Whistle-blower Dipenjara, Alumni Lemhannas: Polri Pasti Makin Dibenci Rakyat
Jakarta – jurnalpolisi.id
Whistle-blower sangat diperlukan di sebuah komunitas atau bangsa yang tidak jujur, suka bohong, tidak transparan, dan doyan mencari kambing hitam. Munculnya whistle-blower di lembaga-lembaga penyelenggara negara di republik ini amat diharapkan. Termasuk salah satunya di institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Hal itu disampaikan oleh Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA kepada media ini menanggapi fenomena anggota Polri yang muncul menyampaikan kebobrokan oknum pejabat di lembaga baju coklat itu. “Keberadaan para whistle-blower seperti Ismail Bolong dan Aipda Aksan sangat diperlukan bangsa ini. Bahkan kita butuh lebih banyak lagi Ismail Bolong dan Aksan, tidak hanya di tubuh Polri, tapi juga di lembaga dan instansi pengguna anggaran negara,” ucap almuni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, Sabtu, 3 Desember 2022.
Whistle-blower, demikian Wilson Lalengke, dipahami sebagai orang yang menyampaikan informasi tentang seseorang atau organisasi yang terlibat dalam kegiatan terlarang. “Dalam bahasa Inggris, whistle-blower is a person who informs about a person or organization engaged in an illicit activity. Jadi, orang yang muncul memberikan informasi terkait sebuah perbuatan terlarang alias kejahatan yang dilakukan seseorang, sekelompok orang, atau organisasi disebut whistle-blower. Contohnya, Ismail Bolong dan Aksan itu,” tambah lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England ini.
Aneh tapi nyata, kata Wilson Lalengke lagi, para whistle-blower itu bukan dihargai dan diapresiasi. Mereka malah dikriminalisasi oleh lembaganya. “Ini sangat aneh dan kontra produktif terhadap apa yang diucapkan berkali-kali oleh pimpinan Polri. Semestinya Polri berterima kasih dan memberikan kenaikan pangkat serta berbagai privilege kepada para whistle-blower itu,” beber pria yang juga menamatkan pasca sarjana bidang Applied Ethics dari Utretch University, The Netherlands, dan Linkoping University, Sweden, ini.
Sebagai dampak dari tindakan Polri yang tidak bersahabat terhadap anggotanya yang menjadi whistle-blower tersebut, menurut Wilson Lalengke, Polri akan makin dijauhi rakyat. “Yaa sudah pasti, publik pasti akan benci Polri kalau begitu caranya memperlakukan orang-orang yang telah berjasa memberikan informasi penting bagi perbaikan institusinya,” tegas tokoh pers nasional yang telah melatih ribuan anggota Polri dan TNI serta masyarakat umum di bidang jurnalistik itu.
Wilson Lalengke selanjutnya menjelaskan bahwa suara-suara kritis terhadap Polri sudah terlalu banyak. Bahkan, volume kritikan ibarat air bah melanda Trunojoyo 3, tempat bermarkas para petinggi Polri selama ini. Sayangnya, Polri seperti tidak bergeming. Kapolri terkesan hanya bisa bicara, tapi minim aksi nyata.
“Katanya akan potong kepala, nyatanya nol koma nol. Ikan busuk itu mulai dari kepala boss, bukan dari ekor,” kata pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) itu bermetafora.
Ismail Bolong, imbuhnya lagi, sudah buka suara soal oknum Kabareskrim terima suap untuk back-up pencurian harta negara berupa tambang di Kalimantan Timur. Mengapa didiamkan dan tidak diperiksa oknum Kabareskrimnya? “Kemungkinan besar Kapolri takut. Mengapa? Karena rentetan kejahatan itu sangat mungkin tidak hanya berhenti di level Kabareskrim. Pasti ini jaringan yang bermain kotor, ini mafia. Kalau diselidiki dan disidik, pasti akan melibas ke berbagai penjuru mata angin,” tutur Wilson Lalengke.
Almarhum Prof. J. Sahetapy pernah berujar keras bahwa Polisi saat ini sudah rusak. Hal tersebut diungkapkannya dalam sebuah diskusi yang dipandu Karni Ilyas beberapa tahun lalu.
Dalam pernyataannya di acara tersebut, Sahetapy tegas mengatakan bahwa Polisi tidak melindungi rakyat. Malahan seperti pagar makan tanaman, demikian Sahetapy. Artinya Polri hakekatnya bertugas melindungi atau menjaga, tapi justru mengorbankan pihak yang dijaganya, yakni rakyat.
Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengumpulkan seluruh jajaran pimpinan Polri di Istana Negara. Pada pertemuan tatap muka itu, jelas-jelas Kepala Negara menyentil keras ‘perilaku kriminal’ yang masif dilakukan oleh mayoritas jajaran anggota Polri. Jokowi merinci dengan sangat detil semua perilaku buruk yang membudaya di lingkaran Polri. Pungli, sewenang-wenang, mencari-cari kesalahan, dan hidup mewah, adalah perilaku yang membudaya di institusi Polri.
DPR RI juga tidak kurang-kurang dalam mengkritisi gaya hidup dan pola laku anggota Polri, terutama para pimpinannya. Selevel Kapolres saja bergaya raja-raja kecil di daerah-daerah. Hidup bermewah-mewah walau amat jelas gaji mereka pasti tidak mencukupi untuk tampil dengan gaya hidup seperti itu.
Kebobrokan para anggota Polri tidak lagi dalam kategori oknum. Demikian masifnya jumlah Polisi yang berperilaku tidak selayaknya sebagai seorang polisi pelayan, pengayom, pelindung rakyat. “Kita semua sayang lembaga Polri, namun jika moralitas dan perilaku buruk sudah membudaya dan mengakar kuat di sebagian besar anggotanya, terutama di jajaran pimpinannya, maka sebaiknya negara segera mengambil tindakan radikal untuk menyelamatkan NKRI ini,” tegas alumni Program Persahabatan Indonesia Jepang Abdad-21 ini.
Ribuan kasus kezoliman yang menimpa rakyat di segala sudut negeri akibat perilaku oknum polisi kriminal telah menjadi pemberitaan sehari-hari di media massa dan media sosial. Perilaku kriminal yang dilakukan oknum aparat polisi yang amat masif itu seakan telah menjadi hal biasa. Rakyat dipaksa ikhlas menerima kondisi ini.
Setiap suara kritis dari warga masyarakat terhadap perilaku oknum polisi korup, mesum, pengedar narkoba, pemeras, pungli, dan lain-lain langsung diberangus. Pola rekayasa kasus dijalankan. “Orang tidak salah dicari-cari kesalahannya, dicarikan pasal yang bisa menjeratnya,” ujar Wilson Lalengke menyitir kalimat Menkopolhukam, Mahfud MD, beberapa waktu lalu.
Polri menurutnya tidak sadar diri. Jelas-jelas benteng penjaga moralitas Polri telah runtuh, masih juga berlagak suci tidak bersalah. “Pakai logika awam saja, Divpropam Polri, penjaga moral dan perilaku anggota Polri sudah hancur berderai akibat kasus Kadivpropam Ferdy Sambo, apakah mungkin moralitas orang-orang yang dijaganya masih dapat diharapkan baik? Oknum Kabareskrim, Kapolda, Kapolres, tersangkut kasus dugaan tindak kriminal, apakah mungkin bawahannya tetap dapat diandalkan berperilaku baik?” tanya Wilson Lalengke sambil berharap Ismail Bolong dan Aipda Aksan sabar dalam menghadapi konsekwensi tindakan heroik mereka.
“Untuk Ismail Bolong dan Aksan, harap bersabar dan jangan gentar. Tuhan tidak tidur kawan. Indonesia membutuhkan orang-orang seperti Anda,” tutupnya. (APL/Reed)