Oknum Anggota Polri Terlibat Eksekusi Tanah, Kuasa Hukum Petani Kalasey II Desak Kapolda Sulut Beri Tindakan Tegas
Manado – jurnalplolisi.id
Tiga oknum Anggota Polresta Manado dan Kasat Pol-PP Pemprov Sulut dilaporkan ke Polda Sulut. Kuasa Hukum Warga Desa Kalasey II, Kecamatan Mandolang, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Dr. Santrawan Totone Paparang, S.H., M.H., M.Kn., dan Hanafi Saleh, S.H., mendesak Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Utara (Sulut), Irjen Pol. Drs. Setyo Budiyanto, segera menggelar sidang kode etik terhadap tiga Anggota Polri terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pada tanggal 7 November 2022.
Ketiga oknum polisi tersebut masing-masing berinisial Kompol TM alias Tom, Kompol BD dan Bripka IW. Ketiganya diduga kuat menjadi otak pada peristiwa eksekusi lahan yang menimbulkan banyak korban. Selain ketiga Anggota Polri tersebut, kuasa hukum juga melaporkan Kepala Satuan (Kasat) Polisi Pamong Praja (Pol-PP) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut, FK.
“Saya dan Hanafi mendesak Kapolda Sulut segera memproses hukum dan sidang kode etik kepada tiga anggota polisi ini sampai tuntas. Tujuannya supaya ketiganya mendapatkan sanksi dan efek jera,” ujar Santrawan dan Hanafi kepada wartawan usai melaporkan peristiwa itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sulut, Kamis (25/05/23) siang.
Kedatangan mereka ke Polda Sulut juga untuk melaporkan tindakan anarkis dan masalah kode etik yang dilakukan sejumlah Anggota Brimob dan sejumlah Anggota Pol-PP Pemprov Sulut. Selain itu, keduanya akan mengawal proses hukum dari permintaan visum tet repertum, pemeriksaan penyelidikan hingga penyidikan atau proses penetapan tersangka.
Keduanya menegaskan, peristiwa pelanggaran HAM dengan korban banyak orang itu merupakan pelanggaran besar hingga tidak bisa dibiarkan. “Kami juga akan menyampaikan kejadian ini ke Presiden Joko Widodo, Kapolri, institusi atau lembaga pemerintah lainnya yang memiliki keterkaitan dengan peristiwa ini. Jika terbukti bersalah pelakunya dapat diberhentikan dengan tidak hormat,” ketus keduanya.
Sedikitnya ada 90-an warga petani Desa Kalasey II mendatangi markas besar (Mabes) Polda Sulut. Mereka mendatangi Polda Sulut secara beriringan dengan dikawal petugas dari Polsek Pineleng, didampingi beberapa polisi dan Babinkamtibmas.
Puluhan petani yang didampingi tim kuasa hukum mereka disambut Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kombes Pol Gani Siahaan, kemudian diarahkan ke SPKT dan dan Bidang Propam. Kedua pengacara kondang itu mengatakan laporan tersebut berawal dari eksekusi liar dan secara membabi buta menembakkan gas air mata secara langsung ke arah korban. Padahal kata keduanya, lembaga yang memiliki kewenangan mengeluarkan putusan eksekusi hanya peradilan umum (negeri-red), bukannya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Pada peristiwa itu, Kompol TM tidak menerima ruang untuk berdialog, Kompol BD yang membentak warga dengan bahasa kotor. Sedangkan Bripka IW dan FK yang memerintahkan penembakan gas air mata langsung ke warga,” jelas keduanya.
Ditemui terpisah, Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Iis Kristian membenarkan kalau dua laporan yang telah dilaporkan warga Desa Kalasey telah diterima dan akan diproses sesuai hukum. “Dua laporan sudah diterima di SPKT. Pertama, laporan terkait dengan tindakan yang dilakukan oleh Anggota Polisi pada pengamanan di Desa Kalasey II, dan kedua laporan dugaan penganiyaan yang dilakukan oleh Anggota Pol-PP. Kedua laporan itu telah diterima dan akan diteruskan untuk laporan penganiyaan ke Reskrim.
Sedangkan untuk laporan ke Bidang Propam akan ditindaklanjuti dengan memeriksa saksi-saksi dan bukti-bukti lain. Tujuannya agar masalahnya menjadi terang dan jelas, betul tidaknya dugaan pelanggaran disiplin maupun kode etik,” ungkap Kristian kepada wartawan, Kamis (25/05/23).
Atas tindakan yang dilakukan para oknum Anggota Polri tersebut, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., mengecam hal tersebut. Ia mengatakan perilaku tersebut sudah sangat keterlaluan. “Inilah Polisi Indonesia, mereka digaji oleh rakyat tetapi mereka menjadi kacung bagi pengusaha,” ujar Tokoh Pers Nasional yang selalu membela orang-orang yang terzolimi di berbagai pelosok tanah air itu.
Alumni pasca sarjana di tiga universitas bergengsi mancanegara ini menyampaikan bahwa para petani di Desa Kalasey Dua, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, berjuang mempertahankan lahan pertanian milik mereka yang sudah digarap secara turun-temurun selama puluhan tahun. Akan tetapi demi mempertahankan lahan mereka, akhirnya bentrokan antara petani dengan aparat kepolisian tidak dapat terhindarkan. Akibat bentrokan tersebut sejumlah warga yang juga petani di lahan yang diperjuangkan mengalami luka-luka, ada yang pingsan.
Peristiwa memilukan itu terjadi bermula dari tindakan eksekusi lahan tanpa menunjukan surat putusan Pengadilan Negeri Manado oleh sejumlah Polisi dan Satpol-PP, pada 7 November 2022. Menurut Kuasa Hukum Warga Desa Kalasey II, eksekusi tersebut merupakan tindakan liar alias ilegal karena eksekusi adalah kewenangan Pengadilan Negeri, bukan di tangan Pengadilan Tata usaha Negara.
Terlepas dari permasalahan yang ada, tambah Wilson Lalengke, tindakan barbar polisi adalah hal yang memalukan sekaligus menggores rasa keadilan masyarakat. “Bagaimana mungkin kita membenarkan tindakan brutal aparat melakukan kekerasan terhadap rakyat yang telah membelikan celana dalam si aparat dan istrinya, namun berlaku pongah terhadap emak-emak dan opa-opa yang tidak berdaya? Batok kepala para begundal itu isinya apa ya? Hampir pasti hati mereka berwarna hitam legam tanpa nurani,” tandas Ketua Permata (Persaudaraan Mantan Tahanan) ini.
Alumni PPRA-48 Lemhanas RI tahun 2012 tersebut menambahkan, sungguh miris melihat perilaku bejat para begundal dajjal terhadap emak-emak dan warga masyarakat yang tiada berdaya itu, terbuat dari apakah hati Anda? Mereka ditembaki dengan gas air mata yang notabene dibeli dari uang rakyat, merusak posko para petani, dan membubarkan makan siang warga.
“Sungguh sebuah kebiadaban yang semestinya tidak dilakukan orang sehat dan waras. Semoga Tuhan semesta alam menolong para petani, ciptaan-Nya yang teraniaya oleh ciptaan-Nya yang zolim dan sesat akibat harta dan kekuasaan,” tutupnya. (AM/red)