Fakta atau Rekayasa Sang Nahkoda KIP Aceh Timur
Aceh Timur – jurnalpolisi.id (22/02/2022) DekMi sapaan akrab dari Nurmi, SA,g yang me-NAKHODA(i) kip aceh timur sejak 14 September 2020 sampai dengan sekarang, ternyata punya segudang pengalaman organisasi yang lumayan untuk sekelas kabupaten aceh timur, informasi ini tentu saja akan membuat publik aceh timur merasa lega dan nyaman saat dimulainya tahapan-tahapan pemilu serentak tahun 2024 yang akan datang, karena publik aceh timur telah mengetahui rekam jejak DekMi atau sang nakhoda yang tidak perlu diragukan lagi kapasitasnya demikian juga dengan rekan-rekannya yang lain yang bergabung dengan sang nakhoda. Dek Mi sebagai nakhoda tentu sangat paham dan mengetahui bahwa mengarungi lautan tidak sebagaimana mengarungi sungai atau danau, karena gelombang dilautan lebih besar dan bahkan sering menenggelamkan kapal dan nakhodanya beserta seluruh muatan kapalnya. Terpilihnya dekmi sebagai ketua kip aceh timur juga tidak lepas dari kepercayaan dan pengakuan 3 orang komisioner lainnya atas kapasitas dan kapabilitas DekMi yang berada diatas angin atau dengan kata lain 3 orang anggota lainnya bukanlah level DekMi (NO LEVEL WEH KEUDEH-lagu DUMPUE-NA), sehingga Dek Mi terpilih sebagai sang nakhoda secara aklamasi. Namun, publik aceh timur wajib mengetahui bahwa sebelum DekMi menjadi sang nakhoda di kip aceh timur, pada pemilu serentak 2019 yang lalu DekMi adalah ketua atau penanggung jawab divisi teknis penyelenggaraan yang bertanggung jawab terhadap yang salah satu tupoksinya adalah rekapitulasi penghitungan suara untuk tingkat kabupaten, dan sebagaimana yang telah diketahui oleh publik aceh timur bahwa hasil rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di kip aceh timur pada waktu itu tidak diterima hasilnya oleh salah satu partai politik lokal karena dugaan. penggelembungan perolehan suara untuk salah satu partai politik lokal lainnya yang dilakukan oleh ppk di tiga kecamatan, yang kemudian atas kasus tersebut diadukan ke mahkamah konstitusi oleh partai politik yang bersangkutan, kemudian oleh MK memerintahkan kip aceh timur melalui kpu RI untuk dilakasanakan penghitungan suara ulang (PSU) di Kecamatan Peureulak Timur yang turut turun gunung Komisioner KPU-RI ke Aceh Timur. Kasus tersebut terakhirnya berujung pada sang nakhoda Zainal Abidin yang waktu itu menjabat sebagai ketua kip aceh timur diberhentikan tetap oleh DKPP, padahal yang menjadi penanggung jawabnya pada waktu itu adalah DekMi sang nakhoda sekarang yang menjabat sebagai ketua divisi teknis penyelenggaraan juga sebagai penanggung jawab bidang rekapitulasi penghitungan suara, tetapi yang menjadi korbannya adalah sang nakhoda Zainal Abidin. Untuk diketahui juga oleh publik aceh timur bahwa dalam persidangan dkpp, DekMi sebagai teradu 2 membuat jawaban pembelaan sendiri atau membuat jawaban secara pribadi dan tidak ikut membuat jawaban secara bersama-bersama dengan sang nakhoda Zainal Abidin dan tiga orang anggota lainnya sebagai bentuk soliditas dan kerja secara kolektif kolegial, padahal DekMi adalah termasuk sebagai salah seorang teradu atau terlapor bersama-sama dengan empat orang personil kip aceh timur lainnya. Hal tersebut dapat menjadi indikasi bahwa DekMi tidak solid dan tidak bisa bekerja secara kolektif kolegial dengan empat rekan-rekannya dan terkesan mengelak dari yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya sebagai ketua dan penanggung jawab divisi teknis penyelenggaraan, DekMi mengutamakan menyelamatkan diri sendiri dan membiarkan empat rekan-rekannya karam bersama sang Nakhoda Zainal Abidin, Sofyan, Faisal, dan Eni Yuliani bersama kapal TITANICnya, sangat dramatis juga sang nakhoda Zainal Abidin akhirnya terpaksa pasang badan sendiri untuk membela dirinya sendiri dan tidak melibatkan tiga orang rekannya lagi karena sang nakhoda Zainal Abidin merasakan bahwa tiga rekannya juga tidak mendukung dan membelanya, akhirnya suka atau tidak suka sang harus siap menerima resiko sendirian. Apresiasi publik kepada sang nakhoda “Zainal Edward John Smith, RD, RNR Abidin” (Edward John Smith, RD, RNR-nakhoda kapal titanic) yang benar-benar sosok seorang kesatria dan bukan “ The Loser”. Sebagai bahan renungan bagi publik aceh timur bahwa inilah trek rekod DekMi sang nakhoda, mengurus satu divisi saja tidak becus konon lagi mengurus lima divisi lainnya yang menjadi tugas seorang sang nakhoda untuk mengkoordinir seluruh divisi, sang nakhoda terbukti tidak solid dan tidak bisa bekerja secara kolektif kolegial, apalagi tiga orang rekan kerjanya juga dapat dimasukkan dalam kategori sami-mawon. (Zai)