FGD Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat di Kalteng

Oktober 24, 2021

 Pulang Pisau – jurnalpolisi.id Kepala Kejaksaan Negeri Pulang Pisau Dr. Priyambudi S.H., M.H didampingi Chabib Sholeh, S.H Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Negeri Pulang Pisau, meghadiri Undangan FGD Kajian Hukum yang Hidup di Masyarakat Kalimantan Tengah. Kegiatan yang  diadakan oleh KOMNAS PEREMPUAN (Jumat, 15/10/21) tersebut berlangsung di Hotel M Bahalap, Kota Palangka Raya, Kegiatan  dilakukan dalam rangka memperoleh masukan terkait relevansi Hukum Adat dan Rancangan KUHP, diantaranya dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan), Akademisi, Ahli, dan Tokoh Adat yang ada di Kalimantan Tengah. Kepada media ini Kajari Pulang Pisau Menututkan bahwa FGD tersebut membahas mengenai hukum adat yang seringkali kurang memperhatikan kepentingan perempuan, anak dan kelompok minoritas. ” Kegiatan tersebut diselenggarakan dalam 2 (dua) hari, yakni hari Jumat dan Sabtu tanggal 15 s/d 16 Oktober 2021 karena mengikutsertakan banyak stake holder terkait yang berasal dari Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Katingan, dan Kota Palangka Raya” Terang Priyambudi Selain itu Priyambudi menambahkan Diantaranya  OPD, Polres, Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, Universitas Palangka Raya, Damang, Mantir, dll.  Pantuan media di lapangan , Dalam sesi tanya jawab Kajari Pulang Pisau menegaskan bahwa Hukum Pidana adat bisa dijadikan sebagai sumber hukum Pemeriksaan.  “Hukum adat dapat menjadi sumber hukum positif dalam arti hukum pidana adat dapat menjadi dasar hukum pemeriksaan di Pengadilan dan juga sebagai sumber hukum negatif yaitu ketentuan-ketentuan hukum adat dapat menjadi alasan pembenar, alasan memperingan pidana atau memperberat pidana”. Tegas Kajari. Ditambahkan Kajari bahwa sebagai APH, Kejaksaan tentunya harus dapat menjamin pelaksanaan proses penegakan hukum adat sebagaimana yang diamatkan undang-undang agar keberlakuan hukum adat dapat dijalankan sesuai dengan hukum adat yang berlaku di daerah hukum adat masing-masing demi mewujudkan ketentraman dan ketertiban umum. ” Apabila tidak dapat diselesaikan secara hukum adat, maka kejaksaan dapat memproses berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” tukasnya. ( Dicky Ferdiansyah) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *