Penetapan Tersangka Atas Pasal 263 KUHP Terhadap M. Yahaya Jaya di Polres Cirebon Kota Dianggap Tidak Mendasar, Ada Apa?
Cirebon – jurnalpolisi.id Miris, dengan sebuah persoalan yang kini sedang menimpa Muhammad Yahya Jaya, warga Walinanggung, Desa Tukmudal, Kec. Sumber, Kab. Cirebon. Pasalnya, Jaya, demikian sapaan akrabnya, ditetapkan sebagai Tersangka (sesuai surat panggilan), hanya karena menawarkan dan menjual sebidang tanah (atas dasar kuasa jual) karena mengacu pada telah diterbitkannya Akta Jual Beli (AJB) oleh Notaris Maferdy Yulius, SH., SpN., Mkn. Saat diwawancarai oleh berbagai media dari mulai Media Jurnal Polisi News serta Media Online JayantaraNews.com, usai kunjungannya ke Kantor Sekretariat DPD Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) wilayah Jawa Barat, guna memberikan laporan pengaduan (Lapdu) pada Selasa (4/1/2022), Jaya menceritakan segala persoalan hukum yang sedang ia hadapi. Dia katakan, berangkat dari permasalahan hutang piutang antara Wahyudin, atau biasa dipanggil Ade dengan kedua kakak kandungnya yang bernama Haji Sanija dan Mulya yang kemudian dilanjutkan dengan jual beli tanah yang terletak di wilayah Kec. Sumber, Kab. Cirebon. seiring dengan niat baiknya untuk membantu seseorang yang bernama Wahyudin yang pada waktu itu telah dipertemukan oleh rekannya yang bernama Bisri, pada Minggu, tanggal 21 September 2014, hingga akhirnya dia harus berurusan dengan persoalan hukum yang menjerat dirinya. “Bisri menceritakan, bahwa Wahyudin, atau biasa dipanggil Ade, itu katanya mempunyai permasalahan. Karena saya nggak bisa membantu secara materi, maka saya tawarkan agar Wahyudin menemui kakak saya; “Kalau memang benar Kang Wahyudin membutuhkanuang, maka akan saya antarkan kepada kakak saya untuk dipertemukan.” Wahyudin pun saat itu menjawab“Siap.”Dalam obrolan tersebut, sempat Wahyudin tunjukkan 2 (dua) Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 1 (satu) Akta Jual Beli(AJB), yakni;1. Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 546 M²2. Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 300 M², dan3. Akta Jual Beli (AJB) dengan No. Percil : 153 Blok 3 seluas 814 M². Setelah adanya kesepakatan, hingga keesokan harinya, tepatnya pada hari Senin, tanggal 22 September 2014, Jaya pun menemui Haji Sanija yang masih kakak kandungnya di kediamannya. “Saya pun bercerita kepada kakak saya seputar permasalahan yang sedang melilit Wahyudin serta membutuhkan uang. Dan di hari itu juga, kakak saya Haji Sanija langsung menelepon kakak saya yang satunya lagi yang bernama Mulya, yang tak lama kemudian Mas Mulya pun datang ke rumah Haji Sanija,” ucap Jaya. “Alhamdulillah, saat itu 2 (dua) kakak sayamerespon dengan sangat baik, serta mau menolong Wahyudin, dengan satu catatan ingin bertemu langsung denganWahyudin nya,” ungkap Jaya. “Singkat cerita, setelah saya kabari melalui telepon selulernya, bertemulah keduakakak saya dengan Wahyudin di Mushola Al-Fat’hu Jamsari. Karena obrolan semakin mengerucut, maka saya pun keluar ruangan, dengan tujuan tidak ingin mencampuri urusan mereka. Jadi apa yang dibahas saat itu, atau kemungkinan ada deal-dealan terkait permasalahan piutang yang berujung menjual tanah yang ditawarkan Wahyudin, saya pun benar-benar tidak tahu,” urai Jaya. “Selesai obrolan, kakak saya pun memerintahkan saya mengikuti Wahyudin untuk proses peralihan keduaSertifikat Hak Milik (SHM) serta 1 (satu) Akta Jual Beli (AJB) untuk dibaliknamakan ke kedua kakak saya. Karenakonon katanya sudah diadakan jual beli antara para pihak, namun belum sempat dibaliknamakan, bahkankuitansi jual belinya pun belum dibuat.” “Sebelum dibuatkan kuitansi jual beli dengan para pihak, saya pun disuruh oleh kedua kakak sayauntuk ikut Wahyudin ke Kantor Notaris (PPAT) Maferdy Yulius, SH., yang beralamat di Jln. Pilang Raya No. 457Kedawung Kab. Cirebon (alamat Kantor Notaris PPAT Maferdy Yulius yang dulu).” Di depan Notaris, Wahyudin pun menjelaskan terkait proses Akta Jual Beli (AJB) serta peralihan balik nama. Hingga kemudian, pihak Staf Notaris punmenjelaskan kepada Wahyudin dan meminta agar para pihak bisa dihadirkan semua untuk dihadapkankepada Bapak Notaris. Arahan pihak Notaris diterimaWahyudin, hingga dia pun pulang untuk menyampaikan kepada pihak masing-masing. “Tepatnya pada hari Senin,tanggal 29 September 2014, saya mengantar kedua kakak saya ke Kantor Notaris, demikian pun Wahyudinyang membawa keluarganya ke Kantor Notaris (PPAT) Maferdy Yulius, SH., hingga mengerucut ke proses jual beli serta proses peralihan balik nama, dan tanpa saya ketahui, karena saya keluar ruangan.” “Jadilah 2 (dua) Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 1 (satu)Akta Jual Beli (AJB) dibaliknamakan atas nama kedua kakak saya. Hingga beberapa hari kemudian, kakak saya (Mulya) meminta kepada saya, agar yang 1 (satu) Akta Jual Beli (AJB) atasnama kakak saya segera diproses menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) melalui Notaris dimaksud. Saya pun datang lagi ke Kantor NotarisMaferdy Yulius, SH., dan menyampaikan apa yang diinginkan oleh kakak saya. Notaris Maferdy Yulius,SH., pun menjawab; “Siap, tapi sabar.” Namun rupanya, proses peralihan Akta Jual Beli (AJB) atas nama Mulya yang diinginkan jadi Sertifikat Hak Milik (SHM), nyatanya tidak kunjung jadi. “Hingga akhirnya dan tanpa sepengetahuan saya, rupanya diam-diam kakak saya datang ke Kantor Notaris Maferdy Yulius, SH., dan mengambil kembali AktaJual Beli (AJB) tersebut, dan dipindahkan ke Kantor Notaris (PPAT) Solihin, SH., M.Kn., yang beralamat di Jln. Tengah Tani Plered Kab. Cirebon, untuk dijadikan Sertifikat Hak Milik (SHM).” “Singkat cerita,” kata Jaya, “karena proses pembuatan Sertifikat pun lambat, hingga kakak saya menyuruh saya untuk mengambil kembali Akta Jual Beli (AJB) yang posisinya adadi Kantor Notaris (PPAT) Solihin, SH., M.Kn. Lantas saya pun membawanya kembali ke Kantor Notaris MaferdyYulius, SH., guna untuk diproses ke Sertifikat Hak Milik (SHM).” “Beberapa bulan kemudian, kedua kakak saya yang sudah sangat sabar serta memberikan kelonggaran waktu terhadap pihak keluarga Wahyudin yang konon katanya bahwa dalam waktu 1 (satu) bulan akan membelikembali 2 (dua) Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 1 (satu) Akta Jual Beli (AJB) tersebut kepada kedua kakak saya, namun apa yang dijanjikan oleh keluarga Wahyudin selalu meleset.” Keluarga Wahyudin kembali berjanji dan meminta waktu lagi selama 1 (satu) bulan untuk membeli 2 (dua)Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 1 (satu) Akta Jual Beli (AJB) tersebut. Kenyataannya, apa yang selalu dijanjikan oleh keluargaWahyudin meleset dan meleset lagi sampai lebih dari 5 (lima) kali, terhitung dari mulai tanggal 29September 2014 sampai dengan tanggal 11 Desember 2015. “Kemudian pada tanggal 18 Desember 2015, kedua kakak saya menugaskan sekaligus memberikan kuasa kepada saya, untuk mengurus proses penjualan (bukti Surat Kuasa tertanggal 18 Desember 2015 dengan di WarMaking Notaris Tavip Suganjar, SH., terlampir).” “Alhasil, saya pun menjalankan amanat kedua kakak saya untuk menjualkantanah dan bangunan yang bersurat; 2 (dua) Sertifikat Hak Milik (SHM) dan 1 (satu) Akta Jual Beli (AJB).Saya mencari orang yang mau membeli tanah tersebut, meski saya pun terlebih dahulu telah bermusyawarah dengan rekan-rekan saya. Dan hingga suatu saat, bertemulah saya dengan rekan saya, anggota TNI AD yangbernama Wawan Kuswanto. Berdiskusilah saya dengan Wawan Kuswanto, dan berujung dipertemukanlah saya dengan Pak Ali (Alm) yang beralamat di Depan POM Bensin Plered Kab.Cirebon. Kemudian saya pun sempat berdiskusi dengan Pak Ali (Alm) dan bahkan beliau, Pak Ali (Alm) mempertemukan saya dengan Pak Haji Suhartono yang beralamat di Desa Tegalwangi, Kec. Plered, Kab. Cirebon guna untuk membahas proses transaksi jual beli tanahdan bangunan dimaksud, dengan terlebih dahulu mensurvei lokasi tanah dan bangunan beserta kelengkapan surat-suratnya.” Setelah kami mensurvei untuk mengontrol fisik tanah dan bangunan, serta menunjukkan surat-suratnya kepada Haji Suhartono, beliau menyatakan; “Oke, siap, sayasangatlah percaya, karena saya tahu bahwa semua surat-surat itu merupakan produk Notaris MaferdyYulius, SH.” “Pak Haji Suhartono bilang dan meminta saya untuk mempertemukan dengan kedua kakak saya di Kantor Notaris (PPAT) Maferdy Yulius, SH. Lalu sayamenjawab; “Oke siap, Pak Haji”. “Mendapatkan kabar baik dari Pak Haji Suhartono, kemudian saya pun menyampaikan kepada kedua kakak saya untuk bisa bertemu di Kantor Notaris PPAT Maferdy Yulius, SH.” “Pertemuan pun dilakukan antara kedua kakak saya dengan Haji Suhartono di hadapan Notaris Maferdy Yulius, SH., sembari saat itu pun saya menyerahkan Surat Kuasa asli yang pernah dibuat pada tanggal 18 Desember 2015 untukmengurus penjualan, dan setelahnya saya keluar dan menunggu di depan halaman Kantor Notaris(PPAT) Maferdy Yulius, SH., (hari Selasa, tanggal 26 Juli 2016). “Alih-alih, pada sekitaran tahun 2017 permasalahan mulai mencuat. Dimana berdasarkan informasi yang saya dapatkan, konon katanya Hj. Farcha telah melaporkan Wahyudin ke Unit Harda Polresta Kab. Cirebon, yang saya pun tidak tahu permasalahannya apa.” “Yang saya herankan, secara tiba-tiba, pada tahun 2021 saya koq mendapat SuratPanggilan ke-1, dengan nomor surat panggilan: S.Pgl/208/VI/2021/Reskrim, dan memanggil saya (Muhammad Yahya Jaya) untuk hadir guna dimintai keterangan sebagai Saksi dalam dugaan ‘Perkara TindakPidana Pemalsuan Surat’, yang terjadi pada hari Selasa, tanggal 26 Juli 2016 di Kantor Notaris (PPAT) Maferdy Yulius, SH., SpN., M.Kn., Jalan Pilang Raya No. 457 Desa Kedungdaya, Kec. Kedawung, Kab. Cirebon, yang dilaporkan oleh saudara Rawinder Kaur. Dimana konon katanya, saudara Rawinder Kaur telah membeli gudang dengan alas hak Persil No. : 153 S.III Blok Kenir Kohir No: C.350 seluas 814 M² dari saudara Mulya, sesuai AJB No. :495, tanggal 26 Juli 2016, yang diketahui bahwa saudara Mulya telah membeli tanah tersebut dari saudari Hj. Farcha, sesuaiAJB No. : 376 tanggal 29 September 2014, yang diduga palsu. Sehingga kemudian diketahui telah terbitSHM No. : 535 tanggal 2 Maret 2017 atas nama Hj. Farcha. Kurang lebih 5 (lima) minggu kemudian, tepatnyapada hari Kamis, tanggal 29 Juli 2021 pukul 09.00 WIB, Muhammad Yahya Jaya (Jaya) kembali dipanggil olehPolres Cirebon Kota guna dipinta keterangannya sebagai Saksi dalam dugaan perkara ‘Tindak PidanaPemalsuan Surat’ yang diketahui terjadi pada hari Selasa, tanggal 26 Juli 2016 di Kantor Notaris (PPAT) MaferdyYulius, SH., SpN., M.Kn. Anehnya, setelah mendapat panggilan ke-1 dan ke-2, dengan dibuktikan surat panggilan terlampir, Muhammad Yahya Jaya (Jaya) kembali lagi mendapatkan Surat Panggilan yang ke-1 dengan No. SuratPanggilan: S.Pgl/378/IX/2021/Reskrim untuk datang di Polres Cirebon Kota pada hari Senin, tanggal 27September 2021 pukul 09.00 WIB untuk didengar keterangannya sebagai Tersangka dalam dugaan TindakPidana Turut Serta Melakukan Kejahatan dan atau Menggunakan Surat Palsu dan atau Penipuan, sebagamana dimaksud dalam Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo Pasal 263 Ayat (2) dan atau Pasal 378 KUHPidana yangterjadi pada hari Selasa, tanggal 26 Juli 2016 di Kantor Notaris (PPAT) Maferdy Yulius, SH., Sp.N., M.Kn., dengan cara turut melakukandalam penggunaan surat yang diduga palsu berupa AJB No.: 376, tanggal 29 September 2014 untukmenjual tanah, Persil No.: 153 S.III Blok Kenir, Kohir No.: C350 seluas 814 M², dan meyakinkan pembelitanah supaya mau membeli tanah tersebut. Padahal diketahui, bahwa tanah tersebut bermasalah (dikeluarkansurat tersebut pada tanggal 21 September 2021 atas nama Kepolisian Resor Cirebon Kota). Demikian pun datang lagi panggilan yang ke-dua, untuk didengar dengan keterangan yang sama (Surat Panggilan ke-2 ada di Kuasa Hukum yangbernama Bayu Rahman Hakim, SH.). Pada bulan September, setelah Muhammad Yahya Jaya (Jaya) mendapat Surat Panggilan ke-1 dan ke-2 yang dalamketerangannya sebagai Tersangka, Muhammad Yahya Jaya (Jaya) kembali mendapatkan SuratPanggilan lagi yang ke-1 dengan No. Surat Panggilan: S.Pgl/579/XII/2021/Reskrim (bukti surat panggilanterlampir) dengan memanggil Muhammad Yahya Jaya (Jaya) untuk hadir menemui Ipda Fajrin Ferdian, SH.,MH., di Kantor Unit II Sat Reskrim Polres Cirebon Kota, pada hari Kamis, tanggal 30 Desember 2021, pukul09.00 WIB untuk didengar keterangannya sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana pemalsuan surat. Melihat dengan adanya penerapan Pasal 263 KUHPidana yang disangkakan terhadap dirinya, saat diwawancarai oleh beberapa awak media, Jaya mengatakan, “Bahwa dalam hal ini, saya benar-benar bingungdan tidak mengerti dengan penyidik Polres Cirebon Kota yang sudah menyangkakan saya denganPasal 263 KUHPidana. Sementara saya ini bukanlah percetakan, dan atau RT, RW, Lurah, Camat, dan semuaitu adalah produk notaris. Jadi, dari mana dasarnya saya ini disangkakan dengan Pasal 263 KUHPidana?” kata Jaya. “Saya tetap saja disangkakan oleh pihak Penyidik Polres Cirebon Kota dengan Pasal 263KUHPidana, dan bahkan saya diberi Surat Lapor Wajib Diri dengan No. : WALAP/27/XII/2021/Reskrimuntuk melaksanakan Wajib Lapor setiap hari Senin dan Kamis, pukul 09.00 WIB di Kantor Sat Serse Polres Cirebon Kota. Dan yang lebih anehnya lagi, ketika saya mengikuti apa yang diinginkan pihak Penyidik PolresCirebon Kota untuk saya koperatif dan wajib lapor diri pada hari Senin dan Kamis, ketika saya dengan di dampingi Akhmad Khotib dan Jupri yang merupakan anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia ( PPWI ) yang bergerak di bidang Investigasi dan publikasi ketika sampai di Depan Kantor Unit IISat Reskrim Polres Cirebon Kota, hanya disuruh memfoto diri tanpa adanya harus mengisi buku wajib lapor diri, apalagi adanya penyidik yang datang menemui saya, itu sama sekali tidak ada,bahkan dari salahsatu penyidik ketika di telephon serta di Whatshap oleh Jaya dan memberi tahu bahwa dirinya itu sudah ada diDepan Kantor Unit II Sat Reskrim Polres Cirebon Kota, namun pihak Penyidik membalas melalui pesanWhatsAppnya dan mengatakan; “Cukup begitu saja kang.” Laporan pengaduan (Lapdu) dari saudara Muhammad Yahya Jaya ke Kantor Sekretariat DPD Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) wilayah Jawa Barat beberapa waktu lalu pun ditanggapi oleh Agus Chepy Kurniadi,SE selaku Ketua DPD PPWI Jawa Barat. Menindaklanjuti laporan tersebut, hingga pada Rabu (5/1/2021), Tim PPWI Jabar & Jajaran DPC PPWI Cirebon Raya mendatangi Reskrimum Polres Cirebon Kota, guna meminta kejelasan atas penetapan Muhammad Yahya Jaya sebagai tersangka pada Pasal 263 KUHP. Dipertanyakan langsung terkait apa dasar penetapan Tersangka saudara Muhammad Yahya Jaya atas dugaan tindak pidana manipulasi data? Nendi, selaku penyidik yang menangani kasus tersebut mengatakan, “Melalui penyelidikan dan berdasar pada gelar perkara. Ada 3 (tiga) orang yang sudah jadi tersangka; yaitu Jaya, Wahyudin dan Mulya. Kalau bapak mempertanyakan atas dasar apa, untuk lebih spesifik di pengadilan saja,” urainya. Mengacu pada Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terkait 5 (lima) alat bukti yang sah, ialah:a. Keterangan saksi;b. Keterangan ahli;c. Surat;d. Petunjuk; dane. Keterangan terdakwa. Sementara, jika mengacu pada Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP):”Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang -kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. “Menyimak dari 2 (dua) pasal tersebut sudah jelas, bahwa sekurang -kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya,” ucap Agus Chepy Kurniadi usai melakukan konfirmasi di ruang Reskrimum Polres Cirebon Kota. “Lah ini, saudara Muhammad Yahya Jaya itu masuk kategori yang mana? Bukankah minimalnya ada 2 (dua) alat bukti yang menguatkan, sehingga saudara Jaya bisa ditetapkan sebagai tersangka atas kasus Pasal 263 tersebut,” tanya Agus Chepy sembari tersenyum. Merujuk pada Pasal 263;- Ayat (1): Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. – Ayat (2): Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. “Jika dari pihak kepolisian (Polres Cirebon Kota, red) berpedoman pada Pasal 263 Ayat (2), dengan dalih menggunakan surat palsu, bukankah itu sudah diterbitkan dan merupakan produk Notaris? Namun anehnya, kenapa saudara Muhammad Yahya Jaya yang hanya sekedar CALO koq menjadi tersangka, sementara pihak Notaris yang jelas-jelas sudah menerbitkan Akta Jual Beli (AJB) tersebut, koq malah belum diperiksa. Ini kan lucu, dan ada apa sebenarnya?” tambah Herawanto, SH., selaku Advokasi PPWI yang mendampingi Ketua DPD PPWI Jabar, Agus Chepy Kurniadi,SE “Hal ini sesuai keterangan dari pihak Notaris yang hanya sebatas saksi dan belum jadi tersangka, saat kami mintai keterangan,” terang Herawanto, SH. Pun keterangan dari pihak penyidik, saat kami pertanyakan; apakah Notaris sudah di BAP? Pihak penyidik hanya menjawab singkat “belum”. “Kayanya koq agak-agak lucu. Lah wong jelas-jelas kuncinya ada di Notaris, koq malah Muhammad Jaya dulu yang dijadikan tersangka. Opo tumon…?” terang Herawanto dengan logat Jawanya. Anehnya lagi, pihak notaris itu masih sebagai saksi, tapi kenapa pihak kepolisian berani menggeledah ruang kerjanya, dengan dalih mencari berkas atas keterkaitan kasus dimaksud. “Ini kan sudah malampaui dan melanggar kewenangan,” sebutnya. Agus Chepy tambahkan, “Kami berprinsip, bahwa tidak semua persoalan mesti masuk ke ranah pengadilan. Pertanyaannya, sudahkah dari pihak Reskrimum Polres Cirebon Kota mengadakan gelar perkara dengan semua pihak terkait? Karena tidak menutup kemungkinan, bahwa setelah diadakannya gelar perkara, bisa jadi ada titik temu yang terang benderang?” bebernya. Kembali Agus Chepy sampaikan, “Kami tidak akan main-main, dan akan mengawal kasus ini sampai tuntas. Bila masih terendus adanya kejanggalan, kami akan bawa kasus ini ke Polda, atau bila perlu ke Mabes Polri, agar keadilan benar-benar bisa ditegakkan!” tandasnya. Hingga berita ini diturunkan, pihak Notaris (PPAT) Maferdy Yukius, SH., melalui stafnya saat ditemui di kantornya menginginkan adanya duduk bersama berupa gelar perkara. “Hayu kita kumpul gelar perkara bareng. Tapi selama ini mereka dari pihak kepolisian nggak pernah ngajak gelar perkara. Maksud kami, kalau adanya gelar perkara, kan di situ nanti ada titik temu,” pungkasnya, seraya menambahkan, “Padahal kejadian (TKP)-nya kan di wilayah kabupaten, kenapa mesti berproses di Polres Cirebon Kota?” Rilis : Tim DPD PPWI Jabar Bersambung…!!!