MENANTI DAWUH PARA LELUHUR
Jakarta – Pemerhati Kearifan Budaya Adiluhung, KP Norman Hadinegoro mengatakan bahwa masyarakat sudah sejak lama mengetahui adanya konflik internal Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo.
Perseteruan antar saudara di dalam keraton sudah muncul sejak tahun 2004 silam. Hingga kini, persoalan yang tak kunjung usai itu masih menarik perhatian publik.
“Bagi pecinta dan pemerhati Budaya Tradisi Jawa, sudah lama mengetahui kalau di Keraton Surakarta putera-puteri Pakoe Boewono XII hubungan antara kakak-adik kurang harmonis bahkan berlarut-larut, saling menghujat, saling mencemooh satu dengan yang lainnya mencapai rekor 17 tahun perseteruan sampai sekarang,” kata Norman kepada Kureta, Kamis, 8 April 2021.
Sepengetahuannya, usia putera-putri Pakoe Boewono XII saat ini rata-rata 60 tahun ke atas. Ada yang sudah sakit-sakitan, bahkan sudah wafat.
Dia berpandangan, cucu-cucu Pakoe Boewono XII dan Pakoe Boewono XIII tidak banyak mengetahui tentang budaya dan tradisi di keraton. Hal ini disebabkan adanya perseteruan yang berlangsung hingga berlarut-larut.
“Semoga cucu-cucu Pakoe Boewono XII dan Pakoe Boewono XIII menyadari hal ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia berharap agar harmonisasi antarsaudara Pakoe Boewono kembali terwujud. Sebab, kata Norman, kelestarian budaya dan tradisi keraton harus dilanjutkan oleh penerus berikutnya.
“Diharapkan selalu harmonis demi kelangsungan budaya dan tradisi yang harus dilestarikan. Karena cucu-cucu Pakoe Boewono rata-rata berusia 25 tahun ke atas disebut ‘Generasi Milenial’. Mereka harus melanjutkan kelestarian keraton,” tuturnya.
“Semoga belum terlambat untuk berperan melestarikan peninggalan para leluhur. Generasi Milenial diharapkan lebih transparan, mempunyai ide-ide cemerlang untuk Budaya Adiluhung,” ucap Norman menambahkan.