Kementan Gandeng Peragi Populerkan Pangan Lokal Dari Tempe
November 16, 2022
Jakarta – jurnalpolisi.id
Kementerian Pertanian (Kementan) bekerjasama dengan Peragi (Perhimpunan Agronomi Indonesia) terus mempopulerkan pangan lokal khusunya tempe berbahan kedelai lokal yang memiliki berbagai keunggulan. Tempe sudah dikenal di dalam kehidupan masyarakat nusantara, tempe tidak hanya dimakan saja tapi tersajikan dalam bentuk berbagai olahan pangan.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementan, Suwandi mengatakan tempe tidak hanya dibuat dari kedelai saja, namun bisa dari kacang koro, tunggak, gude, dan banyak bahan pangan lokal lainnya. Dengan banyaknya variasi bahan baku tempe tersebut telah menambah khazanah pertempean nusantara dengan kearifan lokalnya dan beragamnya tempe tersebut dapat menciptakan potensi-potensi untuk mengolah lahan marginal.
“Sesuai arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, upaya penyediaan pangan khususnya pangan lokal bernilai gizi tinggi seperti tempe ini harus diperkuat dengan cara baru atau modern. Yakni harus lebih maju dengan lompatan hasil yang dicapai lebih besar agar ketersediaan pangan tangguh yang diikuti upaya hilirisasi dan kepastian pasar untuk meningkatkan kesejahteraan petani bahkan bisa ekspor,” demikian dikatakan Suwandi dalam Bimbingan Teknis dan Sosialisasi Propaktani Episode 729, Jakarta, Selasa (15/11/2022).
Sementara itu, Ketua Umum Peragi Provinsi DKI Jakarta, Prof, Sylviana Murni menuturkan tempe adalah makanan yang sangat ideal bagi dunia yang semakin merata. Tempe adalah jaminan makanan dengan rasa yang lezat plus produksi yang mudah dan murah dengan kualitas nutrisi yang tinggi.
“Jadi, jika tempe sudah sedemikian tinggi nilainya bagi dunia, masihkah orang Indonesia menyangsikan masa depan kemakmuran Indonesia? Jawabannya bergantung pada cara orang Indonesia menghargai karya dan budaya bangsa sendiri,” tutur Sylviana.
Co founder Tempe Movement, Amadeus Driando Winarno menyebutkan banyak keunggulan tempe yang belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Kalau dibandingkan dengan daging sapi, kadar protein dan energi tempe bisa sama atau lebih tinggi, seratnya jauh lebih tinggi, begitu juga kandungan kalsiumnya. Lemak jenuh dan garam di dalamnya jauh lebih rendah, sedangkan kandungan zat besinya itu sama.
“Keunggulan lain adalah proses produksi tempe ramah lingkungan. Satu megajoule energi menghasilkan kurang lebih 4 gram daging sapi. Sementara tempe empat kali lipat lebih efisien, menghasilkan 17 gram. Untuk keluaran gas rumah kaca dalam satuan kilogram karbondioksida, menghasilkan sekitar 7 gram protein daging sapi. Pada tempe terjadi 20 kali penghematan dan menghasilkan 160 gram. Harga, bisa 8 kali lebih murah,” sebutnya.
Dalam hal teknologi dan inovasi, Akademisi Teknologi Pertanian UGM, Atris Suyantohadi mengatakan dengan teknologi Smart Agriculture Enterprise dapat mendorong untuk mengoptimalkan tanaman kedelai sebagai bahan baku tempe di lahan-lahan tropis. Pada prinsipnya, SAE adalah teknologi yang fokus pada intensifikasi regenerative farming dan teknologi ini membuat tanaman kedelai lebih mudah dibudidayakan pada lahan di iklim tropis.
“Selama ditanam, kedelai dimonitor terkait kecukupan nutrisi, kebutuhan air, kondisi cuaca, kebutuhan pupuk hingga tingkat kelembaban tanahnya. Alat sensor yang diletakkan di ladang kedelai, menjadi panduan untuk semua aspek itu secara real time,” jelas Atris.(El Roy)