Kasus Kerangkeng Non Aktif Bupati Langkat, Sariato Diduga Tewas Di Aniaya.

Langkat – jurnalpolisi.id

Terdakwa Dewa Perangin-Angin (anak bupati langkat non aktif) dan Hendra Surbakti menjalani persidangan melalui video teleconfrence secara marathon di Ruang Sidang Prof.Kusuma Atmaja di Pengadilan Negeri Stabat, Jumat (12/8/2022).

Setelah pada persidangan sebelumnya Majelis Hakim dan JPU mendengarkan kesaksian dari para keluarga korban yakni korban Sarianto Ginting dan korban Abdul Sidik Isnur alias Bedul, Dalam persidangan itu saksi verbal selaku penyidik menjelaskan bahwa dari hasil pemeriksaan keterangan saksi yang melihat dan merasakan langsung adanya aksi kekerasan serta dugaan penganiayaan hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang lain yakni saksi Sariandi dan istrinya serta keterangan kelurga korban yang melihat adanya keanehan pada tubuh jenazah keluarganya yang menjadi korban, semakin menguatkan adanya indikasi penganiayaan dan penyiksaan di dalam kerangkeng manusia milik TRP tersebut.

Saksi Sariandi itu merupakan mantan penghuni kerangkeng manusia milik TRP.

Berdasarkan yang dialami dan dilihat oleh saksi Sariandi, terlihat beberapa bentuk penganiayaan yang diduga dilakukan para terdakwa, termasuk DP anak TRP.

kali ini sidang berlangsung guna mendengar keterangan saksi-saksi yakni Kompol Jamal Purba selaku saksi pelapor dan Rawi Chandra selaku Kepala Puskesmas Namu Ukur. Kemudian Robin Ginting (19) anak kerengkeng, Jonter Silalahi (40) ikut serta yang menjemput penghuni kerangkeng yang tewas Sarianto Gainting, dan Joshua (28) teman terdakwa Dewa Perangin-Angin.
Keempatnya hadir diruangan sidang Prof Dr Kusumah Admadja, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Halida Rahardhini.

Saksi Kompol Jama Purba SH MH, menjelaskan bahwa pada saat membuat BAP kesaksian Sariandi terkait kematian Sarianto Ginting menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan tersebut diketahui jika peran DP dalam kasus kematian korban Sarianto Ginting teramat besar.

Menurut keterangan saksi-saksi yang kita periksa, pada tanggal 13-14 Juli 2021 tidak ada kontak fisik
Masih di kereng dalam keadaan lemas si Sarianto Ginting ini, ada kasih makan, tetapi obat gak ada,” ujar Jamal
menuturkan dari hasil pemeriksaan lima orang saksi pelapor dihadapan ketua majelis hakim.
Lanjut Jamal, pada tanggal 15 Juli 2021, terdakwa Dewa bersama kawan-kawannya hampiri kerangkeng satu yang dihuni Sarianto Ginting.

“Dewa sempat menanyakan kepada Sarianto, ‘Eh kau kasus sabu kan’, cuma diduga karena jawaban Sarianto tak diterima Dewa, Dewa pun memerintahkan salahsatu rekannya (terdakwa Hendra Surbakti) menyuruh Sarianto bergantung dijiruji besi, dan dipukuli badannya pakai selang,” ujar Jamal.

“Dewa juga memerintahkan Rajisman Ginting alias Rajes melakban mata dan tangan Sarianto. Kemudian Sarianto dibawa ke samping kerangkeng oleh Rajes, disitu ada yang mendengar teriakan pemukulan yang dilakukan oleh Dewa menggunakan kayu balok dan Hendra Surbakti,” ujar Jamal.

“Tak lama kemudian, Dewa memerintah rekannya (Hendra Surbakti) untuk membuka lakban, dan menyuruh Sarianto masuk ke kolam dalam kondisi lemas,” sambungnya.

“Tubuh Sarianto ditemukan tidak sadarkan diri di dalam kolam,” ujar Sarianto.
Melihat kejadian itu, Dewa Perangin-Angin sempat panik dan memeriksa urat nadi Sarianto Ginting

Dewa pun perintahkan rekannya untuk membawa Sarianto ke klinik di luar kerangkeng. Tak lama Rajisman Ginting alias Rajes mengatakan jika nyawanya sudah tidak ada lagi,” ujar Jamal.

Jamal menambahkan, pada tanggal 9 Februari 2022 pihaknya melakukan gelar perkara, setelah mendapat laporan pada tanggal 2 Februari 2022, karena ada dugaan orang tewas akibat penganiayaan di kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin.

“Tanggal 11 Februari 2022 kita minta ekshumasi, dan kita dapat surat dokter ahli forensik, kesimpulannya matinya korban Sarianto Ginting ini karena ada pendarahan pada kepala sebelah kiri, dll,” ujar Jamal.

Jamal juga menjelaskan, pertama kali penyelidikan, pada saat itu sel satu dan sel dua kerangkeng ada isinya. Namun ada sekelompok orang yang tak mengizinkan orang di dalam kerangkeng untuk dibawa.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Yusnar Yusuf, Nelson Viktor Supratman, dan Indra Ahmadi Hasibuan, Sempat menanyai saksi Kompol Jamal mengenai barang bukti diantaranya selang.

Saksi juga menjelaskan jika saksi selaku penyidik sudah 3 kali datang ke TKP. Saat saksi ke TKP di dalam kereng masih dihuni oleh ‘pasien’ rehabilitasi.

Berdasarkan video yang diputar dalam persidangan seluruh penghuni menyatakan bahwa mereka keberatan tinggal di dalam kerangkeng.

Bahkan dari hasil pemeriksaan mendapatkan keterangan bahwa semua penghuni kerangkeng pernah disiksa oleh Dewa perangin-angin.

Dari lokasi kerangkeng Tim penyidik juga menemukan alat bukti untuk penyiksaan dan selang kompresor untuk memukul punggung penghuni kerangkeng.

Dalam persidangan itu Majelis Hakim mengatakan bisa saja selang itu yang digunakan untuk memukuli korban dan bisa juga tidak.

“Karena selang itu diduga telah digunakan juga untuk memukuli korban lainnya,” jelas Hakim

Sementara itu, terdakwa Dewa Perangin-Angin merasa keberatan dengan apa yang disampaikan oleh saksi Kompol Jamal.

“Saya keberatan yang mulia, saya membantah yang disampaikan saudara saksi. Saya tidak pernah menyuruh Sarianto bergantung, saya tidak pernah menetes plastik yang dibakar, dan saya tidak pernah menyuruh melakban, saya tidak memukulkan kayu, dan saya tidak memerintahkan Sarianto Ginting masuk ke kolam”. ujar Dewa.

Bahkan, Hendra Surbakti juga mengatakan hal yang sama.

Sementara itu, saksi yang meringankan lainnya yakni Robin Ginting, Jonter Silalahi, Josua dan dr.Rawi diberi kesempatan oleh Majelis Hakim dan JPU untuk memberikan keterangan sesuai dengan BAP kepada penyidik yang telah mereka tandatangani.

Namun, mantan ‘orang kereng’ yang mengaku jika dirinya kabur dari kereng mencoba berdalih jika pada saat dirinya dimintai keterangan oleh penyidik merasa ngantuk dan ketakutan.

Menurut Robin, dirinya dibawa ke panti rehab (kereng) itu karena permintaan orang tua karna sudah sangat meresahkan.

Menurut saksi Robin Ginting semula dirinya juga takut dan tidak mau dibawa ke rehabilitasi. Namun dirinya kemudian ditangkap dan dibawa paksa.

“Saya cuma selama 6 bulan Bu Hakim, terus saya kabur,” ujarnya.

Kendati saat memberikan keterangan di depan pengadilan, saksi Robin sangat berbeda dengan keterangannya di BAP.

Jika di BAP saksi Robin Ginting menjelaskan kronologis penyiksaan yang dialami korban Sarianto, namun di persidangan saksi malah mengaku saat diperiksa polisi dirinya ketakutan dan sudah mengantuk.

Namun, saksi Robin mengatakan bahwa selama dirinya di kerangkeng dirinya sempat bertemu dengan korban Sarianto.

“Waktu Sarianto masuk, terlihat enggak sehat. Kayak orang sakit dan kurus,” ujarnya.

Dirinya tidak sering ketemu sama Sarianto karena saksi berdalih jika dirinya disibukkan dengan pekerjaan ngarit dan dipabrik.

Saat korban meninggal, saksi berdalih jika dirinya sedang bekerja dan sudah pindah di kereng 2.

Saat ditanya JPU apakah lokasi kereng dengan kandang ayam milik DP jaraknya cukup jauh atau dekat, Robin mengatakan cukup dekat dan bisa terlihat dari dalam kereng.

Saat ditanya apakah DP sering terlihat untuk memberi makan ayam di lokasi itu, Robin mengatakan jika kandang ayam tersebut telah kosong.

“Kandangnya aja yang ada, tapi ayamnya kosong. Jadi ya gak ada ngasih makan ayam. Yang ada kasih makan ikan di kolam. Ikannya besar-besar,” ujar Robin.

Dalam kesaksiannya, Robin juga lebih banyak mengatakan lupa dan tidak ingat.

Sementara saksi lainnya, Josua, mengatakan saat peristiwa korban Sarianto kecebur kolam, Dewa perangin-angin sedang bersama saksi sembari memberi makan ayam.

Saksi Josua mengatakan jika korban Sarianto berjalan sendiri keluar kereng menuju kolam. Padahal saat itu diketahui jika korban masih di dalam kerangkeng.

Kemudian, Dr Rawi Chandra Kepala Puskesmas Namu Umur yang juga merupakan saksi, menjelaskan penggunaan ambulans yang mengantar jenazah Sarianto ke rumah duka.

“Penggunaan ambulans poskesmas namukur digunakan untuk membawa mayat. Yang membawa ambulan Fendi Irawan. Memang ada izin, yang meminta izin Suparman melalui sambungan seluler. Suparman ini perawat di Puskesmas Namu Ukur,” ujar Rawi.

“Namun sejak oktober 2021 suparman sudah pindah tugas ke poskesmas setungkit stabat kama sesuai permohonan sendiri”.

“Saya juga tidak tau dari mana kemana saya. Meninggal karena apa saya tidak tau. Taunya setelah diterangkan Fendi, bahwa mayat dari kerangkeng milik pak bupati,” ujar Rawi.

Pria yang menjabat sebagai Kepala Puskesmas Namu Ukur ini sejak tahun 2015 sampai sekarang ini, sebelumnya sudah mengetahui adanya kerangkeng ini milik bupati langkat TRP.

“Sebelumnya sudah tau ada kerangkeng. Tetapi tidak pernah menjemput mayat atau pasien di kerangkeng. Pernah saya ke kerangkeng, hari itu swab anggota kerja ataupun binaan kerangkeng. Sewaktu itu keluar semua tidak ada di dalam kerangkeng. Dan pada saat itu kedua terdakwa ini tidak terlihat,” ujar Rawi.

“Kehadirannya atas insiatif sendiri dan biaya Swab di tanggung pemerintah”

Majelis hakim dalam tanggapannya juga merasa aneh jika puluhan anggota kerangkeng di swab dengan biaya pemerintah. (Kaperwil)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *