Pergeseran tanah terus terjadi akibat longsor BSM. AGJT desak pemkab serius tangani korban.
September 9, 2021
Bogor, jurnalpolisi.id 9 September 2021. Longsor yang terjadi di kampung Ciater Tangegeg RT 01 Rw 07 desa Cipinang kecamatan Rumpin pada Selasa 3 Agustus 2021 akibat penambangan batu alam oleh PT. Batu Sampurna Makmur (BSM) terus mengakibatkan pergeseran dan retakan pada tanah pemukiman warga di kampung tersebut. Retakan terbaru terjadi pada 8 September 2021 sehingga jalan yang semula masih bisa dilalui kendaraan roda 4 empat kini tidak bisa lagi digunakan. Selain mengakibatkan akses jalan yang masih belum bisa di tangani hingga saat ini, kompensasi terhadap rumah warga yang mengalami kerusakan pun belum sepenuhnya berjalan. Hingga saat ini setidaknya ada 10 rumah yang penghuninya terus dihantui kekhawatiran bahkan tidak lagi berani menghuni rumahnya akibat pergeseran tanah dan kerusakan di rumah mereka terus bertambah. Belum ada upaya yang serius yang dilakukan pihak perusahaan maupun pemerintah atas nasib para korban. Padahal kejadian ini sudah berlangsung 1 bulan lebih. Junaedi Adhi Putra ketua Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) sekaligus koordinator Forum Masyarakat Desa (FMD) menyayangkan atas lambat dan berlarutnya penanganan korban dalam kejadian longsor PT. BSM tersebut, padahal sejak awal sudah difahami bahwa pergeseran tanah akan terus terjadi karena masih labilnya tanah dan batuan akibat longsor.Kejadian longsor ini akibat kecerobohan perusahaan tambang dan kelalaian pemerintah dalam mengawasi dan menegakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai mana termaktub dalam UU 32 tahun 2009. Hingga saat ini dari sekian banyaknya usaha pertambangan di wilayah Rumpin dan sekitarnya, belum ada satu perusahaan pun yang melakukan sosialisasi Dokumen AMDAL, mulai dari KA-ANDAL, ANDAL, RKL maupun RPL. Sehingga berakibat pada diabaikannya hak-hak masyarakat ketika terjadi dampak buruk dari operasi pertambangan seperti longsor di PT. BSM ini. “Sangat disayangkan upaya yang didahulukan oleh pihak perusahaan pemasangan pancang yang sebenarnya itu bukanlah hal yang efektif dan akan menambah percepatan retakan tanah akibat getaran pemasangan paku bumi tersebut, dikarenakan tanah dan batuan yang berada dibawah permukaan sudah labil. Disisi lain, perusahaan mengabaikan hak atas rasa aman dan keberlanjutan kehidupan bagi beberapa keluarga yang berdekatan dengan lokasi kejadian”. Atas situasi saat ini, AGJT mendesak pemerintah kabupaten Bogor agar tidak berpangku tangan dan serius mengupayakan pemenuhan hak korban yg terdampak. Agar para pemiliknya bisa segera menata kehidupan baru yang lebih aman. Karena jika tidak segera mendapat penyelesaian, kerugian yang lebih besar akan diderita oleh warga.(Herry/Red)