Jika Tanpa IMB, Gedung Kos-kosan Milik Ketua PN Manado Semestinya Dibongkar
Manado – jurnalpolisi.id Bangunan gedung kos-kosan milik Ketua PN Manado, Djamaluddin, SH, MH yang terletak di Jl. Pomurow, Kelurahan Banjer, Kecamatan Tikala, Manado, Sulawesi Utara diduga tidak mengantongi Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) [1]. Terkait hal tersebut, Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA angkat bicara. Lalengke mengatakan, jika benar gedung kos-kosan yang sedang dalam penyelesaian pembangunannya itu tidak memiliki IMB, maka seharusnya dihentikan proses pembangunannya sampai dengan ijin mendirikan bangunan itu diterbitkan pihak terkait. “Yaa, jika benar dibangun tanpa memiliki IMB, berarti ada pelanggaran Undang-Undang di sana, proses pembangunannya harus dihentikan. Apabila sudah selesai pembangunannya namun belum mengantongi IMB, berarti masuk kategori bangunan illegal dan harus dirobohkan. Itu bukan menurut saya, tapi kata Undang-Undang yaa,” jelas Lalengke yang menyelesaikan studi Master in Applied Ethics di Utrecht University, Belanda, dan Linkoping University, Swedia, itu, Senin, 13 Desember 2021. Menurutnya, sesuai Pasal 91 ayat (1) dan (2) PP No. 36/2005 menyebutkan bahwa informasi atau laporan masyarakat dapat dijadikan rujukan bagi Pemerintah untuk melakukan identifikasi atas bangunan gedung yang selayaknya dibongkar. Salah satu jenis bangunan yang dapat dibongkar atas laporan dari masyarakat adalah bangunan gedung yang tidak memiliki IMB. “Makanya saya meminta kepada Pemerintah Kota Manado untuk memberikan perhatian terhadap kasus pembangunan gedung kos-kosan mewah Djamaluddin Ismail itu. Jangan karena dia ketua pengadilan lantas dibiarkan saja. Justru sebaliknya, karena dia hakim maka harus jadi contoh teladan bagi kesadaran hukum masyarakat,” tegas Lalengke yang sudah melatih ribuan anggota TNI, Polri, PNS, mahasiswa, ormas, dan masyarakat umum di bidang jurnalisme warga ini. Lebih jauh, dia menjelaskan tentang IMB dan peraturan terkait masalah tersebut. Ijin Mendirikan Bangunan adalah dokumen yang berisi perizinan, yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah setempat kepada pemilik bangunan yang ingin membangun, merobohkan, menambah atau mengurangi luas, atau pun merenovasi suatu bangunan. Terkait IMB ini diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG) dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung (PP No. 36/2005). Secara tekstual, pengertian IMB dituangkan dalam Pasal 1 ayat (6) PP No. 36/2005, yakni: “Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.” Kewajiban memiliki IMB bagi setiap pemilik bangunan gedung diatur oleh Pasal 7 ayat (3) UUBG yang berbunyi: “Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.” Ketentuan ini dipertegas lagi dalam Pasal 8 ayat (1) poin (c) UUBG: “(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif yang meliputi: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. status kepemilikan bangunan gedung; dan c. izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku [2].” Implementasi dari Pasal 7 dan 8 UUBG tersebut diterangkan dalam Pasal 14 ayat (1) PP No. 36/2005 sebagai berikut: “Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin mendirikan bangunan gedung [3].” Sanksi atas pelanggaran peraturan ini cukup berat. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 44 UUBG yang berbunyi: “Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.” Secara khusus, pembongkaran bangunan yang tidak mengantongi IMB diatur dalam pasal Pasal 39 ayat (1) poin (c) UUBG: “(1) Bangunan gedung dapat dibongkar apabila: a. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki; b. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan gedung dan/atau lingkungannya; c. tidak memiliki izin mendirikan bangunan.” Ketentuan Pasal 39 dan 44 UUBG tersebut secara eksplisit dijabarkan dalam Pasal 115 ayat (1) dan (2) PP No. 36/2005 yang menyebutkan: “(1) Pemilik bangunan gedung yang melaksanakan pembangunan bangunan gedungnya melanggar ketentuan Pasal 14 ayat (1) dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan diperolehnya izin mendirikan bangunan gedung. (2) Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran.” Tidak hanya itu, pelanggaran atas UUBG juga diberikan sanksi tambahan, sebagaimana diatur pada Pasal 45 ayat (2) UUBG yang menyatakan: “(2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh perseratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.” Berkaitan dengan gedung kos-kosan Djamaluddin Ismail, SH, MH yang sedang menjadi buah bibir masyarakat Manado, berdasarkan fakta yang ada, Wilson Lalengke mengatakan bahwa pemilik bangunan itu dapat saja dikenakan sanksi pidana. Pasalnya, gedung itu dibangun di atas tanah yang diduga milik orang lain, yakni Satyana Liando, cucu Pahlawan Nasional John Lie [4]. “Karena gedung kos-kosan Ketua PN Manado di Kelurahan Banjer itu diduga didirikan di atas tanah milik orang lain, yang berarti ada orang lain yang dirugikan, maka kepada yang bersangkutan semestinya dapat dikenakan dugaan pelanggaran pidana dengan sanksi pidana maksimal 3 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (1) UUBG yang berbunyi: ‘Setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.’,” jelas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) ini. Pendirian bangunan gedung di atas tanah orang lain, tambah Lalengke, diatur dalam pasal Pasal 11 ayat (1) dan (2) PP No. 36/2005, yang berbunyi: “(1) Setiap bangunan gedung harus didirikan pada tanah yang status kepemilikannya jelas, baik milik sendiri maupun milik pihak lain. (2) Dalam hal tanahnya milik pihak lain, bangunan gedung hanya dapat didirikan dengan izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau pemilik tanah dengan pemilik bangunan gedung.” “Nah, sekarang tinggal lihat dokumen kepemilikan tanah tersebut. Jika Ketua PN Manado itu sudah memiliki dokumen tanahnya, misalnya berbentuk Sertifikat Hak Milik, berarti dia hanya harus urus IMB. Jika tidak ada? Atau sertifikatnya bermasalah? Ini tentu harus diperjelas agar publik tidak bertanya-tanya yaa,” ujar Lalengke. Ketika diinformasikan bahwa IMB gedung itu sudah ada, Lalengke menjawab bahwa itu sesuatu yang bagus. “Bagus kalau memang benar sudah ada. Katanya juga sudah dipasang plang IMB di lokasi bangunan, namun sudah lapuk, hancur, dan hilang. Dalam waktu 11 bulan, plang-nya sudah hancur, mungkin terbuat dari kardus yaa. Akan tetapi menurut Kadis Perijinan Kota Manado, Jimmy Rotinsulu, dia mengatakan IMB bangunan itu belum diurus. Entah siapa yang benar di antara mereka, saya juga jadi tanda tanya yaa,” pungkas tokoh pers nasional yang anti korupsi ini. (TEAM/Red) Catatan: [1] Gedung Kos-kosan Mewah Ketua PN Manado Diduga Tidak Memiliki IMB; https://pewarta-indonesia.com/