Diduga Kuat Floating Market Lembang Serobot Tanah Milik Keluarga P.A. Ursone, Diindikasi Keterlibatan Mafia Tanah

BANDUNG BARAT, jurnalpolisi.id

Mafia tanah merupakan kejahatan pertanahan yang melibatkan sekelompok orang yang saling bekerja sama untuk memiliki ataupun menguasai tanah milik orang lain secara tidak sah atau melanggar hukum.

Biasanya para pelaku menggunakan cara-cara yang terencana, rapi, dan sistematis. Penguasaan tanah secara ilegal seringkali memicu terjadinya konflik atau sengketa yang sering kali menimbulkan korban nyawa manusia.

Ada berbagai modus para mafia tanah ini untuk mendapatkan lahan secara ilegal, seperti menggunakan surat hak-hak tanah yang dipalsukan, pemalsuan atau hilangnya warkah tanah, pemberian keterangan palsu, pemalsuan surat, jual beli fiktif, penipuan atau penggelapan, sewa menyewa, menggugat kepemilikan tanah, menguasai tanah dengan cara ilegal, KKN dengan aparat atau pejabat terkait, hingga merekayasa perkara di pengadilan.

Modus terbanyak yang digunakan oleh mafia tanah adalah pemalsuan dokumen. Seperti yang terjadi di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Berdasarkan informasi yang diterima jurnalpolisi.id, tanah milik keluarga (alm) Tn. Pietro Antonio Ursone, yang mempunyai luas kurang lebih 6 hektar diduga telah diserobot oleh Floating Market Lembang.

Akan tetapi, Floating Market saat ini telah menguasai tanah itu (Eig endom Agrarisch No. 93) cukup lama (tahunan) dan diduga kuat sudah memiliki Sertifikat yang tidak jelas dasar atau perolehannya alias bodong.

Hal itu diungkapkan oleh tim kuasa hukum ahli waris Ronie Noma, pada Jum’at (10/3/2023).

Selain itu narasumber juga mengungkapkan bahwa, Floating Market Lembang juga diindikasi melakukan penggelapan pajak. Pasalnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) KBB yang didapatkan dari Floating Market Lembang diduga tak sesuai.

Ditambah lagi, di dalam lingkungan Floating Market Lembang itu juga diidentifikasi ada sumber mata air untuk air minum masyarakat Lembang.

“Mata air itu masuk dalam suratnya Pak Ronie, dan yang memanfaatkan sumber mata air itu salah satunya diduga isterinya Pak Asep Ilyas (salah satu mantan pejabat di Pemkab Bandung Barat/ Eks Kepala BKPSDM KBB) membuat perusahaan air minum,” katanya.

Guna menyajikan pemberitaan yang berimbang sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, jurnalpolisi.id berupaya mengkonfirmasi salah satu pegawai Floating Market Lembang yang diketahui bernama Intan melalui pesan aplikasi WhatsApp, pada Sabtu (11/3/2023).

Intan pun merespon dan menjawab pesan jurnalpolisi.id, kalau liputan mengenai hal tersebut tidak bisa dadakan, sebaiknya ada surat pengantar dulu dari redaksi, nanti kami siapkan bahan bahannya.

Pada Selasa (14/3/2023), jurnalpolisi.id kembali mengkonfirmasi bahwa surat yang diminta oleh Intan sudah dibuat dan diterima langsung olehnya berbentuk Pdf dan bentuk fisik surat juga sudah dititipkan langsung ke salah satu securty Floating Market Lembang untuk diserahkan kepada pihak management Floating Market Lembang.

Dihari yang sama Intan pun masih merespon pesan jurnalpolisi.id dengan mengatakan, ia akan sampaikan ke atasan terkait surat tersebut.

Selanjutnya, pada Sabtu (18/3/2023) jurnalpolisi.id kembali mengkonfirmasi Intan melalui pesan aplikasi WhatsApp terkait surat konfirmasi yang diminta olehnya.

Terakhir, Intan pun menjawab pesan jurnalpolisi.id, dengan mengatakan, nanti pengacara kami yang akan menjawab ya, nanti Senin saya sampaikan nomor pengacaranya.

Hingga berita ini ditayangkan, sangat disesalkan, pihak Floating Market Lembang belum memberikan penjelasan apapun kepada jurnalpolisi.id.


“Mengenal Ahli Waris Ny. Oerki dan Tn. Pietro Antonio Ursone”

Perlu diketahui, Ronnie Noma adalah salah seorang dari ketiga anak laki-laki dari perkawinan kedua Ny. Soepiah alias Mafalda dengan Durman Noma.

Kedua saudara kandung Ronnie Noma lainnya diketahui bernama, Rudi Noma dan Martino Noma. Namun sayang, Rudi Noma lebih dahulu meninggal dunia pada tanggal 21 September 1994 sesuai dengan Akta Kematian No. 85/JT/1994.

Rudi Noma semasa hidupnya menikah dengan seorang perempuan bernama Tuti Rochyati, dari buah pernikahannya Rudi Noma dikaruniai dua orang anak laki-laki bernama, Aretino Noma dan Renaldo Noma yang ditetapkan juga sebagai ahli waris.

Tak berhenti sampai disitu, sebelum Soepiah alias Mafalda menikah dengan Durman Noma, diketahui kembali, bahwa Soepiah alias Mafalda telah menikah dengan Oeka Muhamad Noor yang juga mempunyai dua orang anak perempuan bernama Mariane dan Yutimah.

Akan tetapi, Mariane telah menjadi Warga Negara Belanda (WNA) mengikuti suaminya, dan diketahui Mariane meninggal dunia sejak tanggal 28 April 1989. Kemudian, Yutimah lah yang ditetapkan sebagai ahli waris dari pernikahan pertama Soepiah alias Mafalda dengan Oeka Muhamad Noor.

Perlu diingatkan juga, berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Kls l A Bandung Nomor 274/Pdt/P/1989 PN Bdg, tertanggal 22 Juni 1989, Soepiah alias Mafalda adalah ahli waris satu-satunya yang sah dari pasangan Tn. Pietro Antonio Ursone dan Ny. Oerki berdasarkan surat wasiat pada tahun 1919.

“Sejarah Tn. Pietro Antonio Ursone dan Saudara, Orang Pertama Kebangsaan Italia Yang Datang Ke Lembang”

Keluarga Pietro Antonio Ursone yang terdiri dari empat bersaudara, kala itu datang ke tanah Priangan pada tahun 1880 bertujuan untuk mengembangkan budi daya ternak, termasuk industri susu sapi di kawasan Lembang hingga menjadi terkenal.

Kemudian, mereka turut menjadi kalangan yang berpengaruh, karena memberikan tanah pribadi secara cuma-cuma untuk pendirian Observatorium Bosscha.

Selain itu, keluarga Tn. Pietro Antonio Ursone juga dikabarkan berhasil menyelamatkan citra Bandung dari kabar miring kalangan Belanda/ non Priangan saat Kongres Pengusaha Gula (Suikerplanters Congress).

“Dari Peternak Lembang Menjadi Juragan Susu Terkenal Se-Hindia – Belanda”

Nama Ursone Fam (Keluarga Pietro Antonio Ursone) masih dikenang didunia industri per-susuan di tanah pasundan hingga Hindia – Belanda. Pasalnya, ia menjadi salah satu tokoh yang berhasil mengembangkan geliat susu murni di wilayah Lembang pada saat itu.

Keluarga Tn. Pietro Antonio Ursone, juga diketahui mengawali karier di dunia perindustrian susu dengan menjadi seorang “leveransir” (supplier), yang mengantarkan produk susu sapi ternaknya ke sejumlah hotel, salah satunya Hotel Savoy Homann.

Semasa itu, susunya mulai dikenal sebagai salah satu, dari tiga peternak susu yakni perusahaan di Pangalengan, dan dua lagi berada di Wilayah Ujungberung.

Di tahun 1895, kemudian mereka mendirikan pabrik pemerahan susu bernama Lembangsche Melkerij Ursone yang terkenal sebagai pabrik susu terbaik di Hindia – Belanda.

“Di awal karier, Ursone Fam telah memiliki 30 ekor sapi yang dibawa dari Negeri Belanda. Tak berapa lama jumlahnya meningkat hingga 250 ekor dengan produksi yang ikut meningkat dari 100 botol, menjadi ribuan liter dalam sehari. Produksi yang melimpah itu lantas ditampung di Bandoengsche Melk Centrale, (badan usaha gabungan para peternak dan pengusaha susu) yang memiliki fasilitas pengolahan modern dan jaringan distribusi internasional,” tulis Haryono Kunto, dalam Bandoeng Tempo Doeloe : 95.1984.

“Sumbangkan Tanah Pribadi untuk Pendirian Observatorium Bosscha”

Sebagai keluarga yang dikenal dermawan, Tn. Pietro Antonio Ursone dan keluarganya turut menyumbangkan tanah miliknya secara cuma-cuma untuk kepentingan ilmu pengetahuan astronomi pada saat itu.

Mereka, merupakan pihak pertama yang menginisiasi berdirinya Observatorium Bosscha di tanah pribadinya untuk kepentingan kemajuan di bidang objek bintang yang tengah dikembangkan Pemerintah Hindia – Belanda pada saat itu.

“Observatorium ini dapat dibangun berkat dana dari Karel Rudolf Bosscha (1865-1928) seorang pengusaha perkebunan di wilayah Priangan. Dalam proses pembangunan obervatorium ini, Bosscha mendapatkan bantuan dari pemilik perusahaan susu “Baroe Adjak” Ursone Bersaudara berupa tanah, kurang lebih seluas 6 hektar di daerah Lembang,” melansir cagarbudaya.kemdikbud.go.id.

Kisah menarik lainnya dari Pietro Antonio Ursone adalah ketika salah satu dari empat bersaudara tersebut berhasil menyelamatkan Bandung dari kabar miring kalangan Belanda luar Priangan di kongres Pengusaha Gula (Suikerplanters Congress) pada tahun 1896.

Saat itu dikabarkan, jika jalur kereta api dari Jawa Tengah dan Jawa Timur menuju kawasan Priangan telah dibuka. Sebagai daerah dengan banyaknya juragan perkebunan Belanda, didirikanlah sebuah perayaan di Gedung Merdeka atas dibukanya jalur yang dihadiri Preangerplanters (Petani teh dan kopi dari Priangan) sebagai tuan rumah, dan Suikerplanters (Petani tebu dari Jawa tengah dan Jawa timur), dengan mengundang “zangeres” atau penyanyi, kenamaan dari Paris, Prancis.

Naasnya, saat itu wilayah Bandung tidak memiliki piano dengan kualitas baik. Hanya ada organ seadanya, dengan kondisi tak layak. Tak sampai di situ, penyelenggara pun turut kebingungan lantaran di wilayahnya juga tak ada pemusik handal (khususnya piano).

Mencegah tercorengnya Bandung di mata petinggi pertanian Belanda dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, Mama Homann, pemilik Hotel Savoy Homann memberitahu bahwa tukang leveransir susu di hotelnya, yakni Ursone bersaudara sangat piawai dalam memainkan alat musik gesek.

Akhirnya Pieter Sijthoff selaku kepala Gementee Bandung, langsung menjemput Ursone bersaudara agar memainkan musik di pementasan tersebut guna menghindari citra buruk wilayahnya. Akhirnya Sijthoff berhasil memboyong Ursone bersaudara untuk memainkan biola dan piano, berbekal kemampuan musik vistuoso sejak kecil hingga mampu mengiringi penyanyi dari Paris itu.**(Red).

KADIV INVESTIGASI
DRIVANA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *