Tokoh Adat Terbanggibesar Angkat Bicara Sikapi Polemik Pedagang Pasar BJP vs Pemkab Lamteng
Lampung Tengah – jurnalpolisi.id
Berkembangnya polemik antara pedagang pasar Bandarjaya Plaza (BJP) versus Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Tengah (Lamteng), memaksa Salah seorang tokoh adat Terbanggibesar, harus angkat bicara.
Adalah Zainer Alfath Subing gelar Suttan Isun, sangat menyayangkan terjadinya perang urat saraf antara masyarakat pedagang dengan pemerintah daerah, yang semestinya tidak harus terjadi, bila pemerintah daerah mampu mencari dan memberikan solusi dari sebuah persoalan, terlebih permasalahan tersebut menyangkut kepentingan pedagang.
Untuk diketahui, polemik yang terjadi akhir-akhir ini, terkait telah berakhirnya Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk 33 unit Ruko di pasar BJP. Menurutnya pernyataan Ketua DPRD Lamteng Sumarsono, dirasa sangat meresahkan dan terkesan memaksakan kehendak, dengan alasan atas nama masyarakat.
Sebagai putra daerah asli Terbanggibesar, yang juga mantan Pengelola pasar BJP antara 2001-2008, Zainer Alfath Subing atau yang akrab di sapa Iqbal mengaku faham betul dan masih segar dalam ingatannya, bagaimana perjalanan panjang seorang Bupati Andy Achmad saat itu, yang selalu berada dipihak masyarakat dan pedagang, terus berjuang dan membela hak warganya.
Karenanya, ia merasa sangat prihatin, bila saat ini orang nomer 1 di Lamteng, tidak ada komentar dan pembelaan kepada pedagang, terkait permasalahan tersebut. Pada awal pasar itu dibangun di zaman Bupati Andy Ahmad, setiap ada persoalan Bupati selalu turun ke pasar untuk bertemu dan dialog langsung dengan pedagang dan pengurus Asosiasi.
“Saya masih ingat betul, peristiwa tahun 2003 lalu, karena saat itu saya dibagian Marketing Pemasaran, sehingga selalu berinteraksi dengan pedagang, yang saat itu masih menempati Tempat Penampungan Sementara (TPS) pedagang, yang terletak di halaman Masjid Istiqlal Bandarjaya,” kenang Iqbal.
Masih menurut Iqbal, saat itu beredar informasi bahwa pedagang akan melakukan demo dan mogok massal, terkait tuntutan pedagang yang belum ditindaklanjuti oleh Pemda, perihal hak pedagang lama yang saat pasar Inpres dibongkar belum habis masa pakai rukonya, juga adanya keterlambatan progres pembangunan yang baru selesai ditahun 2003.
Setelah informasi tersebut sampai ke telinga Bupati Andy Ahmad, pihak Pemda langsung melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait, dari sini saya bisa melihat seorang pemimpin yang sangat bertanggung jawab dan sangat memikirkan kepentingan masyarakat banyak.
Saat itu Bupati mengutus Sekda dan dinas terkait untuk turun ke pasar menemui pedagang, berdialog dan mencari solusi bersama. Setelah dilakukan diskusi dan dialog cukup panjang antara Pemda, Asosiasi Pedagang dengan Developer PT. Kitita Alami, akhirnya disepakati bersama jika pedagang pasar lama mendapat kompensasi 2 (dua) tahun untuk penambahan masa pakai ruko, dan penambahan 2 (dua) tahun lagi untuk keterlambatan pembangunan pasar.
Karenanya, dari masa pakai pedagang yang mestinya habis pada 2021 berubah menjadi 2025, karena ada tambahan kompensasi selama 4 (empat) tahun. Dalam surat kesepakatan tersebut, memang tidak ada tanda tangan perwakilan dari Pihak DPRD, hal ini sengaja dilakukan karena ini memang wilayahnya Eksekutif, bukan Legislatif, sehingga fungsi DPRD hanya mengawasi.
Meski demikian, tambah Iqbal lagi, walau tidak tercantum tanda tangan pihak DPRD, bukan berarti mereka tidak pernah ikut atau tidak pernah dilibatkan, ada beberapa anggota DPRD yang aktif terlibat dalam persoalan tersebut, seperti Hasyim Idrus, Nyoman Suhada, Basyuni Alamsyah dan lainnya, karena Bupati Andy Achmad faham betul fungsi Legislatif.
Seperti diulas Iqbal, semua proses kesepakatan ini terjadi secara kekeluargaan dan terbuka, tidak ada hal-hal yang ditutupi, sehingga para pihak bersepakat untuk tidak merugikan satu sama lain. Semua persoalan pedagang tersalurkan, dan pemerintah daerah faham yang di inginkan masyarakat, sehingga ketemulah solusi yang baik.
“Jadi jangan seenaknya, sekarang Ketua DPRD bilang jika kesepakatan tersebut “Batal Demi Hukum”. Kalau sudah disepakati bersama, pedagang punya hak pakai sampai tahun 2025, ya harus ditaati bersama dong,” tegas Iqbal.
Masih kata Suttan Isun, kenapa dari zaman Bupati Andy Achmad, Mudiyanto, Pairin, Mustafa hingga Lukman, waktunya sudah berjalan sekitar 20 tahun dari kesepakatan tersebut ditanda tangani, tidak pernah ada yang mempersoalkan, baru di zaman Musa Ahmad dan Sumarsono ini justru kesepakatan tersebut dikatakan tidak berlaku dan batal demi hukum, ada apa ini sebenarnya?.
“Jangan sampai dengan alasan kepentingan masyarakat, tapi kita sendiri justru menzalimi masyarakat sendiri, khususnya pedagang pasar dan masyarakat umum lainnya,” keluhnya.
Menurut Iqbal, dirinya yakin kalau semua pedagang, mulai dari pedagang ruko, toko, kios dan los, punya itikad baik untuk membayar biaya perpanjangan, tapi mereka juga masih punya hak disana sampai tahun 2025 nanti, jadi tidak bisa juga pedagang dipaksa sepihak untuk membayar sekarang.
Satu hal yang harus diketahui oleh Ketua DPRD, pasar tersebut dulu dibangun tanpa menggunakan dana APBD, tapi murni investasi pihak Swasta. Memang benar, tanah bangunan tersebut milik Pemkab Lamteng berupa Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan Lahan (HGB diatas HPL), namun bangunan tersebut milik pedagang, karena mereka dulu membeli unit lokasi tersebut melalui Developer.
Iqbal mengaku heran dengan statemen Sumarsono, dengan lincahnya sudah berkoordinasi dengan Ahli Hukum, Notaris dan Pakar-Pakar lainnya, namun tidak pernah berusaha menghadirkan para pelaku sejarah, seperti mantan Bupati Andy Achmad, mantan Sekda Sudirman Subing, Perwakilan PT. Kitita Alami, termasuk para senior pengurus Asosiasi Pedagang lama, yang saat ini masih hidup dan masih sehat. Jika menggunakan gaya komunikasi yang benar, semestinya mereka ini dihadirkan terlebih dahulu sebelum DPRD atau Pemda mengeluarkan Rekomendasi.
Iqbal berharap, sudah semestinya Musa Ahmad turun menyelesaikan permasalahan tersebut dengan bijak, karena jika sampai terjadi gugatan hukum, maka yang akan dikorbankan adalah para Pedagang pasar dan masyarakat juga.
Coba lihat kondisi pengelolaan pasar saat ini, sangat menyedihkan dan memalukan, padahal pedagang setiap hari aktif bayar retribusi, namun tidak ada perawatan gedung yang serius, hanya sifatnya sementara semua.
“Jangan sampai, sudah tidak bisa bangun pasar yang baru, tapi juga tidak bisa merawat yang sudah ada, ini harus jadi perhatian bersama, terutama UPTD Pasar dan Dinas Perdagangan selaku pengelola saat ini, jika dirasa tidak mampu mestinya mundur saja, jangan sampai nanti imbasnya Bupati dianggap tidak mampu bekerja dengan baik, sesuai janji kampanye saat mencalon dulu,” pungkas Iqbal Gelar Suttan Isun. (Sudarmono)