum perkumpulan media Fast Respon Nusantara (FRN) Counter Polri R.Mas Mh Agus Rugiarto,SH, yang biasa disapa Agus Flores atau Puan Agus
perjalanan aktivitas Pertambangan Ilegal atau PETI sangat besar mencapai triliyunan rupiah dan jelas merusak lingkungan.
“Penambangan ilegal berpotensi merugikan lingkungan dan masyarakat sekitar tambang karena adanya ketidaksesuaian prosedur penambangan sebagaimana yang telah ditetapkan. Tambang ilegal atau PETI juga dapat merugikan negara karena berpotensi menghilangkan sumber pendapatan pemerintah, baik pusat maupun daerah,” kata, Puan Agus. Senin (22/05)
” Kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal atau PETI terjadi karena aktivitas penambangan yang dilakukan tidak memperhatikan praktik penambangan yang baik.
Hal ini dapat diamati dari penggunaan sianida dan merkuri yang menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Kegiatan penambangan ilegal juga berpotensi mengancam keselamatan jiwa karena abainya pelaku tambang ilegal terhadap prosedur operasional keselamatan kerja.”ujar Puan Agus.
Puan Agus menyarankan upaya dan strategi yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah timbulnya kerugian yang merugikan negara, pemerintah harus melakukan berbagai upaya dan strategi untuk menertibkan tambang ilegal tersebut, seperti ;
- Pengaturan dan Perbaikan Data Pertambangan Tanpa Izin
Bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Pemerintah melakukan pengaturan dan perbaikan data pertambangan tanpa izin (PETI) yang berada di areal tambang.
“Pengaturan dan perbaikan data ini penting dilakukan karena dengan adanya data yang valid, maka proses pengawasan dan penetiban dapat dilakukan dengan lancar.
- Pengecekan atau Inspeksi Dadakan.
Pemerintah bersama KLHK, Kemenko Maritim, dan pemerintah daerah berkomitmen untuk menggalakkan pengecekan atau inspeksi dadakan (Sidak) ke tempat-tempat yang diduga sebagai tempat pengiriman bahan dari tambang-tambang tak berizin. Tujuannya, agar pergerakan barang ilegal bisa ditekan.
- Penertiban oleh Aparat Penegak Hukum.
Dalam hal ini, pemerintah menugaskan kepolisian khususnya Kepolisian Daerah (Polda) bersama TNI melakukan upaya penegakan hukum untuk menertibkan dan memberantas tambang ilegal secara langsung ke titik lokasi.
- Pemberian Sanksi.
Pemerintah harus memberikan sanksi hukum seperti kurungan penjara maksimal sepuluh tahun dan denda maksimal sepuluh miliar rupiah (sesuai UU Pertambangan Minerba).
- Penyuluhan dan Sosialisasi Dampak dari kegiatan Tambang ilegal
secara berkala.
Pemerintah harus melakukan penyuluhan dan sosialisasi tambang ilegal. “Sebab, banyak oknum pelaku kegiatan tambang ilegal yang tidak memahami akan bahaya yang bisa muncul dari kegiatan tersebut. Untuk itulah perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi terutama mengenai kegiatan kegiatan PETI bagi lingkungan sekitar.
- Penyediaan Lapangan Kerja.
Pemerintah harus mengupayakan menyediakan lapangan pekejaan lain bagi masyarakat agar tidak melakukan kegiatan penambangan ilegal dengan memberikan fasilitas pelatihan kerja melalui Pemerintah Daerah.
Puan Agus menyebutkan, berdasarkan Pasal 158 UU Minerba, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3 ), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Aktivitas tambang ilegal menjadi salah satu dari sekian banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah,penyelesaiannya juga memang tidak mudah dan harus bertahap, namun apabila tidak segera diatasi, dampak lingkungan dan kerugian bagi negara akan semakin bertambah,” tutup Puan Agus.
( Arif JPN )