Praktisi Hukum Minta Kemenristekbud dan KASN Bekerjasama Ungkap Perjokian Karya Ilmiah ke Aparat Hukum
Februari 15, 2023
Jakarta – jurnalpolisi.id
Baru-baru ini beredar di media massa dan elektronik selama ini terdapat sejumlah dosen senior di beberapa kampus yang diduga terlibat praktik perjokian karya ilmiah untuk gelar Guru Besar. Praktik amoral ini diduga telah melibatkan beberapa pejabat struktural di kampus negeri.
Dimana perjokian akademik yang melibatkan para calon Guru Besar itu diduga terjadi di Universitas Negeri Padang (UNP) Sumatera Barat dan Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur.
Kejadian ini mendapat respon dari H. Abdul Malik, SH, MH Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia (DPD KAI) Jawa Timur yang juga seorang Praktisi Hukum. Saat diwawancarai Gus Din wartawan senior, Rabu (15/02/2023) mengecam praktek pelanggaran hukum di bidang akademik dan keilmuan ini.
“Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) harus bergerak cepat menyikapi praktek perjokian karya ilmiah untuk Guru Besar. Selain itu harus segera melaporkan dan bekerjasama dengan Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengusut tuntas praktik tidak bermoral ini,” kata H. Abdul Malik, SH, MH, advokat senior ini.
Ia juga berpendapat kepada Kemendiburistek dan Perguruan Tinggi wajib melihat bobot kualitas seorang Guru Besar yang diangkat Profesor. Seorang Profesor harus orang yang benar-benar seorang Guru Besar dan mengajar di Universitas/Perguruan Tinggi tersebut.
“Seorang Guru Besar yang menjadi Profesor harus orang yang berbobot dan berkualitas dengan seleksi yang ketat. Jangan sampai menjual Gelar Profesor sebagai titelnya semata, jadi harus mengajar di Universitas/Perguruan Tinggi tempat mengabdi,” ucap Abdul Malik yang juga Ketua Dewan Kehormatan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (DPP IPHI) ini.
Menurut Abdul Malik sapaan akrabnya dalam Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 39 Tahun 2021 tentang Integritas Akademik Pasal 10 Ayat 5 menyebutkan, jabatan Guru Besar merupakan jenjang tertinggi dalam karier dosen pengajar di perguruan tinggi.
“Dugaan praktik perjokian ini terdapat persekongkolan antara pihak kampus dan para calon guru besar. Dimana persekongkolan yang dimaksud, yaitu membuat karya ilmiah untuk mendapatkan kredit dalam jumlah tertentu untuk bisa menjadi guru besar di bidang keilmuan,” terang Abdul Malik.
Sementara itu kata Abdul Malik, untuk jenjang pendidikan tinggi sebagaimana diatur dalam ketentuan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Setiap perguruan tinggi menetapkan syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi (Pasal 25 ayat [1] UU Sisdiknas).
“Jika karya ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan gelar akademik, profesi, atau vokasi terbukti hasil jiplakan, maka gelarnya akan dicabut (Pasal 25 ayat [2] UU Sisdiknas). Selain itu, tidak hanya dicabut gelarnya, lulusan yang terbukti menjiplak karya ilmiah orang lain, juga diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200 juta (Pasal 70 UU Sisdiknas),” jelas Abdul Malik.
Kata dia, praktek perjokian karya ilmiah untuk Guru Besar ini jelas adalah pelanggaran hukum tidak pidana plagiarisme. Yang dimaksud dari plagiarisme adalah kalimat sendiri dari sumber kata-kata dan/atau kalimat, gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai.
Selain itu kata Abdul Malik, menyerahkan suatu karya ilmiah yang dihasilkan dan/atau telah dipublikasikan oleh pihak lain sebagai karya ilmiahnya tanpa menyatakan sumber secara memadai.
“Upaya hukum penanggulangan plagiat oleh mahasiswa dalam penulisan karya ilmiah sudah diatur selanjutnya dalam Pasal 10 Permendiknas 17/2010. Hal ini yang menjadi tanggung jawab kepolisian dan kejaksaan mengusut tuntas praktik perjokian karya ilmiah untuk Guru Besar ini,” ujarnya.
Kata dia, dalam pasal 10 Permendiknas 17/2010 berbunyi, dalam hal diduga telah terjadi plagiat oleh mahasiswa, ketua jurusan/departemen/bagian membuat persandingan antara karya ilmiah mahasiswa dengan karya dan/atau karya ilmiah yang diduga merupakan sumber yang tidak dinyatakan oleh mahasiswa.
Ketua jurusan/departemen/bagian meminta seorang dosen sejawat sebidang untuk memberikan kesaksian secara tertulis tentang kebenaran plagiat yang diduga telah dilakukan mahasiswa.
Mahasiswa yang diduga melakukan plagiat diberi kesempatan melakukan pembelaan di hadapan ketua jurusan/departemen/bagian.
Apabila berdasarkan persandingan dan kesaksian telah terbukti terjadi plagiat, maka ketua jurusan/departemen/bagian menjatuhkan sanksi kepada mahasiswa sebagai plagiator.
“Apabila salah satu dari persandingan atau kesaksian, ternyata tidak dapat membuktikan terjadinya plagiat, maka sanksi tidak dapat dijatuhkan kepada mahasiswa yang diduga melakukan plagiat. Apabila mahasiswa terbukti melakukan plagiat sedangkan ia telah lulus suatu program studi, maka sanksi yang diterima adalah pembatalan ijazah (Pasal 12 ayat [1] huruf g Permendiknas 17/2010),” jelasnya.
Akan tetapi, bila tidak terbukti melakukan plagiat sebagaimana dituduhkan, maka pemimpin perguruan tinggi melakukan pemulihan nama baik yang bersangkutan (Pasal 14 Permendiknas 17/2010).
“Untuk kasus perjokian ini. Jika terbukti ada oknum institusi kampus baik mahasiswa, dosen, guru besar, kajur, dekan atau rektor yang terlibat bisa disanksi secara internal, etika dan kehormatan,” tandas Abdul Malik.
Praktik Perjokian Karya Ilmiah Guru Besar Diduga Terjadi di UNP dan UB
Di Universitas Negeri Padang (UNP) diduga terdapat tim percepatan guru besar yang bertugas memberikan bimbingan penulisan artikel ilmiah. Tim tersebut mengerjakan berbagai hal, mulai dari riset, analisis data, sampai membuat manuskrip; sedangkan dosen senior joki itu terindikasi minim dalam berkontribusi.
Sementara di Universitas Brawijaya (UB) diduga seorang calon guru besar menggunakan tim yang terdiri atas mahasiswa dan dosen muda di kampus tersebut untuk membuat sekaligus menerbitkan artikel di jurnal internasional. Hal itu dilakukan demi memenuhi persyaratan sang dosen menjadi guru besar.
Terkait berbagai dugaan tersebut, Ketua KSAN Agus Pramusinto menegaskan, bahwa KASN akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menelusuri secara lebih lanjut hal tersebut.
“Perjokian mendapatkan kredit guru besar sangat disayangkan jika benar-benar terjadi. KASN akan segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk penelusuran dan pemeriksaan lebih lanjut,” ujar Agus Pramusinto, Senin (13/02/2023) di Jakarta dilansir dari detik.com.
Berdasarkan sumber KASN, sejumlah dosen senior di beberapa kampus terlibat praktik perjokian karya ilmiah demi menyandang gelar guru besar,” ujarnya.
Hal tersebut, kata Agus, turut melibatkan beberapa pejabat struktural di kampus. Dugaan perjokian yang melibatkan para calon guru besar, lanjutnya, terjadi di beberapa kampus di Indonesia.
“Di UNP (Universitas Negeri Padang) misalnya, terdapat Tim Percepatan Guru Besar yang bertugas memberikan bimbingan penulisan artikel ilmiah. Tim mengerjakan proses riset, analisis data, hingga membuat manuskrip, sedangkan dosen senior terduga praktik perjokian, terindikasi minim kontribusi,” terangnya. (red)
Penulis: Syafrudin Budiman SIP / Gus Din