Banten Penyangga Ibukota, Kapolda : Satgas Mafia Tanah Polda Peka dan Tegas
SERANG – jurnalpolisi.id Banten sebagai penyangga Ibu Kota Jakarta dengan luasan lahan yang masih terbuka dikembangkan, membuat banyak yang meminatinya. Menyadari akan hal itu, Polda Banten dan jajaran sepeka mungkin mencium keberadaan mafia tanah yang bakal berusaha memetik untung dengan mengorbankan rakyat. “Begitu Presiden dan Kapolri menginstruksikan, segera kami buka Posko Pengaduan dan membentuk Satgas mafia Tanah. Terbukti efektif, sejumlah praktik mafia tanah terungkap,” tegas Kapolda Banten, Irjen Pol. Dr. Rudy Heriyanto Adi Nugoroho, S.H., M.H., M.B.A., Kamis (25/3/21) di Serang, Banten. Banyak pihak mengapresiasi kerja-kerja Polda Banten mengungkap praktik-praktik mafia tanah di daerah ini. Dengan begitu, kata Irjen Pol. Rudy, Satgas Mafia Tanah Polda Banten secara moral makin terdukung dan tak mau terlena. Terakhir, dalam konfrensi pers di hari yang sama Direskrimum Polda Banten, Kombes Pol. Martri Sonny mengatakan, Subdit II/ Harta Benda (Harda) yang berada di bawahnya telah menangkap empat orang yang berperan dalam praktik mafia tanah di Desa Bojongpandan, Kabupaten Serang. “Modusnya pemalsuan surat tanah atau penipuan. Berawal dari laporan masyarakat, Satgas Mafia Tanah Subdit Harda membongkar perbuatan pidana keempat tersangka,” kata Martri yang didampingioleh Kasubdit II/ Harda, AKBP Dedy D dan Kaur Penum Bidhumas, AKP E. Yudhiana. Ke-4 tersangka yakni MRH (55), warga Kota Baru, Kota Serang, CJ (38) warga Pontang, Kabupaten Serang, AD (46) warga Sumurpecung Kota Serang, dan S (55), warga Warunggunung kabupaten Lebak.Para tersangka itu memiliki latar belakang profesi. MRH adalah mantan tenaga honorer Kantor Pelayalan Pajak Pratama Serang. Tersangka CS (38) dan AD (46) sekuriti di KPP Pratama Serang, sedangkan S adalah mantan tenaga honorer pada salah satu kecamatan di Serang. Diungkapkan, pada Februari 2021, korban berceriteria kepada U tentang permasalahan tanah peninggalan orangtuanya di desa Bojongpandan, Kabupaten Serang, yang ada SPPT tahun 1992 namun tanpa girik. Oleh U hal tersebut disampaikan kepada S. “Ketika dipertemukan dengan korban. kemudian S menyanggupi akan mengambilkan girik di kantor KDL dengan biaya Rp 12 juta rupiah,” urai Martri. Rencana pembuatan girik masuk dalam persekongkolan. S menemui AH dan CJ yang kemudian menghubungi tersangka MRH untuk menyerahkan SPPT sebagai dasar pembuatan girik. “Setelah selesai pembuatan, girik asli tapi palsu tersebut diserahkan kepada korban,” terang Martri. Rupanya, kemudian korban melakukan pengecekan girik tersebut ke Kantor Desa. Terungkaplah persekongkolan S dan kawan-kawan. Girik tersebut tidak terdaftar (tidak tercatat) dalam buku Leter C Kantor Desa Bojongpandan. “Merasa tertipu, korban melapor ke Satgas Mafia Tanah Harda Ditreskrimum Polda Banten pada (23/3) lalu. Kami tindak lanjuti dengan melakukan penyelidikan, dan terungkaplah perbuat keempat tersangka ,” ungkap Kombes Martri Keempatnya, sambung Kabid Humas Polda Banten, Kombes Edy Sumardi P., S.I.K., M.H., kini telah diamankan di Mapolda Banten. Mereka disangkakan sesuai peran masing-masing. MRH dikenakan pasal 263 ayat 1 KUHPidana dengan ancaman maksimal hukuman penjara enam tahun. Tersangka CJ, AH dan S, kata Edy, yang terklasifikasi “turut serta membantu tindak pidana” dikenakan pasal 378 KUHPidana dengan ancaman maksimal hukuman empat tahun penjara. Ditemukan, Puluhan Girik Palsu Kapolda Rudy memuji ‘ketajaman penciuman dan kejelian’ anak buahnya. Dengan dugaan keras bahwa keempat kawanan ini telah beroperasi secara terkoordinir satu sama lain, mereka tak berhenti pada kasus lahan di Desa Bojongpandan. Kecurigaan mereka terbukti benar. Di kediaman MRH ditemukan ratusan dokumen terkait tanah berikut 57 girik palsu. “Sebenarnya, semua itu sudah siap didistribusikan kepada para pemesan, tapi keburu ketangkap Satgas,” seperti diungkap Martri. Pemalsuan girik oleh sindikat tersebut, hampir-hampir sempurna. Para tersangka memiliki blanko girik, jenis dokumen tanah, dokumen girik tahun 70 hingga 80an. Dalam modusnya, mereka ”cermat” mengumpulkan contoh tanda tangan pejabat-pejabat tanah di masa lalu. “Jadi, seolah-olah pejabat tahun dulu itu yang bertanda tangan, bahkan ada 24 kopi lebar girik dari Tangerang tahun 80 hingga 83,” ungkap Martri. Berbagai barang bukti lainnya yang berhasil dikumpulkan yaitu blanko kosong girik, ratusan ‘blanko c’ desa, dan buku daftar nama wajib pajak di 83 desa se-Banten. Selain itu juga ditemukan stempel palsu Desa berbagai tahun dari berbagai daerah, serta mesin ketik hingga peta tanah. Selain kasus tersebut, Polda Banten dan jajaran juga tengah menangani sebanyak lima kasus mafia tanah dengan penetapan tersangka, dan dua kasus dengan empat tersangka. Diketahui Polda Banten saat ini telah membuat Posko Layanan Pengaduan masalah tanah dan membentuk satuan tugas (satgas) khusus penanggulangan mafia tanah. Pengaduan terhubung langsung secara online dengan pihak Kantor Wilayah ATR/BPN Provinsi dan Kantor Kabupaten/ Kota dalam wilayah hukum Polda Banten. Terkait penanggulangan kasus-kasus serupa di masa lalu, di tahun 2020, Polda Banten dan jajaran telah mengungkap sebanyak empat kasus mafia tanah. Ketika itu, KemenATR/BPN menilai Polda Banten berhasil menyelamatkan seluas kurang lebih 150 ha lahan sehingga rakyat selamat dari kerugian. Utuk itu, KemenATR/BPN memberikan penghargaan kepada Polda Banten. Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) mengapresiasi komitmen Polda Banten yang tegas menghadapi mafia tanah di wilayahnya. “Kami melihat komitmen Kapolda Banten sangat jelas dan tegas untuk memberantas para mafia tanah di wilayahnya, demi melindungi harta benda masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan usai memberikan pengharagaan yang diterima Kapolda Banten, Irjen Pol. Rudy, Februari 2021 Minggu (21/2). Apresisasi dari berbagai pihak tersebut, kata Rudy, tentu memberi kekuatan moral bagi Polri. Namun, ia mengingatkan kepada segenap jajarannya mulai dari Polda, Polres/ta, hingga ke lini terdepan di Polsek-polsek untuk tetap jeli melihat persoalan tanah di wilayah masing-masing. “Jangan lengah. Buka telinga dan respon setiap ada kecurigaan yang berdasar demi rasa terayominya rakyat sebagai pemilik tanah,” seru Irjen Rudy. Rudy juga mengingatkan masyarakat untuk segera memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah untuk sertifikasi tanah agar aman status hak kepemilikannya.* (Icky) Sumber : Direskrimum Polda Banten