Menakar Kinerja Komisi Informasi Aceh.

Aceh –  jurnalpolisi.id

Komisi Informasi Aceh (KIA) telah berdiri di Aceh sejak tahun 2012 berkedudukan di Banda Aceh. Saat ini adalah merupakan priode ke tiga dari masa jabatan KIA yang berdurasi masa jabatan 4 tahun.

Dalam dua priode masa jabatan KIA ke belakang, tunggakan Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (PPSIP) setiap tahunnya relatif tidak banyak demikian pula dengan PPSIP yang diselesaikan lebih dari 100 hari kerja sebagaimana maksud Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), juga tidak banyak.

Namun dalam masa jabatan KIA priode ketiga ini, kinerja KIA dalam penyelesaian sengketa informasi pantas dipertanyakan, mengingat sampai saat ini masih banyak PPSIP yang belum diselesaikan meskipun telah melebihi 100 hari kerja. Kekecewaan atas kinerja KIA itu terlihat secara nyata ketika KIA digugat oleh YLBHI-LBH Banda Aceh dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh dengan gugatan perbuatan melanggar hukum (Onrechtmatige Oveheidsdaad) Selasa (11/10/2022). Gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh dengan nomor perkara 27/G/TF/2022/PTUN.BNA.

Kepala Operasional YLBHI-LBH Banda Aceh, Muhammad Qodrat mengungkapkan upaya ini dilakukan karena KIA tak kunjung melaksanakan sidang penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang diajukan oleh LBH Banda Aceh sejak tanggal 18 April 2022. “Padahal informasi yang disengketakan sangat dibutuhkan dalam rangka mengadvokasi kasus yang tengah ditangani LBH Banda Aceh. Terhambatnya penyelesaian Sengketa Informasi Publik oleh KIA mengakibatkan proses advokasi yang sedang berjalan menjadi terkendala,” kata Muhammad Qodrat, Senin (17/10/2022).

Menurut Muhammad Qodrat berdasarkan Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), Komisi Informasi harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik paling lambat empat belas hari kerja setelah menerima permohonan, dan menyelesaikannya paling lambat dalam waktu 100 (seratus) hari kerja.

Namun, kata Qodrat, sampai dengan batas waktu yang ditentukan, KIA tidak kunjung memulai proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang diajukan LBH Banda Aceh selaku kuasa hukum para pemohon. “Atas alasan itu LBH Banda Aceh kemudian mengajukan gugatan terhadap KIA. Pengajuan gugatan ini telah sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (4) UU KIP yang memberikan hak kepada seluruh Pemohon Informasi Publik untuk mengajukan gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapatkan hambatan atau kegagalan,”

Qodrat menyatakan bahwa perbuatan melanggar hukum yang dilakukan KIA menunjukkan bahwa KIA telah abai dan tidak mampu menjamin hak masyarakat untuk memperoleh informasi publik secara sederhana, cepat dan tepat waktu sebagaimana dijamin peraturan perundang-undangan. “Terhambatnya penyelesaian Sengketa Informasi Publik oleh KIA justru membuat akses informasi menjadi tidak sederhana, cepat, dan tepat waktu,”

Terkait dengan KIA tidak kunjung memulai proses penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang diajukan juga dialami oleh Yusran, mantan Ketua KIA priode 2016 – 2020 dimana 3 (tiga) permohonan sengketa informasi publik yang beliau ajukan ke KIA pada tanggal 25 Oktober 2021 baru diproses penyelesaiannya pada 31 Agustus 2022. Padahal permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang diajukan oleh mantan Ketua KIA tersebut sudah lengkap.

Menurut Yusran, suatu permohonan sengketa informasi publik yang telah lengkap seharusnya segera diproses untuk penyelesaiannya sebagaimana dimaksud isi Pasal 16 ayat (2) Perki Nomor 1 tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik. Yang boleh agak terlambat dimulainya proses untuk penyelesaiannya adalah terhadap permohonan penyelesaian sengketa yang tidak lengkap sebagaimana maksud Pasal 17 ayat (1) s/d ayat (4) Perki Nomor 1 tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik.

Yusran juga menyampaikan kekecewaannya, karena KIA menolak memproses penyelesaian Sengketa Informasi Publik terhadap 13 PPSIP yang diajukannya dengan alasan bisa terkena ketentuan Pasal 4 ayat (1) Perki Nomor 1 tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik juncto Keputusan Ketua Komisi Informasi Pusat Nomor 01/KEP/KIP/V/2018 tentang Prosedur Penghentian Proses Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Yang Tidak DIlakukan Dengan Sungguh-sungguh Dan Iktikad Baik, padahal informasi yang dimintakan Yusran bukanlah informasi yang dapat dikategorikan sebagai pemohon yang tidak sungguh-sungguh dan iktikad baik.

Sebelum YLBHI-LBH Banda Aceh dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menggugat KIA ke Pengadilan Tata Usaha, Yayasan Generasi Aceh Bermartabat (GAB) Bireuen sebenarnya telah melaporkan KIA ke Ombudsman Perwakilan Aceh, DPR Aceh dan ke Gubernur Aceh. Diharapkan dengan adanya laporan tersebut akan dapat memperbaiki kinerja KIA dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu menerima, memeriksa dan memutus permohonan sengketa informasi publik. Demikian disampaikan oleh Hendra Gunawan, Ketua GAB Bireuen.

Untuk itu, Hendra juga mengharapkan Pj Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh untuk segera mengevaluasi kinerja KIA.(Tim jpn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *